Spiritualitas Kemunafikan, Coba Menipu TUHAN?

OLeh: Freddy Watania

Ketika Kita Merasa Bisa Mengontrol Segala Sesuatu Sesuai Keinginan Kita dan Gagal.

Kita kecewa seringkali menggugat (Parahnya Kita Menghujat, Mengumpat dan Mengutuk), seakan TUHAN tidak punya kuasa tidak Maha Kuasa….kenapa begini-kenapa kehendak ku, keinginan ku tidak terjadi, tidak terpenuhi.

Karena kita gagal menjadi “Tuhan” mengontrol dan menguasai TUHAN

Kita ingin memuja, taat, beribadah kepada TUHAN seringkali bukan karena alasan kerinduan hamba kepada Tuanya.

Tapi alasan hamba yang mau mengatur dan mengontrol tuannya dengan pemuasan hawa nafsu keinginan.

TUHAN kita jadikan Berhala (Idol) pelayan Hedonis (pemuas dahaga nafsu sesaat).
Ketika kita puas keinginan tercapai lupa segalanya lupa TUHAN.

Sifat manusiawi manusia menuhankan dan memuja ego selalu ingin dilayani dan dipuaskan tidak ingin melayani.

Egosentris: Fokus pada diri, menjadikan diri kita adalah pusat alam semesta, lupa kalau pencipta alam semesta dan manusia adalah TUHAN.
Tipikal Ciptaan yang kurang ajar kepada Penciptanya.

Kita bukan Cinta Sejati Kepada TUHAN, tapi lebih Cinta Pemberian TUHAN Kenikmatan Duniawi: Harta, Tahta dan Seks.

TUHAN seringkali kita jadi sebagai Dukun pemuas hawa nafsu lewat Ritual Ibadah yang manipulatif Kita Jadi Sarana, Membaca Kitab Suci Sebagai Jampi-Jampi mendapatkan kenikmatan Dunia.

Kisah Sufi.
Ada cerita Seorang di Gurun membawa Obor dan Tempayan Air sambil teriak sehingga keluar orang-orang dari kemah

“Dengan Obor Aku Akan Membakar Surga dengan Air Aku Akan Menyiram Neraka.
Supaya manusia mencintai TUHAN karena Sejatinya Mencintai TUHAN, bukan Mencintai TUHAN karena mengejar pahala Takut Tidak Masuk Surga dan Supaya Terhindar dari Neraka.”

Manusia cenderung mengejar Surga dan Menghindari Neraka, justru Cenderung meng-Idol (memberhalakan) Surga dan Neraka. Bukan beriman sejati Ke
pada TUHAN beribadah dengan Cinta.

BACA JUGA:  Sepekan di Nusantara : Kehilangan the God Father of Ambyar sampai Menyikapi Kebingungan Kebijakan Mudik

Kalau Surga dan Neraka Tidak Ada Masihkah Kita Mencintai TUHAN?

Standar Iman dan Peribadatan (Ibadah/ Atau Kebaktian) kita Bukan pada Ketulusan Kemurnian Cinta Sejati Kepada TUHAN, tapi Fokus pada Hukuman TUHAN dan Pemberian TUHAN

Apakah kita menaruh hati dan pikiran dalam beribadah, murni mencintai TUHAN, seperti Abdi, Hamba, Budak yang Terikat pada Tuanya ketergantungan, seumur hidup menempel erat?

Kasihilah TUHAN mu dengan segenap hati, segenap jiwa, Segenap Akal Budi dan segenap kekuatan mu. Karena kita bisa hidup dan bernapas karena Cinta (Anugerah) TUHAN.

Tujuan kita bukan menyatu dengan Surga atau Neraka, tujuan kita menyatu dengan TUHAN karena CINTA.

Mengutip Konsep Berpikir Dalam Kebudayaan Jawa
“Manunggaling Kawulo Gusti”: Penyatuan Manusia Dengan TUHAN”

Pemikiran Pahlawan Nasional dari Minahasa GSSJ Sam Ratulangi intisari Budaya Berpikir Minahasa.

“Si Tou Timou Tumou Tou” : Orang Hidup Untuk Menghidupkan Orang Lain.

Manusia Hidup Yang Dicintai TUHAN, Membagikan Cinta Kepada Sesamanya. Manusia dihidupkan, diciptakan karena CINTA TUHAN.

Suatu Kemunafikan Mencintai TUHAN membenci Sesama. Atau sebaliknya membenci TUHAN mencintai Sesama. Mencintai jika Dikorupsi Hanya Memilih Salah Satu, Melupakan Yang Satunya Lagi akan terjadi ketimpangan spiritualitas, gangguan Religiusitas.

Terjadi Kehampaan, Kekeringan, Kegersangan dalam Beragama.

Ibadah hanya Jubah Formalitas Keberagaman supaya diakui ber-Tuhan di Republik Indonesia Yang Ber-Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan Memiliki Keberagaman Suku, Ras dan Agama.

Ibadah sekedar tampilan formalitas, bukan gaya hidup penuh cinta yang keluar dari hati manusia yang dicintai dan mencintai, yang mana hati manusia itu adalah Ciptaan TUHAN juga. Manusia diciptakan tanpa hati adalah Robot atau seperti Zombie.

Posting Terkait

Jangan Lewatkan