Ketum APKLI Dukung Prabowo Bentuk Badan Penerimaan Negara: Ini Bukan Lagi Urgensi, Tapi Emergensi

Jakarta, wordpers.id – Gagasan pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang diusung Presiden RI terpilih Prabowo Subianto mendapat dukungan luas dari kalangan intelektual dan pelaku ekonomi kerakyatan. Dukungan tersebut mengemuka dalam forum diskusi yang digelar Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) bertajuk ISNU Forum on Investment, Trade, and Global Affairs, yang mengangkat tema “Urgensi Pembentukan Badan Penerimaan Negara di Tengah Krisis dan Defisit Penerimaan Nasional”, di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (11/6/2025).

Acara ini menghadirkan sejumlah pemateri, antara lain Ketua Komisi XI DPR RI Dr. M. Misbakhun, Guru Besar Hukum Pajak Prof. Dr. Edi Slamet Irianto, dan Dr. Darusaam, serta dimoderatori oleh Dr. Ibrahim. Forum dibuka langsung oleh Ketua PBNU KH Aizuddin Abdurrahman dan diawali sambutan dari Ketua ISNU Forum, Hery Haryanto Azumi.

Salah satu sorotan tajam datang dari Ketua Umum Asosiasi PKL Indonesia (APKLI), dr. Ali Mahsun Atmo, M.Biomed. Ia menegaskan bahwa pembentukan BPN bukan lagi soal urgensi, melainkan darurat nasional (emergensi).

“Banyak lubang kebocoran penerimaan negara yang belum ditutup. Ini soal tata kelola yang amburadul. Padahal potensi kita luar biasa besar, tapi realisasinya sangat kecil. Kalau tidak segera dibenahi, mimpi Indonesia Emas 2045 hanya jadi retorika,” kata dr. Ali Mahsun.

Ia mengingatkan bahwa lonjakan tax ratio pernah terjadi pada 2005–2006 hingga menyentuh 12,7 persen berkat revolusi perpajakan yang digagas Dirjen Pajak saat itu, Hadi Purnomo, melalui konsep single identity number (SIN). Namun, reformasi itu terhenti setelah terjadi pergantian pejabat tinggi, termasuk saat Sri Mulyani pertama kali menjabat Menteri Keuangan.

“Sejak 2009, tax ratio stagnan di kisaran 9–10 persen, dan kini justru merosot ke 8,8 persen. Ada pihak-pihak yang tidak ingin negara ini kaya. Presiden Prabowo paham benar soal ini, dan saya yakin beliau akan melakukan lompatan besar dalam reformasi penerimaan negara,” ujar mantan Sekretaris Lembaga Sosial Mabarot PBNU 2000–2005 itu.

Ali Mahsun menyebut setidaknya ada empat pilar utama yang telah mulai ditegakkan Presiden Prabowo untuk memperkuat pondasi penerimaan negara: efisiensi anggaran (melalui Inpres No. 1/2025), penegakan hukum terhadap mafia dan korupsi, penataan tata kelola sumber daya alam sesuai Pasal 33 UUD 1945, serta penutupan celah-celah kebocoran di sektor pelabuhan, bea cukai, dan perpajakan.

“BPN harus berada langsung di bawah Presiden RI, terpisah dari Kementerian Keuangan, agar memiliki otoritas dan kecepatan eksekusi. Ini langkah yang harus segera dilakukan demi keadilan fiskal dan kedaulatan ekonomi bangsa,” pungkasnya.

Ketua ISNU Forum, Hery Haryanto Azumi, juga menyatakan bahwa forum ini merupakan langkah awal membangun sinergi nasional untuk pembentukan BPN.

“Kami akan bentuk task force khusus untuk menjalin komunikasi lintas sektor, agar wacana BPN ini tidak sekadar menjadi diskusi elitis, tapi menjadi gerakan nasional,” ujarnya.

Hery yang juga Ketua PB IKAPMII menekankan pentingnya membangun kepercayaan publik dalam reformasi fiskal. Ia menilai edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat perluasan basis pajak dan pentingnya pembaruan kelembagaan harus dilakukan secara simultan, baik vertikal maupun horizontal.

“Tanpa trust publik dan perubahan mindset, maka reformasi ini hanya akan jadi rutinitas birokrasi. Perlu gerakan kolektif dari elite, masyarakat, dan dunia usaha,” tandasnya.

ISNU Forum meyakini Presiden Prabowo tengah mempersiapkan tim untuk pembentukan BPN dalam waktu yang tidak terlalu lama, sebagai bagian dari strategi besar menjawab tantangan fiskal dan menyambut bonus demografi menuju Indonesia Emas 2045.(Red/Popy)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan