Jayapura — Direktur Perhimpunan Advokasi dan Kebijakan Hak Asasi Manusia (PAK HAM) Papua, menyerukan pentingnya persatuan dan keadilan bagi suku Amungme dan Kamoro dalam menghadapi tantangan yang terjadi saat ini.
Hal ini disampaikan Direktur PAK HAM Papua, Matius Murib, Senin 3 Maret 2025, menyusul pemberhentian 21 karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) asal Amungme dan Kamoro pada 1 Maret 2025, yang dinilai berpotensi memicu konflik.
Murib mengingatkan latar belakang berdirinya Lembaga Musyawarah Adat (Lemasa) suku Amungme, yang dibentuk sebagai respons atas dugaan pelanggaran HAM berat sejak tahun 1990-an. Salah satu momen penting dalam perjuangan ini adalah gugatan pelanggaran HAM dan lingkungan yang diajukan oleh Thom Beanal dan Yosepha Alomang di New Orleans, Amerika Serikat, pada tahun 1994-1995. Gugatan ini berhasil menghasilkan kebijakan 1% dari PT Freeport McMoran yang hingga kini dikelola oleh Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK).
“Proses ini telah melalui perjalanan panjang dan penuh pengorbanan dari berbagai pihak untuk memperkuat kapasitas masyarakat adat suku Amungme dan Kamoro,” ungkap Murib.
Namun, ia juga menyatakan keprihatinan mendalam atas pemberhentian 21 karyawan PTFI yang dilakukan secara sepihak melalui pesan WhatsApp pada 21 Januari 2025.
Menurutnya, hal ini berpotensi memicu ketegangan dan konflik di masyarakat. Untuk mengatasi situasi ini, PAK HAM Papua mengeluarkan beberapa himbauan.
1. Konsolidasi Internal Suku Amungme dan Kamoro: Murib menyerukan agar suku Amungme dan Kamoro segera mengadakan konsolidasi internal bersama lembaga-lembaga adat, seperti melalui Musyawarah Besar (MUBES), untuk mencari resolusi konflik dan menata kembali kelembagaan Lemasa, Lemasko, serta lembaga adat lainnya.
2. Klarifikasi Kebijakan Pemberhentian Karyawan: Pimpinan Lemasa diminta untuk memberikan klarifikasi terkait pemberhentian 21 karyawan tersebut. “Alasan pemberhentian harus jelas. Apakah Direktur Lemasa mempekerjakan mereka berdasarkan perjanjian kerja atau tidak. Masalah ini sebaiknya diselesaikan secara internal Lemasa,” tegas Murib.
3. Refleksi Kebijakan PT Freeport Indonesia: Murib mengingatkan bahwa pada tahun 2017, PTFI telah memberhentikan sekitar 3.000 karyawan dengan alasan meninggalkan tugas selama lima hari berturut-turut. Kebijakan tersebut dilakukan berdasarkan Pasal 168 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan. “Karyawan yang di-PHK karena lalai dalam melaksanakan tugas sesuai perjanjian kerja harus dipahami sebagai kebijakan yang sesuai dengan peraturan tenaga kerja yang berlaku,” jelasnya.
4. Pemetaan Hak Ulayat: PAK HAM Papua juga mendorong konsolidasi pemetaan hak ulayat suku Amungme dan Kamoro di Kabupaten Mimika, yang merupakan bagian dari program kerja lembaga tersebut.
5. Penyelesaian Konflik Secara Damai: Murib menekankan pentingnya penyelesaian konflik secara damai dan dialogis untuk menghindari eskalasi yang dapat merugikan masyarakat adat.
Direktur PAK HAM Papua berharap agar semua pihak dapat bekerja sama untuk menciptakan masa depan yang berkeadilan bagi suku Amungme dan Kamoro.
“Kami percaya bahwa dengan persatuan dan dialog, semua masalah dapat diselesaikan tanpa merugikan hak-hak masyarakat adat,” pungkas Murib. (Red)