Oleh: Ali Farkhan Tsani
Menurut sejarah, awal pemberian nama bulan Ramadhan, adalah ditetapkan berdasarkan keadaan musim yang terjadi pada bulan tersebut, yaitu musim sangat panas atau ramdhaa’ (رمضاء).
Imam An-Nawawi dalam Kitab Tahdzib al-Asma wa al-Lughat, menyebutkan beberapa pendapat ahli bahasa, terkait asal penamaan Ramadhan, di samping memiliki makna sangat panas, juga diambil dari kata ar-ramidh (الرميض), yang artinya awan atau hujan yang turun di akhir musim panas, memasuki musim gugur.
Hujan disebut juga dengan ar-ramidh karena melunturkan pengaruh panasnya matahari. Sehingga bulan ini disebut Ramadhan, karena membersihakn badan dari berbagai dosa.
Pendapat lain menyebutkan, nama Ramadhan diambil dari pernyataan orang Arab ramdhan an-nashl (رمضت النصل) yang artinya mengasah tombak dengan dua batu sehingga menjadi tajam. Ini karena masyarakat Arab pada masa silam mengasah senjata mereka di bulan ini, sebagai persiapan perang pada bulan Syawal, sebelum masuknya bulan haram.
Sementara Imam Al-Qurthubi menjelaskan, dinamakan bulan Ramadhan karena pada bulan itu dapat mengugurkan (membakar) dosa-dosa dengan amal shalih.
Begitulah, dinamakan Ramadhan juga karena karena tenggorokan orang-orang yang berpusa terasa kering akibat hawa panas bulan tersebut.
Panas juga didasarkan karena perut orang-orang yang berpuasa tengah terbakar pada bulan itu akibat menahan makan dan minum seharian.
Panas membakar bisa juga berarti karena bulan Ramadhan memberikan energi untuk membakar dosa-dosa yang dilakukan manusia.
Dalam buku “Essentials of Ramadan, The Fasting Month” karya Tajuddin Shuaib disebutkan, bahwa setelah umat Islam mengembangkan kalender berbasis bulan (Qamariyah), rata-rata 11 hari lebih pendek dari kalender berbasis matahari (kalender Masehi). Bulan Ramadhan tidak lagi selalu bertepatan dengan musim panas.
Maka, orang lebih memahami panasnya Ramadhan secara metaforik (kiasan). Karena pada hari-hari Ramadhan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas karena kehausan. Hal ini juga bermakna dengan ibadah-ibadah di bulan suci Ramadhan, maka dosa-dosa terdahulu hangus terbakar dan setelah Ramadhan mendapat ampunan.
Karena itu, pada bulan Ramadhan itulah, umat Islam menata ulang dan memperbaharui kekuatan fisik, spiritual dan akhlaknya, sebagaimana panas merepresentasikan sesuatu yang dapat mencairkan materi. (Sumber : Khazanah Ramadhan, Univesitas Pakuan, 2022).
Oleh karena itu, pada bulan Ramadhan yang mulia ini jiwa umat Islam dibakar, ditempa, serta digembleng dengan berbagai amaliyah Ramadhan, agar hawa nafsu tertundukkan dan lumuran dosa-dosanya terkikis habis. Hingga seusai Ramadhan tercapailah derajat taqwa di sisi Allah. Hingga memperoleh ampunan Allah, seperti yang Rasul janjikan:
وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya : “Barangsiapa berpuasa karena imannya (kepada Allah) dan hanya mengharapkan (ridha-Nya), niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Pada hadits lain disebutkan:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَعَرَفَ حُدُوْدَهُ وَتَحَفَّظَ مِمَّا كَانَ يَنْبَغِيْ اَنْ يُتَحَفَّظَ مِنْهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Artinya : ”Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan menjaga segala batas-batasnya, serta memelihara diri dari segala yang baik dipelihara diri darinya, niscaya puasanya itu menutupi dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR Ahmad dan Al-Baihaqi dari Abu Sa’id Radhiyallahu ‘Anhu).
Semoga kita dengan puasa Ramadhan ini dapat membakar dan menghapus dosa-dosa kita sepanjang setahun lalu. Aamiin. (Mina)
Penulis Adalah , Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)