Mukomuko, Penarik, Word Pers Indonesia – Surat permohonan penutupan tempat usaha karaoke yang dilayangkan Kepala Desa Lubuk Mukti, Warsito, kepada Bupati Mukomuko baru-baru ini menimbulkan berbagai pertanyaan dan kejanggalan. Warsito mengajukan permohonan ini tanpa adanya teguran atau musyawarah sebelumnya dengan pengelola karaoke tersebut.
Beberapa waktu lalu, Yondri, seorang seniman dan pengelola hiburan karaoke dari Desa Lubuk Sanai, Kecamatan XIV Koto, memulai usahanya di Desa Lubuk Mukti setelah mendapat dukungan dari Warsito, yang juga rekan dalam kontes burung. Warsito memberikan izin dan mendukung proses perizinan yang diperlukan untuk membuka karaoke di lokasi yang jauh dari pemukiman warga.
Yondri menjelaskan, “Saya diundang oleh Warsito dan diperkenalkan kepada Totok, yang kemudian setuju untuk berinvestasi. Setelah melewati berbagai tahap perizinan, usaha ini beroperasi dengan izin resmi.”
Setelah karaoke mulai beroperasi, perangkat desa dan tokoh agama setempat beberapa kali memeriksa lokasi tersebut dan tidak menemukan hal-hal yang mencurigakan. “Para tokoh agama bahkan sempat menyanyikan beberapa lagu dan menyatakan semuanya dalam kondisi baik,” tambah Yondri.
Namun, pada 21 Mei 2024, Kepala Desa Lubuk Mukti mengajukan surat bernomor: 140/199/170610.2002/V/2024 kepada Bupati Mukomuko untuk menutup usaha karaoke tersebut, dengan alasan yang disampaikan oleh warga dan tokoh masyarakat desa. Alasan yang dikemukakan antara lain:
- Pengaruh Buruk pada Remaja: Remaja desa mulai menunjukkan perilaku tidak hormat terhadap orang tua.
- Masalah Finansial: Beberapa remaja menjadi kecanduan karaoke, menghabiskan uang mereka tanpa kontrol.
- Indikasi Mabuk dan Prostitusi: Karaoke dituduh menjadi tempat mabuk-mabukan dan prostitusi.
- Gangguan Kenyamanan: Bisingnya suara knalpot sepeda motor yang melintas di malam hari.
- Kondusivitas Lingkungan: Sebelum adanya karaoke, warga merasa lingkungan lebih nyaman dan aman.
Pihak pengelola karaoke merasa kaget dan tidak mengetahui perihal surat tersebut. Yondri mengatakan, “Kami belum pernah menerima teguran atau diberi tahu mengenai masalah ini. Tuduhan praktek perjudian dan prostitusi tidak benar dan mencemarkan nama baik usaha kami.”
Ia menambahkan, “Kami selalu menekankan para pekerja untuk berpakaian sopan dan menjaga perilaku. Izin yang kami dapatkan juga dari Kepala Desa sendiri. Seharusnya jika ada masalah, kami dipanggil untuk musyawarah, bukan langsung dilaporkan sepihak.”
Seorang warga yang sering mengunjungi karaoke tersebut, Rambo (nama samaran), mengatakan, “Tuduhan bahwa tempat karaoke ini sarang perjudian dan prostitusi adalah fitnah. Banyak anak muda dengan motor bising bukan tanggung jawab pengelola karaoke.”
Warsito, saat dimintai keterangan, mengatakan, “Memang saya yang memberikan izin awal. Namun, ini atas permintaan masyarakat yang merasa terganggu.”
Permohonan penutupan usaha karaoke ini menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat dan pengelola. Mereka berharap adanya musyawarah yang adil sebelum mengambil keputusan yang berdampak besar seperti ini.(Red/Bbg)