Mukomuko, Wordpers.id — Dugaan penguasaan kawasan hutan secara ilegal oleh sejumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Bengkulu kembali mencuat. Berdasarkan data yang dihimpun Genesis Bengkulu, tercatat 13 perusahaan sawit diduga beroperasi tanpa izin di dalam kawasan hutan, dengan tujuh di antaranya berlokasi di Kabupaten Mukomuko.
Fakta ini terungkap melalui analisis spasial dan pendataan yang dilakukan Genesis Bengkulu. Temuan tersebut memperlihatkan adanya pelanggaran hukum yang berpotensi mempercepat laju deforestasi di wilayah Bengkulu.
“Penguasaan kawasan hutan oleh korporasi ini merupakan pelanggaran serius yang berdampak besar terhadap lingkungan dan masa depan ekosistem di Bengkulu, khususnya di Mukomuko,” ungkap perwakilan Genesis Bengkulu, Jumat (27/6/2025).
Data menunjukkan, perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dan diduga kuat melakukan aktivitas usaha di dalam kawasan hutan produksi, hutan produksi terbatas (HPT), dan hutan produksi konversi (HPK) secara ilegal.
Tuntutan Penegakan Hukum
Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP K-P-K) Kabupaten Mukomuko mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap dugaan pelanggaran ini.
“Penegakan hukum atas perambahan kawasan hutan oleh korporasi sudah jelas diatur dalam berbagai perundangan. Jangan ada kesan pembiaran. Kami minta ini ditindak tegas,” tegas Praktisi Hukum Mukomuko, Weri Trikusumaria, S.H., M.H.
Weri menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah dan meminta Gubernur Bengkulu Helmi Hasan agar serius menertibkan kawasan hutan yang telah lama dikuasai secara ilegal.
“Kita berharap Gubernur Helmi Hasan bisa bertindak tegas. Ini bukan hanya soal pengusaha lokal, tetapi juga melibatkan korporasi besar. Jangan sampai pemerintah terlihat tidak berkutik di hadapan perusahaan-perusahaan sawit,” ujar Weri.
Ia menambahkan, praktik alih fungsi lahan hutan di Mukomuko sudah berlangsung lama dan melibatkan banyak pihak, mulai dari oknum pemerintah desa, pejabat daerah, hingga pemodal besar.
Dugaan Libatkan Pejabat Publik
Weri juga menyinggung kabar adanya keterlibatan oknum pejabat legislatif di Mukomuko yang diduga telah dipanggil oleh penyidik Polda Bengkulu terkait kasus ini.
“Kalau benar ada unsur pimpinan DPRD yang terlibat, ini sangat memprihatinkan. Pejabat publik seharusnya menjadi garda terdepan menjaga lingkungan, bukan justru merusaknya,” katanya.
Ia menegaskan bahwa jika keterlibatan pejabat publik terbukti, sanksi hukum yang dijatuhkan harus lebih berat mengingat mereka memahami aturan dan undang-undang.
“Kami minta aparat penegak hukum profesional dan tegak lurus dalam menangani kasus ini. Masyarakat menunggu keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu,” tutup Weri.
Dukungan Penertiban Melalui Perpres
Pemerintah pusat juga telah menyiapkan instrumen hukum untuk menertibkan kawasan hutan. Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
Melalui Perpres tersebut, Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dibentuk untuk mengambil langkah tegas dalam mengatasi penguasaan kawasan hutan yang tidak sesuai aturan. Satgas PKH memiliki kewenangan melakukan paksaan pemerintah (bestuursdwang) dan pengenaan uang paksa (dwangsom), meski tidak berwenang melakukan penyitaan dan penyegelan.
Genesis Bengkulu menyebutkan, Mukomuko memiliki luasan kawasan hutan mencapai 80.022 hektare, yang terdiri atas beberapa zona hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi konversi. Namun, sebagian besar kawasan tersebut kini diduga telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit secara ilegal.
Berikut rincian kawasan hutan di Mukomuko:
Hutan Produksi Air Rami: 5.058 Ha
Hutan Produksi Air Teramang: 4.780 Ha
Hutan Produksi Air Dikit: 2.260 Ha
HPT Air Ipuh I: 22.260 Ha
HPT Air Ipuh II: 16.748 Ha
HPT Air Manjuto: 25.970 Ha
HPK Air Manjuto: 2.891 Ha
Hingga kini, dua perusahaan yakni PT Bentar Arga Timber (BAT) dan PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) tercatat telah mengantongi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) di kawasan tersebut. Namun, PT BAT diduga kuat telah merambah hingga ke kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan lalai melakukan reboisasi.
Situasi ini semakin diperparah dengan informasi bahwa sebagian lahan bekas pemanfaatan kayu telah dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Masyarakat dan aktivis lingkungan kini menunggu langkah tegas dari Gubernur Helmi Hasan, Satgas PKH, dan aparat penegak hukum dalam menertibkan penguasaan ilegal kawasan hutan di Mukomuko.(*)