Bengkulu, Word Pers Indonesia — Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Bengkulu melayangkan kritik keras terhadap kualitas pelayanan informasi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bengkulu. Insiden pengusiran wartawan dari grup WhatsApp resmi OJK dinilai sebagai bentuk kegagalan lembaga tersebut dalam menerapkan standar pelayanan publik yang profesional, transparan, dan sesuai regulasi.
Sekretaris PWI Bengkulu, Dedy Hardiansyah Putra, menyebut tindakan OJK Bengkulu tersebut bukan hanya tidak etis, tetapi juga melecehkan prinsip keterbukaan informasi dan mengabaikan peran penting wartawan sebagai mitra penyampai suara publik.
Dalam keterangannya, Dedy menegaskan bahwa wartawan memiliki peran vital dalam memastikan publik mendapatkan informasi akurat. Karena itu, lembaga publik seperti OJK wajib melayani, bukan justru menghindari atau memblokir komunikasi.
“Humas itu garda terdepan pelayanan institusi. Wartawan yang bertanya sedang menjalankan tugas mulia mencari informasi. Seharusnya dilayani, diberikan data yang valid, dan difasilitasi aksesnya. Bukan dimusuhi atau diperlakukan seperti pengganggu yang harus diusir,” tegas Dedy, Senin (01/12/2025).
Dedy menekankan bahwa tindakan tersebut bukan isu kecil, tapi mencerminkan cara pandang keliru pejabat publik terhadap tugas jurnalistik.
Dedy menegaskan bahwa pelayanan informasi bagi wartawan bukanlah bentuk kebaikan atau kemurahan hati, melainkan mandat jelas dari UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Menutup akses, memblokir, atau mengusir wartawan dari kanal resmi informasi sama saja dengan melakukan dugaan maladministrasi.
Ia bahkan membandingkan OJK dengan instansi lain yang responsif, aktif menggelar konferensi pers, menyediakan press room, dan cepat merespons pertanyaan media.
“Di era keterbukaan ini, keberhasilan humas diukur dari seberapa baik ia melayani kebutuhan informasi. Kalau ditanya soal data donor darah saja reaksinya emosional dan malah menutup diri, berarti indeks pelayanan informasinya sangat rendah. Ini preseden buruk bagi OJK,” kritik Dedy.
Terkait kejadian tersebut, PWI Bengkulu meminta Kepala OJK Bengkulu segera membenahi Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan media. OJK disebut harus menempatkan personel komunikasi yang memiliki mentalitas melayani, bukan mentalitas pejabat.
“Kami mendesak OJK memperbaiki tata kelola komunikasinya. Buat SOP yang jelas tentang bagaimana melayani pertanyaan kritis wartawan. Jangan biarkan mood pribadi merusak pelayanan institusi. OJK bekerja untuk publik, dan wartawan adalah mata telinga publik,” tegas Dedy.
PWI Bengkulu menyatakan insiden ini seharusnya menjadi titik balik bagi OJK Bengkulu untuk memperbaiki wajah pelayanan informasinya—lebih ramah, profesional, dan terbuka bagi seluruh insan pers. PWI berharap tidak ada lagi bentuk intimidasi, pengusiran, atau penutupan akses informasi terhadap wartawan.
Reporter: M.Yunus
Editor: Anasril



























