Di Masa Pandemi, Anak di Bengkulu Berpotensi Dieksploitasi

Bengkulu, Wordpers.id – Masa pembelajaran daring banyak ditemui anak di Bengkulu justru membantu orangtua-nya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi seperti mengamen, menjadi ‘manusia silver’ bahkan meminta-minta pada pengendara di jalanan.

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Bengkulu, melalui Kepala Bidang (Kabid) Pemerhati Perlindungan Hukum Perempuan dan Anak (PPH dan PA) Rasmawati, Kamis menyebutkan, hingga saat ini pemerintah daerah belum terfokus pada penetapan dasar hukum terhadap permasalahan eksploitasi anak untuk tujuan ekonomi tersebut.

“Usia anak adalah di usia 7 hingga 19 tahun seperti yang sudah ditetapkan dalam undang-undang. Pada usia ini anak tidak diperkenankan melakukan pernikahan maupun bekerja,” Rasmawati.

Namun saat ini pihaknya mengalami kendala dalam menentukan dasar hukum yang harus dipakai dalam menyelesaikan permasalahan ini.

“Dilema sebetulnya jika kita menemukan permasalahan ini karena belum adanya dasar hukum yang melarang bahwa anak pada usia tersebut bekerja dan langkah apa yang akan kita lakukan jika menemui kasus tersebut,” kata Rasmawati.

Namun secara tegas ia mengimbau agar orangtua atau yang memiliki kuasa atas anak agar tidak melakukan pemaksaan dan mengeksploitasi anak pada tujuan apapun.

Terpisah, Direktur Yayasan Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak (PUPA), Sri Handayani mengatakan saat ini pemerintah bisa memakai dasar hukum pada Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berhadapan pada eksploitasi.

Di mana komitmen negara untuk menjamin upaya Perlindungan Anak juga dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 28B ayat (2) yang menjelaskan bahwa setiap Anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta memperoleh pendidikan yang layak.

“Anak boleh bekerja bila atas kemauannya sendiri tanpa artian pemaksaan dan kurang dari tiga jam, tempatnya aman dari segala bentu kekerasan dan kerentanan seperti jalan raya, jika itu terjadi maka anak adalah korban dari eksploitasi tadi,” kata Handayani.

Hal ini ditakutkan berimbas pada banyaknya anak menanggung putus sekolah akibat dari ketidakmampuan orangtua dalam memenuhi kebutuhan pendidikan yang lambat laun makin membuat para orangtua dilema dengan belajar daring seperti saat ini.

PUPA meminta agar orangtua tidak membebankan atau memaksa anak melakukan pekerjaan tanpa kehendaknya. Apabila hal tersebut terjadi, maka orangtua bisa dijerat dengan pasal perlindungan anak.

“Apabila hal tersebut terjadi, yang telah melakukan tindak pidana eksploitasi seksual komersial atau mempekerjakan anak dibawah umur terancam paling lama 15 tahun dan minimal 5 tahun pidana penjara. Jika orangtuanya sendiri yang terbukti maka akan dijerat hukuman dengan pemberatan penjara selama 6,5 tahun,” kata Handayani.