Bengkulu, WOrd Pers Indonesia – Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes Kemenkes) Bengkulu menggelar Seminar Nasional bertema “Peluang dan Tantangan Farmasi di Era Revolusi Industri 6.0” di Aula Pertemuan, Kamis (27/2).
Acara ini dibuka secara resmi oleh Direktur Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Eliana, SKM., MPH, dan dihadiri oleh tiga narasumber kompeten, yaitu Anggota DPD RI dapil Bengkulu Apt. Destita Khairilisani S.Farm., M.S.M., Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Bengkulu Yogi Abaso Mataram, S.Si., Apt., serta Kaprodi DIII Farmasi Polkeslu, Apt. Resva Meinisasti, M.Farm.
Di kesempatan ini, Senator Destita memaparkan perkembangan revolusi industri dari masa ke masa, mulai dari industri 1.0 yang masih mengandalkan tenaga kerja manual, hingga industri 6.0 yang telah memanfaatkan Artificial Intelligence (AI). Menurutnya, revolusi industri 6.0 membawa perubahan signifikan dalam berbagai sektor, termasuk kesehatan dan farmasi.
“Di era 6.0, kita sudah mulai menggunakan AI untuk menyelesaikan masalah global yang kompleks, seperti krisis energi, kesehatan, dan degradasi lingkungan. Teknologi ini juga memungkinkan pengobatan yang dipersonalisasi, di mana dosis dan jenis obat disesuaikan dengan kondisi spesifik pasien,” ujar Destita.
Ia juga menekankan pentingnya adaptasi terhadap perkembangan teknologi, terutama bagi para apoteker dan tenaga kesehatan. “Kita harus tanggap terhadap teknologi dan melek digital. Meskipun banyak proses yang sudah diotomatisasi, peran manusia dalam menganalisis dan mengoperasikan teknologi tetap krusial,” tambahnya.
Seminar ini juga membahas tantangan yang dihadapi oleh dunia farmasi di era digital, seperti keamanan dan privasi data, kekhawatiran pemindahan pekerjaan ke sistem otomatisasi, serta regulasi yang terus berkembang. Namun, di balik tantangan tersebut, Destita menyebut ada peluang besar bagi para apoteker untuk memperluas peran mereka, seperti menjadi konsultan kesehatan, mengembangkan aplikasi kesehatan, atau berkolaborasi dengan perusahaan bioteknologi.
“Farmasi tidak hanya tentang meracik obat, tetapi juga tentang inovasi. Kita bisa mengembangkan aplikasi kepatuhan obat atau sistem pengiriman obat berbasis teknologi. Ini adalah peluang besar bagi generasi muda,” kata dia.
Dalam seminar ini, turut diluncurkan produk kosmetik Ghaisani Cosmetic hasil penelitian Program Studi Farmasi Poltekkes Kemenkes Bengkulu. Produk ini telah melalui proses pengawasan dan dinyatakan aman untuk digunakan, sebagaimana disampaikan oleh Kepala BPOM Bengkulu, Yogi Abaso Mataram.
“Kami telah mendampingi proses produksi dan memastikan bahwa produk ini memenuhi standar keamanan dan mutu yang ditetapkan,” ujar Yogi.
Meski pabriknya tidak di Bengkulu, namun Yogi memastikan untuk keamanan mutu dan produknya sudah melalui tahap pendampingan dan pengujian, serta diawasi di tempat daerah di produksinya.
Resva dalam penutupnya berharap Seminar ini dapat menjadi wadah bagi para mahasiswa dan tenaga kesehatan untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan di era revolusi industri 6.0. Dengan menguasai teknologi dan terus berinovasi, dunia farmasi di Indonesia diharapkan dapat bersaing secara global dan memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.
Acara ditutup dengan sesi tanya jawab dan diskusi interaktif antara peserta dan narasumber. (Redaksi)