Asa dan Rasa Oleh : Setia Kurniawan SH.,MH
Dewasa ini tanpa kita sadari lebih kurang 18 tahun sudah usia perdamaian Aceh atau kerab di sebut dengan perjanjian MoU Helsinki RI-GAM Tahun 2005 yang dilatarbelakangi konflik yang melihat sejarah Aceh dari masa ke masa
Pergantian kepemimpinan mengingatkan kita akan sejumlah isi perjanjian yang ditandatangani di Finlandia itu masih menuai sejumlah catatan bahkan ada beberapa permasalahan masih memasuki lorong gelap salah satu nya terkait dengan penyelesaian pelanggaran HAM (Hiuman Right) yang terjadi di Aceh kurun waktu 1979-2005 yang di perparah pada tahun 1998 bumi serambi Mekah diberlakukan sebagai daerah Operasi Militer yang rakyat pada masa itu menjalani hidup dalam berbagai tekanan.
Pasca peristiwa itu melalui banyak tulisan di Jurnal Nasional/Internasional maupun artikel karya ilmiah bahwa Komisaris Nasional Hak Asasi Manusia menemukan sejumlah bukti dan telah terjadi pelanggaran HAM berat atau Genosida di Bumi Sultan Iskandar muda.
Perjanjian MoU Helsinki RI-GAM tahun 2005 menjadi harapan bagi para korban untuk mendapatkan hak-hak nya sebagai bentuk menyembuhkan luka lama pasca konflik yang berkepanjangan itu.
Pada bagian ke 2 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan Poin 2.1 Pemerintah Indonesia akan mematuhi Konvenan Internasional perserikatan bangsa-bangsa terkait dengan hak-hak Sipil, Poin 2.2 bahwa pengadilan HAM akan di bentuk untuk Aceh, dan 2.3 menjelaskan Tentanng akan di bentuk KKR Aceh (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh) tentu hal ini menjadi Kabar gembira dan penuh harapan bagi masyarakat Aceh khususnya para korban pelanggaran HAM masalalu.
Tidak berhenti sampai disitu penyelesaian kasus HAM Aceh kembali di amanatkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh Bab tentang Hak Asasi Manusia Pasal 227 sampai dengan 230 yang menyebutkan pengadilan HAM Aceh dan KKR Aceh akan di bentuk dan bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Namun sangat disayangkan 3 bulan setelah UUPA 11/2006 di undangkan ternyata Undangan-Undangan Nomor 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional di batalkan oleh Mahkamah konstitusi karena beberapa pasal di anggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 harus nya Undang-Undang tersebut menjadi payung hukum dari KKR Aceh yang di amanatkan Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh yang mana di sebutkan pada Bab tentang HAM bahwa KKR Aceh adalah bagian yang tidak terpisahkan dari KKR Nasional.
Lalu bagaimana mungkin KKR Aceh menjadi bagian dari sesuatu yang tidak ada, oleh karena itu harapan saya selaku masyarakat dan Pemuda Aceh Agar Bapak PJ Gubernur Aceh 2022-2024 memberi Sinyal atau Koneksi kepada Pemerintah Pusat bagaimana dengan penyelesaian Pelanggaran HAM Aceh ? supaya permasalahan ini tidak selalu berada di Jalan yang Buntu dan menjadi bola liar di tengah hiruk pikuk kepentingan politik dan menjadi pembahasan yang seksi ketika memasuki tahun-tahun pesta Demokrasi.
Jika kita melihat dan mengkaji secara Yuridis sebenarnya KKRA (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh) sudah dapat bekerja sesuai Qanun Nomor 17 Tahun 2013 dengan menerapkan Asas Lex Sepesialis Derogat Legi Generalis yang arti nya Hukum Khusus dapat mengenyampingkan Hukum umum, harus di ingat bahwa pembentukan KKRA adalah amanat dari MoU Helsinki yang memiliki Konstitusionalitas yang cukup tinggi dan tidak dapat di kesampingkan oleh peraturan perundang-undangan manapun, maka harapan Kedua melalui tulisan ini adalah agar Bapak PJ Gubernur Aceh mendukung penuh kegiatan KKR Aceh termasuk juga membuka akses agar pemerintah pusat terkesan tidak abai dan menutup mata dalam persoalan bangsa yang menurut penulis cukup serius agar bisa mengungkap Fakta hingga bisa memberikan Hak-hak Korban serta membawa pelaku pelanggaran HAM ke pengadilan.
KKRA (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh) tidak boleh berhenti di tengah jalan harus terus bekerja dan memperkuat tujuan nya sesuai isi pada Qanun Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh agar tercapai nya tahap Rekonsiliasi. dalam hal ini KKRA dapat bekerja Dengan berbagai cara serta melakukan hubungan kerjasama dengan Komnas HAM dan lembaga lain nya.
Bercerita tentang Kasus HAM masa lalu di Aceh memang seperti meratapi luka lama dan namun semua itu memang pantang untuk kita lupakan karena Negara ini adalah Negara hukum yang di jelaskan di dalam UUD Dasar 1945 Pasal 1 ayat 3, dan Pancasila pada sila kelima tentang Keadilan maka sudah sepatutnya Negara bertanggungjawab atas pelanggaran HAM berat di Aceh dan korban harus mendapatkan Hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Semoga mendapatkan titik terang dan kita selalu dalam lindungan Allah SWT 🤲🏻
Senin, 27.02.2023