Konflik Surat Deputi Bidang Pencegahan ke Geo Dipa, Ini Penjelasan Bumigas dan KPK

Wordpers.id – Konflik antara perusahaan panasbumi PT Bumigas dengan BUMN panasbumi PT Geo Dipa Energi (GDE) terus memanjang. Terakhir, PT Bumigas melaporkan Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, ke Bareskrim Polri terkait surat ke PT Geo Dipa Energi.

Pengacara PT Bumigas, Bonyamin Saiman, mengatakan, surat Pahala Nainggolan kepada Geo Dipa tak sesuai fakta dan isinya merugikan PT Bumigas.

Sementara pihak KPK menyatakan, menghormati upaya hukum para pihak terhadap Deputi Bidang Pencegahan. Namun pihak KPK mengatakan, apa yang dilakukan Pahala Nainggolan adalah dalam rangka melaksanakan tugasnya dan upaya mencegah adanya potensi kerugian negara.

Bonyamin: isinya sesuai kenyataan

Laporan PT Bumigas itu diterima Bareskrim dengan nomor LP/B/0895/X/2019/Bareskrim.

“Ada dua hal yang kami permasalahkan, Pak Pahala Nainggolan tidak berwenang mengeluarkan surat itu, kan tidak ada korupsinya, kalau dengan alasan pencegahan, pencegahan yang mana? Kemudian, isinya tidak sesuai kenyataan,” kata Boyamin Saiman, Jumat (7/2/2020).

Bonyamin menceritakan kronologis terbitnya surat Deputi Bidang Pencegahan KPK ke Geo Dipa. PT Geo Dipa, katanya, mencoba mengonfirmasi saldo rekening milik perusahaan kliennya (Bumigas) dengan bantuan KPK. KPK kemudian mengirimkan surat ke PT Geo Dipa dengan menyebut PT Bumigas tak memiliki rekening di Bank HSBC Indonesia.

“Surat dari Pak Pahala Nainggolan itu dijadikan bukti untuk menggugat PT Bumigas kembali di BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia). Dan akhirnya BANI mengabulkan gugatan PT Geo Dipa,” ungkap Bonyamin.

Dalam surat itu, lanjutnya, ada kalimat rekening tidak bisa dibuka karena sudah 7 tahun. Kemudian ada kalimat berikutnya bahwa Bumigas tidak punya rekening yang masih aktif atau sudah ditutup.

PT Bumigas, menurut Bonyamin, telah meminta penjelasan ke HSBC atas kebenaran isi surat tersebut.

“Kami kemudian lacak ke HSBC, jawabannya karena sudah 7 tahun tidak bisa dibuka lagi. Tidak ada kalimat ‘tidak punya rekening’,” imbuhnnya.

Boyamin melaporkan Pahala melanggar Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP. Selain Pahala, Dirut PT Geo Dipa, Riki Firmandha Ibrahim, turut dilaporkan.Boyamin menjelaskan, Bumigas dan Geo Dipa telah sepakat bekerja sama dalam pengusahaan panasbumi. Dalam kerja sama tersebut, Bumigas kemudian dijanjikan mendapatkan izin atas pengelolaan panasbumi.

Namun, lanjutnya, kerja sama tak berjalan mulus karena Bumigas tak kunjung mendapatkan izin. Pihak Geo Dipa lalu melayangkan gugatan ke pengadilan BANI dengan alasan Bumigas tidak mau melakukan penambangan.

BANI mengabulkan gugatan dan memutuskan perjanjian kerja sama berakhir. Namun Bumigas melawan balik dan menang di tingkat Mahkamah Agung (MA).

“Atas putusan MA, maka perjanjian antara Geo Dipa dengan Bumigas tetap lanjut,” ucap Boyamin.

Respon KPK

Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri menyatakan, KPK menghormati upaya hukum para pihak terhadap Deputi Pencegahan, namun KPK perlu menjelaskan duduk persoalannya.

“KPK menghormati upaya hukum yang dilakukan para pihak, namun KPK perlu menjelaskan duduk persoalannya,” ucap Ali Fikri di Jakarta, Senin (10/2/2020).

Ali mengatakan, Pahala menjalankan tugas sebagai Deputi Pencegahan menemukan ada potensi kerugian negara sehingga kapasitas KPK dalam hal ini adalah upaya untuk mencegah potensi kerugian negara.

“Karena dalam salah satu proses negosiasi pada 2017 Bumigas menuntut proyek Patuha I yang telah berproduksi senilai 3 sampai 4 juta dolar AS per bulan diserahkan kepadanya,” ungkap Ali.

Ali menyatakan, Patuha I adalah aset negara maka KPK berpendapat bahwa Patuha I tersebut tidak bisa diserahkan kepada pihak ketiga dan tidak ada pembayaran kompensasi terkait hal tersebut.

Ali pun menjelaskan latar belakang permasalahan PT Bumigas Energi tersebut.

Menurutnya, Februari 2005, PT Geo Dipa Energi dan PT Bumigas menyepakati kerja sama membangun lima unit Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Hingga Desember 2005 Bumigas tidak juga melaksanakan kegiatan fisik pembangunan proyek dan tidak menghiraukan surat peringatan dari Geo Dipa.

Tanggal 26 November 2007 Geo Dipa mengajukan permohonan terminasi kontrak melalui BANI dan BANI menyatakan Bumigas melakukan cedera janji dan menyatakan kontrak diterminasi di hari itu juga.

Tanggal 19 Desember 2008 Bumigas mengajukan permohonan pembatalan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Namun, PN Jaksel menolak permohonan tersebut.“Bumigas pun mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung dan pada 25 Mei 2010, MA menyatakan menolak permohonan PK Bumigas,” ungkap Ali.

Bumigas pun, kata Ali, kembali mengajukan upaya hukum untuk membatalkan putusan BANI tersebut.

“Pada 24 Oktober 2014, MA mengabulkan permohonan Bumigas untuk membatalkan putusan BANI yang membatalkan perjanjian antara PT Geo Dipa dan Bumigas dalam proyek PLTP Dieng-Patuha. Atas putusan ini, Geo Dipa mengajukan PK dua kali yang ditolak oleh Majelis Hakim,” ujar Ali.

Bumigas kemudian melaporkan mantan Presiden Direktur Geo Dipa Samsudin Warsa ke Bareskrim Polri pada November 2012 dengan tuduhan melakukan penipuan.

“Perkara tersebut diperiksa oleh PN Jaksel. Pada Agustus 2017 dinyatakan dibebaskan dari dakwaan. JPU (Jaksa Penuntut Umum) tidak melakukan banding,” kata Ali.

Kemudian pada 2 April 2015, Bumigas juga melaporkan kembali Direktur Utama Geo Dipa, tim Jaksa Pengacara Negara, dan kuasa hukum Geo Dipa ke Bareskrim Polri dengan tuduhan memberikan keterangan palsu.

“Setelah proses-proses hukum tersebut, Geo Dipa melalui kuasa hukumnya berkoordinasi kepada KPK karena dengan dibatalkannya putusan BANI, Bumigas mengklaim bahwa perjanjian hidup kembali, dan Bumigas minta negosiasi. Salah satu bagian negosiasi adalah Bumigas meminta (proyek) Patuha I,” kata Ali.

Sumber: Panasbuminews.com

Posting Terkait

Jangan Lewatkan