Mukomuko, Word Pers Indonesia – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Mukomuko mempertanyakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) kelompok adat di Desa Penarik, Kecamatan Penarik, yang aktif menyoroti perizinan serta aktivitas pertambangan Galian C di wilayah tersebut. Ketua LSM LIRA Mukomuko, Salman Alfaris, menyampaikan kekhawatirannya terkait keterlibatan kelompok adat dalam pengawasan izin tambang yang seharusnya menjadi ranah pemerintah dan instansi berwenang.
“Tentu kami mempertanyakan tupoksi dan wewenang kelompok adat ini. Setahu kami, adat berfungsi dalam mengatur norma sosial dan budaya, bukan untuk melakukan pengawasan perizinan aktivitas tambang,” ujar Salman saat diwawancarai, Kamis (20/2/2025).
Salman menilai keterlibatan kelompok adat dalam urusan perizinan tambang dapat berdampak pada iklim investasi di Kabupaten Mukomuko. Ia pun berencana menelusuri lebih dalam apakah tindakan kelompok adat ini murni inisiatif mereka atau ada pihak tertentu yang bermain di belakang layar.
“Kami akan mendalami lebih lanjut, apakah ini memang murni gerakan kelompok adat atau ada kepentingan lain, misalnya pengusaha besar yang menunggangi mereka. Yang pasti, adat seharusnya mengurus hal-hal terkait budaya, etika sosial, dan pelestarian nilai-nilai kearifan lokal, bukan melakukan pengawasan terhadap izin tambang atau bahkan melakukan pungutan liar tanpa melibatkan pemerintahan desa setempat,” tegasnya.
Pemerintah Desa Tidak Dilibatkan
Terpisah, Kepala Desa Penarik, Supardi, menegaskan bahwa pemerintah desa tidak pernah dilibatkan dalam langkah-langkah yang dilakukan oleh kelompok adat terkait perizinan tambang di wilayahnya. Ia juga mempertanyakan alasan kelompok adat menyoroti perizinan PT Pasoepati Jaya Abadi, padahal lokasi pertambangan perusahaan tersebut berada di Desa Marga Mukti, bukan di Desa Penarik.
“Kami tidak pernah diajak bicara atau dilibatkan dalam aksi kelompok adat ini. Kami juga mendapat informasi bahwa ada dugaan janji pemberian fee sebesar Rp50 ribu per trip dari pihak CV. Agung Wijaya kepada kelompok adat tersebut. Jika memang ada permasalahan, harusnya yang disoroti adalah CV. Agung Wijaya, bukan PT Pasoepati Jaya Abadi,” ungkap Supardi.
Supardi juga menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan pengecekan lapangan dan memastikan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) PT Pasoepati Jaya Abadi berada sepenuhnya di wilayah sungai yang masuk dalam administrasi Desa Marga Mukti.
“Kami tetap netral dalam permasalahan ini. Yang salah tetap salah, dan yang benar tetap benar. Kami hanya tidak ingin masyarakat Desa Penarik dikorbankan oleh kepentingan pihak lain. Kami bahkan sudah bersurat ke Dinas ESDM Provinsi Bengkulu untuk menegaskan bahwa pemerintah desa tidak memiliki permasalahan dengan PT Pasoepati Jaya Abadi,” tambahnya.
Ketua BMA Mukomuko Belum Berkomentar
Sementara itu, Ketua Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Mukomuko, Bismarifni, saat dikonfirmasi mengenai tugas dan fungsi kelompok adat dalam perizinan tambang, belum memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.
LSM LIRA berharap ada kejelasan mengenai peran kelompok adat dalam persoalan ini, serta meminta pemerintah dan pihak berwenang untuk mengambil sikap agar tidak terjadi konflik kepentingan yang dapat menghambat investasi di Kabupaten Mukomuko.(Rjr)