“Penjajahan Gaya Baru oleh Bangsa Sendiri: Darurat Pancasila yang Diserukan Presiden”

Oleh: Vox Populi Vox Dei

Gambar protes suram itu bukan sekadar ilustrasi—ia adalah refleksi nyata perjuangan rakyat:

Save Raja Ampat, Save Enggano, Save Aceh, Save Seluma—Save Indonesia Darurat PANCASILA.

Rakyat memanggil negara, memanggil wakilnya untuk mengingatkan: Pancasila bukan pajangan, tapi panduan hidup.

Pancasila Dikangkangi Elite

Sila Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) – Alam dirusak di Raja Ampat dan Kabupaten Seluma sedang menuju kerusakan alam. seolah moral dan keberkahan diabaikan.

Sila Kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) – Warga Pulau Enggano seolah tak didengar, dipinggirkan dari keputusan hidup mereka.

Sila Ketiga (Persatuan Indonesia) – Ketika Aceh diperebutkan oleh elite Sumut dan Kemendagri, persatuan dirajam ego politik.

Sila Keempat (Kerakyatan dan Permusyawaratan) – Dewan terkesan menutup pintu dialog, transaksional dan kehilangan jiwa demokrasi sejati.

Sila Kelima (Keadilan Sosial) – Kekayaan alam pun dijadikan bancakan, meninggalkan rakyat miskin dalam kemiskinan struktural.

Bung Karno: “Penjajahan harus dihapuskan…”

Bung Karno mengingatkan: penjajahan bukan hanya oleh penjajah asing, tapi juga bisa muncul dari bangsa sendiri ketika ikut terperosok dalam kerakusan dan tirani. Narasi ini bergema kuat dalam protes rakyat, yang bersuara lantang melawan praktik perampasan modern.

Pidato Prabowo 1 Juni 2025: “Jangan diam saat Pancasila dilemahkan”

Dalam pidatonya sebagai Inspektur Upacara Hari Lahir Pancasila (1 Juni 2025), Presiden Prabowo menegaskan:

*“Jangan Pancasila menjadi mantra, jangan Pancasila menjadi slogan… Kita harus menjaga, membela dan meneruskan nilai-nilai tersebut agar negara kita melangkah maju.”*

Ia juga memberi peringatan keras kepada para elite:

*“Masih terlalu banyak penyelewengan… saya mengimbau mereka… segera benah diri, segera bersihkan diri… negara akan bertindak… yang melanggar Undang‑Undang Dasar akan kita tindak tanpa pandang bulu.”*

BACA JUGA:  Kembalikan ‘Tanah Lapang’ Sebagai Saksi Diam Sejarah Bengkulu

Narasi Kesadaran dan Aksi

Suatu saat, Indonesia bukan lagi dijajah oleh kolonialisme Barat, tapi dijajah oleh bangsa sendiri—ketika nilai-nilai Pancasila diinjak-injak oleh elit penguasa.
Kini, panggilan rakyat bukan sekadar protes—ini panggilan untuk pengadilan nilai! Mereka menagih komitmen: bersihkan parlemen dari mafia tambang, pulihkan hak adat, jaga konsensus wilayah, dan tegakkan perwakilan yang benar-benar mewakili!

Menghidupkan Kembali Pancasila

Rakyat harus jadi sorak dan pengawas, bukan penonton: Prabowo mengamini, bahwa jika ada pemimpin korup—*laporkan!*

Rakyat harus memastikan Pancasila tak mati, bukan hanya di pidato 1 Juni, tapi dibuktikan lewat tindakan nyata: membalik keputusan, mengawal penerbitan izin, dan menanamkan transparansi.

Kesimpulan:

Dari gambar di atas dan situasi Indonesia Terkini. Gambar protes itu mencerminkan satu hal esensial:
Berdasarkan semangat Bung Karno dan pijakan tegas Presiden Prabowo:

“Pemerintahan tanpa integritas adalah penjajahan terselubung.”

Jika Pancasila tidak dijaga oleh rakyat, tidak ditegakkan oleh negara, maka penjajahan baru akan menenggelamkan kemerdekaan yang telah kita bayar mahal dengan darah dan keringat.

Save Pancasila. Tolak penjajahan gaya baru. Bangkitkan kembali nilai-nilai yang sejati demi masa depan Indonesia!

Narasi ini menyatukan pijakan moral Bung Karno dan penegasan Presiden Prabowo—mengajak rakyat bergerak, berani bersuara, dan menegakkan Pancasila dalam praktik, bukan hanya pidato.

Posting Terkait

Jangan Lewatkan