JAKARTA | Pengamat politik dan militer dari Universitas Nasional Selamat Ginting menyatakan tidak setuju pendapat mantan Menkopolhukam Mahfudz MD yang bilang bahwa sudah benar polisi di bawah presiden.
“Saya tidak setuju pernyataan Pak Mahfud. Justru persoalan di kepolisian karena lembaga ini berada langsung di bawah presiden. Listyo merasa hebat dan kuat karena atasannya Presiden,” kata Ginting dalam Dialog Kebangsaan berjudul “Polisi Pelayan Rakyat atau Pelindung Oligarki,” yang diselenggarakan oleh Liranews.com, Selasa, 14 Oktober 2025.
Menurut Ginting polisi merasa lembaga paling kuat. “Di satu sisi bertugas penegakan hukum, di sisi lain posisi di bawah presiden sehingga mereka merasa menjadi super body, akibatnya polisi menjadi alat kekuasaan Presiden,” paparnya.
Ginting juga heran terhadap polisi yang tidak memproses kasus-kasus besar yang tidak ada diproses. “Tiga kasus besar Sambo, Tedy Minahasa, dan Kanjuruhan tidak ada sanksi sama sekali. Tidak ada kelanjutannya,” tegasnya.
Selamat Ginting tidak setuju kepolisian berada di bawah Kemendagri. Ia lebih setuju kepolisian berada di bawah Kementerian Hukum, karena masih satu rumpun dalam penegakan hukum dan mudah mengontrolnya. Sementara untuk Brimob, Ginting lebih setuju kepolisian berada di bawah Kementerian Pertahanan.
Reformasi kepolisian kata Ginting harus bersifat struktural, kultural, dan hukum dalam arsitektur ketahanan nasional.
Jangan sampai, kata Ginting, polisi bekerja sendiri. Contoh dalam kasus dugaan ijazah Jokowi. Polisi tidak melibatkan kejaksaan. Polisi sampai mengurusi separatisme tetapi kasus ijazah palsu diputuskan sendiri.
Sementara Wakapolri 2013-2014 Komjen Oegroseno menegaskan bahwa kepolisian tidak bisa dibubarkan. “Kepolisian harus tetap ada dan di bawah presiden. Kalau berada di bawah kementerian, akan terjadi jual beli jabatan,” tegasnya.
Oegroseno menyatakan setuju Parcok (Partai Coklat) dibubarkan. Ia merasa terganggu dengan istilah Parcok, sebab sesungguhnya tidak ada Parcok, yang ada hanya polisi.
“Jadi, bubarkan istilah Parcok, kembalikan ke istilah yang benar, yakni polisi. Polisi tetap dibutuhkan,” paparnya.
Pengamat Kebijakan Publik Sofyan Said menyarankan kepolisian dikembalikan ke posisi semula di bawah Kementerian Dalam Negeri. Tujuannya agar mudah dikontrol dan tidak berada di bawah presiden langsung. (*).