Pak Jokowi, Saya Ingin Curhat tentang Korona

Oleh : Restu Alpiansah 

Virus corona yang telah melanda negeri membuat hati saya selaku generasi muda menjadi benar-benar merasa nyeri. Hati saya ingin berusaha untuk tenang, namun lingkungan sekitar yang kurang kondusif membuat hati saya menjadi meletup-letup tegang.

Rasanya ingin pingsan, namun bukan karena virus, namun karena emosi masyarakat yang sudah makin memberangus.

Pak presiden, saya paham betul jika saat ini anda sedang berjuang keras untuk melindungi masyarakat Indonesia dari serangan virus yang bisa merenggut nyawa manusia ini. 

Dalam tulisan ini, saya tidak ingin menghujat ataupun menjelekkan kinerja dan usaha bapak, saya hanya ingin menyampaikan isi hati. Agar hati bisa menjadi sedikit lega, walau bencana ini akan tetap ada. 

Sudah hampir seminggu kebijakan istirahat empat belas hari di rumah berlangsung. Kebijakan ini dipercaya bapak dapat mengurangi penyebaran dari virus tersebut. Semua jenjang sekolah diliburkan. 

Namun sayangnya, anak-anak sekolah malah berbondong-bondong untuk pergi liburan. Anak-anak di kompleks rumah saya malah saling kunjung-mengunjungi untuk bermain. Mereka benar-benar polos, dengan rasa bahagia menyambut kebijakan bapak.

Kampus-kampus diliburkan, kegiatan perkuliahan dilakukan secara daring. Namun kenyataan yang terjadi malah begitu miris. Tidak semua mahasiswa memiliki koneksi internet yang memadai, sehingga secara terpaksa mereka harus pergi ke kafe-kafe tongkrongan untuk mendapatkan fasilitas internet gratis.

Ini sama saja bohong, pak! Bukannya menjauhi bencana, malah mengundang duka.

Kasus korona ini menginformasikan kepada negara bahwa jaringan internet di negeri ini tidak merata. Program belajar jarak jauh yang bapak dengung-dengungkan serasa percuma. Karena mahasiswa dan siswa sekolah akan kesulitan untuk melakukan kegiatan pembelajaran. 

Jadi tidak salah jika akhirnya mereka memilih untuk bermain keluar rumah. “Diam Saja di Rumah” berubah menjadi “Ayo Pergi Main ke Masing-Masing Rumah”

Mereka ternyata belum paham dengan isi berita yang selama ini disiarkan. Apa yang sudah bapak imbau kemarin kemungkinan besar tidak dimengerti oleh para orang tua di rumah. 

Yang bandel pun bukan hanya anak-anak, para orang tua pun tetap keluyuran ke sana-kemari seperti merasa tidak terjadi apa-apa. Kata mereka, “Kalau tidak keluar, tidak punya uang untuk bertahan hidup.”

Kita memang sedang dilema dengan kebijakan bapak. Di satu sisi, mereka semua memang sangat ingin untuk berdiam diri di rumah, berkumpul hangat dengan keluarga tercinta. 

Namun di sisi lain, mereka bukanlah anggota aparatur sipil negara yang keuangannya ditanggung oleh negara. Bagi mereka, tidak keluar bekerja berarti memotong rantai makan hidup mereka. Saya paham, bapak pun sedang berpikir keras untuk masalah ini. 

Masalah berikutnya adalah terkait dengan berita bohong yang beredar di kalangan masyarakat. Masyarakat Kota yang memiliki pendidikan yang cukup mungkin akan mampu menyaring ini dengan cerdas. Namun masyarakat di daerah pedesaan akan benar-benar menyantap berita bohong tersebut dengan mentah-mentah.

Kemarin saja, di daerah saya di Kabupaten Lombok Timur beredar kabar jika semua pasar akan ditutup, sebagai efek dari virus korona. 

Selaku anak muda yang melek teknologi, saya akan sangat mudah untuk mengetahui kebenaran informasi tersebut. Namun di sisi lain, ada orang-orang awam yang menyantap berita itu dengan mentah begitu saja, dan pasar pun akhirnya benar-benar kosong pembeli. Pihak pemerintah daerah menjadi kelabakan mengatasi masalah tersebut.

BACA JUGA:  Mengenal Sosok Sumardi (Kombes), Pelayan Masyarakat Yang Terus Aktif Membantu

Di saat negeri sendiri sedang diserang oleh virus pandemi, rakyat sendiri malah memperkeruh suasana dengan menyebar berita dengki. Di saat saudara sedang bertarung takut dan kepanikan, saudara sendiri malah menggoreng keadaan tersebut dengan berita-berita bohong yang merusak kondisi ketenangan masyarakat.

Tak jarang, unsur politik pun dimasukkan menjadi minyak pelicin untuk memperlancar niat busuk memenuhi hasrat kekuasaan sendiri.

Bapak Presiden, jika di daerah Jakarta sana masyarakatnya sudah paham dengan instruksi bapak. Di daerah Lombok pedesaan sini, malah seperti sedang tidak terjadi apa-apa. Masyarakat tetap bebas berkeliaran tanpa ada sangsi yang mengikat. 

Pihak pemerintah daerah mengatakan jika provinsi Nusa Tenggara Barat ini masih kosong kematian karena korona. Namun saya sendiri malah ragu, ini semua bukan karena tidak ada korban, namun karena belum ada yang terdeteksi.

Istilah-istilah asing yang jajaran bapak pergunakan seperti Long Distancing, Work from Home, dan lain sebagainya sepertinya terlalu ribet untuk dipahami oleh orang-orang awam. 

Saya berpikiran lucu, mungkin saja masyarakat Lombok agak bebal dengan instruksi bapak karena mereka tidak paham dengan istilah-istilah tersebut. Mungkin bapak terlalu Gaul untuk mereka yang masih terbata-bata berbahasa Indonesia. Ini hanya guyonan saya saja, Pak!

Masyarakat Lombok tidak bisa terus-terusan dibiarkan seperti ini, Pak. Tenang itu memang penting, namun jika terlalu tenang seperti ini, beraktivitas tanpa jeda ke sana-kemari seperti sedang tidak terjadi apa-apa adalah masalah yang genting yang perlu bapak tengok. 

Di sini, korona benar-benar seperti tak memiliki harga diri. Saya memang senang karena mereka tidak panik. Namun jika perilaku mereka ini terlalu “Santuy” pakai banget, saya benar-benar ngeri menyaksikannya.

Saya tahu masalah ini begitu pelik. Itulah sebabnya mengapa saya tidak mau protes dan melawan terhadap kebijakan bapak. Saya tahu dan benar-benar berusaha untuk mengerti, bahwa apa yang bapak dan jajaran menteri lakukan sekarang adalah langkah terbaik yang sedang bapak siapkan. Saya tahu bapak ini adalah orang baik, yang akan selalu mengedepankan kepentingan rakyatnya.

Saya tetap berdoa untuk kesehatan bapak. Namun bapak juga sudah tahu, berdoa tanpa usaha tidak akan pernah berbuah apa-apa. 

Saya yakin masalah ini akan menemukan jalan keluar. Kita semua akan baik-baik saja. Tuhan tidak akan memberikan ujian melebihi kekuatan hambanya sendiri. Mungkin saja ujian ini adalah cara Tuhan untuk menunjukkan kasih sayangnya yang begitu dalam.

Bapak Presiden, tetaplah kuat dan sehat di sana. 

Beban berat yang sedang menggerogoti negeri semoga lekas pulih. Saya tahu, meski di luar sana bertebaran manusia-manusia biadab yang menyebarkan berita bohong karena dendam politik, masih ada orang-orang baik dan tulus yang mendoakan bapak agar tetap sehat dan kuat untuk menyelamatkan negeri ini. Saya pribadi, sangat sayang dengan bapak presiden.

Terima kasih untuk kerja kerasnya yang sudah tak mengenal lelah. Keringat yang bapak telah keluarkan pun mungkin sudah melewati ambang batas. Namun saya percaya jika Tuhan telah menitipkan kesabaran dan kekuatan yang tak terbatas.

Terima kasih telah menjadi orang baik untuk negeri ini.

Penulis adalah Accountant, Educator, and Writer of The Trophy of Love