Pemerintahan – Gubernur Rohidin Mersyah mengatakan bahwa kondisi ekologis Provinsi Bengkulu dipagari oleh Taman Nasional Bukit Barisan dan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang memisahkan Bengkulu dengan empat provinsi besar seperti Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Jambi. Dengan ini Program Perhutanan Sosial merupakan Program Prioritas Pemerintah yang memiliki tujuan utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat
“Penduduk Bengkulu hanya 2 juta jiwa, sementara luas wilayah Bengkulu lebih kurang 2 juta hektar yang 46 persen di antaranya adalah kawasan hutan. Karenanya, saya menyambut baik program kehutanan sosial ini untuk mendukung kesejahteraan masyarakat, terutama yang berdomisili di sekitar kawasan hutan tersebut,” ujar Gubernur Rohidin saat pembukaan workshop Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan Perhutanan Sosial Provinsi Bengkulu 2020-2023 secara virtual bersama Direktur Jendral Perhutanan dan Kemitraan Lingkungan Kementerian LHK Republik Indonesia Bambang Supriyanto di Balai Raya Semarak Bengkulu, Senin (20/7).
Rohidin menambahkan, kehutanan sosial sangat berperan untuk mewujudkan keadilan akses bagi masyarakat, diikuti manfaat ekonomi yang juga dibarengi dengan kelestarian ekologi di kawasan hutan tersebut.
“Saya juga menekankan pentingnya akses evakuasi di wilayah tersebut, karena seperti kita tahu Provinsi Bengkulu masuk dalam kawasan zona merah rawan bencana. Oleh sebab itu diperlukan jalur evakuasi di banyak titik sebagai salah satu antisipasi bila terjadi bencara,” tambahnya.
Provinsi Bengkulu mendapatkan kucuran dana sebesar Rp 27 miliar untuk modal pemanfaatan kehutanan. Anggaran tersebut akan dibagikan kepada kelompok tani hutan yang tersebar di beberapa kabupaten di antaranya Kabupaten Kepahiang dan Rejang Lebong.
“Anggaran 27 miliar tersebut akan difokuskan pada pemanfaatan hutan non kayu serta usaha kopi sambung yang dapat membantu perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar wilayah hutan tersebut,” pungkas Gubernur Rohidin.
Pemerataan dan Keadilan Sosial
Direktur Jendral Perhutanan dan Kemitraan Lingkungan Kementerian LHK Republik Indonesia Bambang Supriyanto menjelaskan, Indonesia memiliki kawasan hutan 125 juta hektar ada 25.856 desa yang berada di sekitar kawasan hutan. Tetapi 73 persen diantaranya hidup di bawah angka kemiskinan. Salah satu faktor penyebabnya karena ketimpangan penguasaan kawasan hutan.
“Ada kesenjangan antara desa dan kota dapat dinetralisir dengan program reforma agraria yang dapat membuka akses kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan. Masyarakat pun akan mendapatkan manfaat, meredakan konflik persengketaan sehingga masyarakat menjadi sejahtera, hutan menjadi lestari dan ada peningkatan kualitas hutan untuk sisi ekologi, sosial dan ekonomi,” papar Bambang.
Bambang menambahkan, untuk mengatasi persoalan tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan agar masyarakat dapat mengelola 12,7 juta hektar hutan di Indonesia atau sekitar 10 persen dari jumlah keseluruhan. Sehingga diharapkan nanti maaing-masing desa yang berlokasi di sekitar kawasan hutan bersebut memiliki produk sendiri.
“Pengelolaan kawasan hutan itu berpola agro, sehingga diharapkan nanti one village one commudity. Masing-masing desa memiliki produk sendiri dan itu bisa mendongkrak kesejahteraan masyarakat di sana,” kata Bambang mengakhiri.
Untuk diketahui bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan Permen LHK No. 83/2016 yang menegaskan bahwa perhutanan sosial merupakan “Sistem Pengolaan hutan lestari yang dilakukan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dinamika sosial budaya dalam bentuk hutan desa, hutan masyarakat, hutan tanaman rakyat, kemitraan hutan, serta hutan adat. Hal ini sejalan dengan lima program prioritas pembangunan daerah pada point pertama, yaitu pengentasan kemiskinan dan peretasan ketertinggalan.
Sehingga dengan disahkannya undang-undang nomor 23 tahun 2014, pemerintah daerah (Pemda) provinsi Bengkulu memegang peranan yang sangat penting dalam pencapaian target dan peningkatan kualitas perhutanan sosial. Ini dikarenakan dalam undang-undang tersebut disebutkan perihal pembagian urusan pemerintahan bidang kehutanan, kewenangan pengelolaan hutan, telah berpindah dari pemda kabupaten ke pemda provinsi. Sebagai implementasi UU 23 tahun 2014 dalam percepatan pelaksanaan program perhutanan diperlukan kelembagaan dan kelompok kerja pada tingkat provinsi yang diharapkan mampu bekerja dengan sistematis, terencana dan efektif. Untuk itu pemda Provinsi Bengkulu telah membentuk kelompok kerja percepatan perhutanan sosial yang tertuang dalam keputasan Gubernur Bengkulu No. L.245.B3 tahun 2017.i. Mc