PT. DDP dan PT. Argo Muko Terkait Pidana Lingkungan, Wajib Diserahkan Ke APH

DLH Mukomuko Diduga Main-mata Pencemaran PT. DDP dan PT. Argo Muko dan Dimana Tanggung Jawab Bupati Choirul Huda

Dalam laporan resmi, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Mukomuko mengklaim telah melakukan deteksi dini pencemaran dengan pengambilan sampel air di lima sungai besar dan satu danau, untuk menentukan Indeks Kualitas Air (IKA) tahun 2025. Namun publik melihat kenyataannya lain — langkah ini baru muncul setelah kasus pencemaran sungai oleh PT. Daria Dharma Pratama (DDP) dan PT. Agro Muko viral dan dikeluhkan warga.

Faktanya, pencemaran limbah sawit dan aktivitas industri ini bukan cerita baru, tetapi sudah lama dikeluhkan masyarakat. Namun DLH Mukomuko baru turun tangan setelah masalah mencuat ke media sosial dan liputan media.

Perintah UU dan KLHK: Harus Diproses Pidana

Berdasarkan Pasal 98 dan Pasal 99 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), pencemaran yang melebihi baku mutu adalah tindak pidana lingkungan hidup. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga berkali-kali menegaskan — jika unsur pidana terpenuhi, DLH wajib menyerahkan kasus ke Aparat Penegak Hukum (APH) melalui PPNS Lingkungan Hidup atau Kepolisian.

Jadi kalau hasil uji laboratorium membuktikan sungai tercemar karena PT. DDP dan PT. Agro Muko, maka DLH wajib melimpahkan penanganan ke jalur pidana, bukan sekadar ‘klarifikasi’.

Pengawasan Rutin atau Sekadar Formalitas?

Fungsi deteksi dini berarti pemantauan berkala, minimal setiap bulan atau lebih sering di kawasan rawan limbah. Namun DLH Mukomuko hanya muncul setahun sekali — itupun setelah viral. Artinya fungsi deteksi dini sudah gagal.

Padahal UU PPLH, PP Nomor 22 Tahun 2021, dan aturan baku mutu limbah mewajibkan:

  • Pengawasan rutin ke sumber-sumber pencemar (pabrik, kebun sawit, IPAL).
  • Verifikasi laporan baku mutu limbah cair perusahaan.
  • Penindakan administratif, perdata, dan pidana.
  • DLH Harus Pro Rakyat, Bukan Pro Perusahaan
BACA JUGA:  Rakyat Percaya Kebijakan Publik Kepala Daerah, Banyak Kena OTT KPK?

DLH Mukomuko harus ingat: air sungai bukan milik perusahaan. Air sungai adalah hak rakyat Mukomuko. Ketika sungai tercemar, rakyat kehilangan sumber air bersih, ikan mati, sawah rusak — sementara perusahaan terus untung.

Jika DLH Mukomuko terkesan melindungi PT. DDP dan PT. Agro Muko, publik patut menduga ada main mata — entah setoran di bawah meja, pembiaran, atau ‘jual beli’ laporan laboratorium.

Tanggung Jawab Bupati Kabupaten Mukomuko

Di sinilah Bupati Mukomuko, Choirul Huda, tidak boleh diam. Berdasarkan Pasal 67 UU PPLH dan Pasal 67 UU Pemerintahan Daerah, Bupati bertanggung jawab menjamin penegakan hukum, menindak pencemar, dan melindungi lingkungan hidup rakyatnya.

Jika terbukti DLH Mukomuko bermain mata dengan perusahaan pencemar sungai, Bupati Choirul Huda wajib:

  • Mencopot Kepala Dinas LH atau pejabat terkait.
  • Melimpahkan kasus PT. DDP dan PT. Agro Muko ke Aparat Penegak Hukum.
  • Membuka data laboratorium ke publik.
  • Memastikan perusahaan membayar ganti rugi dan biaya pemulihan sungai.

Kalau Bupati membiarkan, maka Bupati turut bertanggung jawab — dan bisa dilaporkan ke Ombudsman, Kementerian LHK, bahkan KPK jika ada indikasi korupsi atau gratifikasi

Kesimpulan: Pecat yang Bermain Mata!

Rakyat Mukomuko butuh air bersih, bukan sungai beracun.
DLH Mukomuko harus berdiri di pihak rakyat, bukan jadi tameng perusahaan pencemar.
Kalau terbukti ada pejabat DLH yang ‘bermain mata’, pecat! Serahkan ke penegak hukum!
Kalau Bupati Choirul Huda tetap diam, maka rakyat berhak bergerak: laporkan, gugat, bongkar semuanya ke publik.

Opini Publik Ditulis Oleh: Vox Populi Vox Dei

Posting Terkait

Jangan Lewatkan