Catatan 2019 Cahaya Perempuan WCC Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan

Wordpers.id – Dalam merayakan Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2020 untuk Dunia yang Adil bagi Seluruh Manusia, Cahaya Perempuan WCC merilis Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Cahaya Perempuan WCC Tahun 2019 mencatat ada 386 kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak perempuan di provinsi Bengkulu (Sumber: Data Dampingan Cahaya Perempuan WCC dan Media Lokal di Bengkulu, tahun 2019). Dari data tersebut tercatat sebesar 67,35% kasus Kekerasan Seksual dan 32,64% kasus Non Kekerasan Seksual yakni kekerasan fisik, psikologis dan ekonomi terhadap istri (KTI).

Data dampingan perempuan korban kekerasan Cahaya Perempuan WCC mencatat ada 73 kasus, sebesar 54,79% (37 kasus) perempuan mengalami kekerasan non seksual dan sebesar 45,20% (33 kasus) perempuan mengalami kekerasan seksual. Sedangkan data dari media lokal Bengkulu mencatat kasus kekerasan seksual tertinggi yaitu pencabulan sebanyak 110 kasus, perkosaan 39 kasus, incest 27 kasus, Kekerasan Dalam Pacaran/KDP 16 kasus dan lainnya dari total 313 kasus.

Dari keseluruhan jenis kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi, KDRT (Kekerasan Terhadap Istri/ KTI) merupakan jenis kasus tertinggi sepanjang tahun 2019 yakni sebesar 115 kasus dari total 386 kasus. Pengadilan Tinggi Agama (PTA) provinsi Bengkulu mencatat data Perceraian di tahun 2019 sebanyak 3.293 kasus; 873 cerai talak aduan suami dan 2.420 cerai gugat aduan istri. Jika dibandingkan data PTA tahun 2018 kasus perceraian yang terjadi sebanyak 2.850 kasus; 746 cerai talak aduan suami dan 2.104 cerai gugat aduan istri, artinya terjadi peningkatan angka perceraian sekitar 15,54% (443 kasus). Penyebab terjadinya perceraian yang didominasi karena cerai gugat aduan istri di tahun 2019 yaitu; 1) Perselisihan dan pertengkaran terus menerus sebanyak 2.608 kasus, 2) Pasangan (sebagian besar suami) meninggalkan istri sebanyak 460 kasus,  3) Persoalan ekonomi (termasuk penelantaran ekonomi terhadap istri) sebanyak 160 kasus, 4) KDRT (psikologis, fisik, seksual) sebanyak 22 kasus, 5) Poligami sebanyak 7 kasus, 6) Perzinaan sebanyak 5 kasus, 7) dan lainnya: Suami mabuk, madat, judi dan dipenjara.      

Sepanjang tahun 2019 tercatat ada 9 bentuk Kekerasan Seksual terhadap perempuan dan anak perempuan terdiri dari: Pemaksaan Hubungan Seksual Dalam Perkawinan (Marital Rape), Incest, Kekerasan Seksual Dalam Pacaran, Pelecehan Seksual, Percobaan Perkosaan, Perkosaan, Pencabulan, Percobaan Pencabulan, dan Perkawinan Anak (ada unsur pemaksaan perkawinan terhadap anak) karena mengalami Kehamilan Tak Diinginkan/KTD). Data dari Pengadilan Tinggi Agama provinsi Bengkulu mencatat telah terjadi 285 kasus Perkawinan Anak sepanjang tahun 2019. Jika dibandingkan data tahun 2018, kasus Perkawinan Anak tercatat sebanyak 206 kasus. Dalam satu tahun saja telah terjadi peningkatan Angka Perkawinan Anak sekitar 38% di Bengkulu. Faktor penyebabnya adalah akibat KTD baik karena kekerasan seksual (perkosaan), melakukan hubungan seks tanpa unsur pemaksaan serta karena faktor kemiskinan dan masih ditemui budaya kawin usia anak jika tidak dianggap perawan tua dan menjadi budaya dalam klan keluarga tertentu seperti di desa dampingan Cahaya Perempuan WCC di kabupaten Rejang Lebong.

CATAHU 2019 ini menggambarkan beragam spektrum Kekerasan Terhadap Perempuan yang terjadi di provinsi Bengkulu. Beberapa kasus yang perlu mendapatkan perhatian diantaranya adalah KDRT/KTI termasuk pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan (Marital Rape) dan Perkawinan Anak  (atas unsur pemaksaan demi martabat dan moral keluarga), menunjukkan bahwa perempuan (istri dan anak perempuan) mengalami kerentanan tertinggi mengalami kekerasan di ranah personal sebesar 54,92% dan sebesar 45,07% di ranah komunitas. Di ranah personal perempuan mengalami kekerasan dari pasangan suami, ayah kandung/tiri, saudara kandung/tiri, paman, pacar, dan kakak ipar, sedangkan di ranah komunitas perempuan mengalami kekerasan dari tetangga, teman, atasan, rekan kerja dan orang tak dikenal.

Sangat jelas terlihat bahwa perempuan (istri dan anak perempuan) tidak mempunyai hak otonomi pada dirinya mulai dari: tubuh, pikiran, dan jiwanya sebagai satu kesatuan yang utuh, yang tidak boleh dipilah-pilah dan dikontrol oleh siapapun. Perempuan tidak mempunyai hak untuk memutuskan untuk kawin atau tidak kawin apapun penyebabnya, atau memutuskan tidak melanjutkan kehamilannya akibat perkosaan, atau tidak berkeluarga, atau memutuskan bentuk keluarganya. Semua itu adalah hak-hak pribadi yang melekat pada perempuan yang harus dilindungi dan dipenuhi oleh Negara agar perempuan terbebas dari segala bentuk kekerasan seksual dan diskriminasi.

Perempuan merupakan mahluk utuh, yang berhak memutuskan apa yang baik bagi diri dan masa depannya. Perempuan berhak untuk menikmati privasi, menikmati hidup, dan kami bertanggung jawab penuh atas dirinya. Kami perlu mengingatkan Negara bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Kekerasan Seksual terus meningkat sebagaimana telah berulang kali kami tunjukkan dalam data-data setiap tahunnya. Bahwa hak-hak perempuan petani, perempuan pekerja khususnya pekerja rumahan masih sering dilanggar bahkan diabaikan secara sistematis.

Dalam perayaan Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2020, kami mengajak semua elemen; masyarakat dan para stakeholder untuk mendorong Negara (Pemerintah Nasional, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di provinsi Bengkulu)  agar :

1. Melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan berbasis seksual dan gender sebagai mana tercantun dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan UU No. 23 tahun 2014 tentang Penghapusan KDRT.

2. Meninjau ulang Peraturan Penyelenggaraan PERDA No. 21 tahun 2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di provinsi Bengkulu. 

3. Mensosialisasikan Revisi UU Perkawinan No. 16 tahun 2019 mengenai usia minimum untuk kawin; mengawasi implementasinya di dalam masyarakat.

4. Mendorong Pemerintah Provinsi, Kabupaten Seluma dan Kota Bengkulu untuk percepatan implementasi Peraturan Gubernur Bengkulu No. 33 tahun 2018 tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak, Peraturan Bupati Seluma No. 27 tahun 2018 tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak, Peraturan Walikota Bengkulu No. 64 tahun 2019 tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak

5. Mendorong Pemerintah Kabupaten (yang belum) untuk menetapkan Peraturan Bupati tentang Pencegahan Perkawinan Usia Anak.

6. Mendukung segera Pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual.

7. Memasukan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan sebagai Agenda Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Bengkulu.

8. Negara menjalankan amanah CEDAW yang telah diundangkan di UU No.7 Tahun 1984 pasal 2 yang pada dasarnya mengharuskan Negara membuat peraturan-peraturan yang tepat, termasuk pembuatan undang-undang, untuk mengubah dan menghapuskan undang-undang, peraturan-peraturan, keblasaan-kebiasaan dan praktek-praktek yang diskriminatif terhadap perempuan. (333)