Otoritas Nalar dan Kecemasan Pada Corona

Oleh : Beny Hakiem Benardie

Pada bulan Maret Tahun 2000 ini, seluruh masyarakat dunia menghadapi kecemasan massal akan penyakit Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2).

Virus yang menyerang dan mengakibatkan sistem pernapasan, paru-paru basah atau infeksi yang mengakibatkan peradangan pada kantong-kantong udara di salah satu atau kedua paru-paru (Pneumonia) akut, hingga kematian. Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19.

Penyakit yang menyerang janin hingga orang tua ini, dahsyatnya dapat mengganggu peribadatan dan aktifitas sosial. Menganggu perekonomian dan keresahan sosial. Tidak seperti beberapa penyakit yang menghebohkan dunia sebelumnya. Tampaknya sementara, klimaksnya ada disini, di Corona yang pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina pada akhir Desember 2019 lalu. Virus menular dengan cepat ke berbagai penjuru dunia.

Kegelisahan, kecemasan masyarakat kian gelisah saat boomingnya virus beriringan saat musin penghujan tiba. Saat itu masyarakat yang terkena hujan panas, atau hujan biasa mengalami flu batuk dan pilek. Sesuai informasi yang di peroleh, gejala Virus Corona juga bisa menyebabkan penderitanya mengalami gejala flu, seperti demam, pilek, batuk, sakit tenggorokan dan sakit kepala. Termasuk gejala penyakit infeksi pernapasan berat, seperti demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas dan nyeri dada.

Dalam masyarakat ternyata ada beberapa tipikal kecemasan. Ada kecemasan karena mereka mengetahui apa itu Virus Corona dan gejala yang ditimbukannya. Tidak utuh akan informasi Virus Corona, tapi mereka alami kecemasan. Kecemasan terhadap virus akibat konon katanya mematikan. Selebihnya ada masyarakat yang tidak memperdulikan secara pribadi akan Virus Corona menyebar di sekelilingnya, meskipun kecemasan dan kekuartiran itu terbetik akan terjangkit terhadap anak isterinya, saat dirinya pulang kerumah.

Nalar Masyarakat Terdidik Melihat kecemasan, ketakutan akan Covid19 yang kini selalu menjadi tranding topik diberbagai media online dan sosial, salah satu upaya yang harus dilakukan dengan mengunakan nalar semaksimal mungkin.

Tentunya ini merupakan kewajiban dari masyarakat terdidik, untuk mempelajari dan dan memikirkannya. Termasuk memutar roda akal dengan metode yang efisien. Yang paling gampang adalah, befikir untuk mengetahui itu virus apa dan begaimana mengantisipasi terjangkitnya, sesuai kajian para ahli . Tentunya berangkat dari keyakinan adanya Tuhan dan merupakan kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

Kenapa kita harus mengunakan nalar? Nalar atau penalaran berarti melihat atau memperhatikan dengan pikiran. Virus Corona mematikan, maka dengan persepsi pertimbangan nalar, upaya maksimal dan efesian dapat diupayakan.

Jika persepsi yang kita sankakan sudah benar dan cocok dengan pertimbangan nalar dan akal kita sebagai masyarakat terdidik (Melek informasi), maka lakukanlah tanpa keraguan. Bila terdapat kekeliruan, maka itu sudah merupakan kehendak Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan bernalar. Sebaliknya, kelalaian atas pertimbangan nalar dan akal itulah kekonyolan yang diterima.

Bagaimana Membuktikan Otorita Nalar
Dalam kehidupan kemasyarakatan, pertimbangan atas otoritas nalar dalam menghadapi situasi dan kondisi sudah jelas. Hanya saja ada beberapa sekelompok kecil dimasyarakat yang meragukan akan otoritas penalaran, sebagai metode dalam mengambil keputusan. Apalagi menghadapi Covid19 yang tak tahu kapan dan disaat apa virus itu akan menghapiri.

Menghadapi kebingungan, kecemasan tiada lain masyarakat terdidik yang beragama, hanya mempunyai pilihan penalaran sebagai otoritas dan pendapat sebagai eksistensi esensial, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

Pernyataan terakhir penulis hanya menekankan, bahwa sebagai masyarakat yang beragama dalam dan sedang mengahadapi ancaman Covid19 , penalaran merupakan hal yang harus dilakukan masyarakat. Bukan hanya dengan mengunakan pertimbangan hati atau perasaan semata.


• Benny Hakim Benardie , wartawan tinggal di Bengkulu kota
BACA JUGA:  Wartawan Tak Pernah Mati