Konsorium PERMAMPU Desak Pemerintah Perhatikan Layanan Kesehatan Perempuan Miskin di Masa Pandemi

Bengkulu, Wordpers.id  – Konsorsium delapan organisasi perempuan Mitra MAMPU (PERMAMPU) se Sumatera mendesak pemerintah perhatikan layanan kesehatan perempuan miskin di masa pandemi COVID-19.

Selaku anggota konsorsium PERMAMPU, Cahaya Perempuan WCC melalui Direktur Eksekutif CPWCC, Tini Rahayu mengatakan, peningkatan kemiskinan di masa pandemi mencapai 26,42 juta orang per Maret 2020. Di mana pada kondisi itu, tantangan yang dihadapi perempuan di pedesaan lebih serius dibandingkan pada masyarakat kota.

“Hal ini karena kurangnya layanan akibat ketimpangan dan keterbatasan akses kesehaatan di masa pandemi sehingga banyak masyarakat takut untuk pergi ke pusat kesehatan. Apalagi banyak perempuan miskin tidak disertai pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual,” kata Tini, Minggu.

Perempuan di desa khususnya perempuan miskin dihadapkan pada minimnya akses terhadap sumber daya dan layanan publik, serta posisi mereka di masyarakat adat. Tini menilai, kontribusi perempuan petani yang begitu tinggi terhadap ketersediaan pangan kurang mendapat perhatian bahkan kurang terlihat.

“Jatuhnya harga produksi pertanian pangan akhir-akhir ini sangat memukul petani perempuan, dan perempuan pedesaan yang bergerak di agribisnis. Ini terjadi di hampir 214 desa di 35 kabupaten-kota yang menjadi wilayah dampingan,” kata Tini.

Dari 23.610 anggota kelompok perempuan yang didampingi, mayoritas adalah perempuan desa, miskin dan bergerak di bidang pertanian, baik sebagai buruh tani, petani gurem, maupun sebagai perempuan usaha kecil dan mikro di bidang agri bisnis. Hal ini masih ditambah beban peran reproduksi perempuan karena bekerja dari rumah dan mengurus anak-anak yang sekolah dari rumah sejak pandemi melanda Indonesia.

“Termasuk peningkatan KDRT sebagaimana temuan survey Komnas Perempuan 2020 yang menyebut korban yang melaporkan semakin sering mengalami kekerasan saat COVID-19, ada sekitar 88% perempuan dari 2.285 responden, yang berdasarkan pengalaman PERMAMPU korban sulit mengadu karena keterbatasan mobilitas dan kebebasan untuk mengadu,” katanya.

“Secara khusus juga terdapat kekhawatiran para perempuan muda untuk terjebak kepada perkawinan anak dan dini, khususnya bagi yang tinggal di pedesaan maupun yang berasal dari keluarga miskin,” tambah Tini.

Dalam pertemuan besar perwakilan Forum Perempuan Muda dampingan dengan anggota berjumlah 20.933, se Sumatera mendesak pemerintah untuk memastikan agar layanan kesehatan di Puskesmas seperti akses ke kontrasepsi, imunisasi, akses ke pemeriksaan kehamilan, penanganan giziatau stunting, dan pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat terus berjalan.

Kemudian mengaktifkan pusat layanan untuk pengaduan, dan merespons cepat soal-soal HKSR dan Kekekerasan Terhadap Perempuan, khususnya KDRT dan Kekerasan seksual; dan agar perkawinan di usia anak dan usia dini terus dicegah, memastikan harga jual produk pertanian di tingkat petani dengan harga yang memadai sehingga meringankan beban petani untuk memproduksi pangan kembali dan kebutuhan hidup keluarga.

Terakhir, pihaknya mendesak agar pemerintah mengoptimalkan pengelolaan dana refocusing COVID-19 di tingkat desa, Kabupaten dan Provinsi yang dapat adaptif dengan kondisi di masa pandemi serta membangun resiliensi ketangguhan perempuan pedesaan, petani perempuan, perempuan miskin dan perempuan muda. Termasuk menyediakan data terpilah dan sistem jaminan sosial yang inklusif dan menguatkan.

“Harus ada evaluasi dan optimalisasi pencapaian daerah terhadap 5 tujuan pembangunan berkelanjutan yang harus digarap pemerintah,” kata Tini.