Dari Pengadilan ke Istana: Warga Bengkulu Utara Desak Negara Bertindak atas Dugaan Pelanggaran PT Sandabi

Bengkulu Utara, Word Pers Indonesia —Sengketa lahan antara warga Desa Lubuk Banyau, Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara, dengan PT Sandabi Indah Lestari (SIL) kini bergerak ke level nasional. Fakta yang terungkap dalam pemeriksaan setempat (PS) perkara perdata Nomor 17/Pdt.G/2025/PN Agm menjadi pemicu, setelah majelis hakim menemukan indikasi penguasaan lahan perusahaan yang melampaui izin Hak Guna Usaha (HGU).

Dalam sidang lapangan tersebut, majelis hakim Pengadilan Negeri Arga Makmur mencatat penguasaan fisik lahan PT SIL mencapai sekitar 3.000 hektare. Padahal, luas HGU yang sah hanya 1.932,32 hektare. Dengan demikian, terdapat kelebihan penguasaan sekitar 1.068 hektare di luar izin negara.

Tak hanya soal luasan lahan, persidangan juga mengungkap kewajiban kebun plasma yang tidak direalisasikan perusahaan kepada masyarakat Desa Lubuk Banyau. Padahal, kewajiban tersebut diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Kuasa hukum petani, Rustam Efendi, S.H., menilai perkara ini tidak lagi dapat dipandang sebagai sengketa perdata biasa.

“Ini sudah melampaui konflik tanah. Ini adalah potret kegagalan negara melindungi warganya. Ketika perusahaan menguasai lahan di luar izin dan dibiarkan, itu bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan pembiaran yang sistemik,” kata Rustam kepada wartawan.

Menurut dia, fakta-fakta yang muncul di persidangan dan pemeriksaan setempat seharusnya menjadi pijakan kuat bagi penegakan hukum.

“Kami menghadirkan bukti ke pengadilan, hakim sudah melihat langsung di lapangan. Jika fakta seperti ini diabaikan, yang runtuh bukan hanya hak petani, tetapi juga wibawa hukum,” ujarnya.

Rustam menegaskan langkah banding yang ditempuh hanyalah satu bagian dari rangkaian upaya hukum dan politik yang akan dilakukan.

“Kami tidak akan berhenti di ruang sidang. Laporan sudah kami sampaikan ke DPR RI, kementerian terkait, lembaga penegak hukum, hingga Presiden. Negara tidak boleh berlindung di balik prosedur ketika rakyat kehilangan tanah dan sumber penghidupannya,” tegasnya.

BACA JUGA:  Bejat dan Kanji! Pelaku Cabuli Anak Kandung Ditangkap Polda Bengkulu

Isu ini turut menarik perhatian DPR RI. Anggota Komisi II DPR RI menyatakan penguasaan tanah di luar izin merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip hukum agraria.
“Setiap penguasaan tanah yang melampaui izin negara adalah pelanggaran hukum dan wajib dikoreksi,” katanya.

Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI menyoroti tidak dipenuhinya kewajiban kebun plasma oleh perusahaan.
“Plasma itu mandat undang-undang, bukan pilihan. Jika tidak dilaksanakan, berarti ada pelanggaran hukum,” ujarnya.

Selain ke DPR RI, para petani Desa Lubuk Banyau juga menyampaikan pengaduan ke Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ombudsman RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, serta menyurati Presiden Republik Indonesia.

“Jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka kepercayaan rakyat kepada negara akan runtuh. Itu risiko terbesar dari konflik seperti ini,” kata Rustam.

Dari Desa Lubuk Banyau, warga menyampaikan harapan sederhana.
“Kami hanya ingin tanah kami kembali. Tidak lebih dari itu,” ujar Jum’a Kasmawi, salah seorang warga.

Hingga berita ini diturunkan, PT Sandabi Indah Lestari belum memberikan keterangan resmi terkait temuan persidangan dan tuntutan warga.

Reporter: Candra
Editor: Anasril

Posting Terkait

banner 2000x647

Jangan Lewatkan

News Feed