wordpers.id – Direktur Panas Bumi Ida Nuryatin Finahari memaparkan sembilan strategi pemerintah untuk mempercepat pengembangan panas bumi. Hal itu diungkapkan Ida saat menjadi panelis dalam webinar Pengembangan Energi Panas Bumi – Tantangan dan Terobosan ke Depan, yang diselenggarakan Institute for Natural Resource, Energy and Environmental Management, Kamis (11/6/2020).
Menurut Ida, kesembilan strategi itu diharapkan menjadi jawaban atas lambatnya pengembangan panas bumi di Tanah Air selama ini.
“Memang ada beberapa kendala dalam pengembangan panas bumi, akan tetapi pemerintah telah menyiapkan strategi untuk mengatasi kendala-kendala tersebut,” katanya.
Ida memaparkan, sembilan strategi ini juga diusulkan agar tertuang dalam Perpres Tarif PLT EBT, termasuk PLTP.
Inilah sembilan strategi tersebut:
- Menyiapkan skema insentif atau pengaturan tarif yang mempertimbangkan keekonomian proyek PLTP.
- Melakukan eksplorasi panas bumi hingga pengeboran dalam rangka peningkatan kualitas data wilayah panas bumi yang akan ditawarkan kepada badan usaha.
- Sinergi BUMN dalam pengembangan panas bumi.
- Optimalisasi sumber daya panas bumi pada Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang telah berproduksi dengan pengembangan atau ekspansi, dan pengembangan pembangkit skala kecil.
- Mengembangkan sumber daya panas bumi di wilayah Indonesia bagian Timur.
- Penciptaan demand pada daerah yang memiliki sumber daya panas bumi tinggi namun demand-nya rendah.
- Sinergi dengan masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengelola isu sosial atau resistensi dalam pengembangan panas bumi.
- Monitoring dan evaluasi pelaksanaan proyek panas bumi secara nasional, dengan melibatkan Badan Geologi, DJ EBTKE, DJ Ketenagalistrikan (KESDM), KLHK, Kemenkeu, Bappenas, Kemen Perindustrian, BKPM, Pemda, dan pihak terkait lainnya.
- Join study dan knowledge sharing antar-stakeholders dalam pengembangan panas bumi.
Ida menambahkan, kendala pengembangan panas bumi, selain tingginya resiko dan besarnya modal kerja, juga lapangan panas bumi yang kebanyakan berada di hutan konservasi dan lindung.
“Pengembangan panas bumi masih memerlukan insentif tambahan untuk mencapai kelayakan proyek di tengah tingginya risiko eksplorasi dan keterbatasan akses infrastruktur ke lokasi pengembangan. Di sisi lain, lokasi potensi panas bumi yang berada di gunung-gunung, hutan lindung, dan hutan konservasi dengan persyaratan ketat juga menjadi tantangan,” jelasnya.
Namun di balik kendala-kendala tersebut, lanjutnya, panas bumi memiliki
beberapa keunggulan. Di antaranya, bersifat ramah lingkungan dan tidak
bergantung pada bahan bakar.
“Emisi CO2 panas bumi hanya sekitar 75 gram/kWh. Sementara emisi CO2 BBM sekitar 772 gram/kWh, dan PLT Batubara sebesar 995 gram/kWh. Inilah mengapa panas bumi ramah lingkungan,” kata Ida.
Ida menyebut, pengembangan panas bumi juga secara otomatis akan mengembangkan daerah setempat.
“Panas bumi adanya di daerah-daerah sehingga apabila ada proyek pengembangan panas bumi, maka di daerah tersebut juga ada pengembangan infrastruktur. Dengan demikian, ekonominya ikut berkembang,” jelas Ida.
Dijelaskannya, Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 23,9 Gigawatt (GW), yang pada 2025 diharapkan mampu mendongkrak realisasi bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23 persen. Meski potensi panas bumi Indonesia sangat besar, Ida mengatakan, secara nasional pemanfaatan panas bumi baru sebesar 8 persen atau sekitar 2.130,7 MW.
“Terkait hal tersebut, pemerintah sudah bertekad untuk terus mendorong
pengembangan panas bumi sehingga energi bersih ini bisa dimanfaatkan secara optimal,” jelasnya. (es/Pabum)