Polisi Beberkan Rekam Jejak Hitam Dua Curnamor yang Diamuk Massa di Pringsewu

PRINGSEWU, WORDPERS.ID – Amarah warga di Pekon Panggungrejo, Kecamatan Sukoharjo, Kamis (11/9/2025), seakan mencapai puncaknya ketika dua pria tertangkap basah mencuri sepeda motor. Mereka nyaris menjadi bulan-bulanan massa sebelum polisi datang menyelamatkan. Namun fakta yang lebih mengejutkan muncul ke permukaan, kedua pelaku bukan wajah baru. Mereka adalah residivis kambuhan dengan rekam jejak kriminal panjang.

Kapolres Pringsewu, AKBP M. Yunus Saputra, dalam konferensi pers di Mapolsek Sukoharjo, Jumat (12/9/2025), membeberkan detail riwayat gelap Perli Saputra (33) dan Samsi Apero (28). “Dari catatan ini jelas terlihat keduanya tidak pernah jera. Berkali-kali keluar masuk penjara, namun tetap kembali melakukan kejahatan,” tegas Yunus.

Investigasi kepolisian mengurai bagaimana Perli dan Samsi menjalani karier kriminal mereka. Perli Saputra pertama kali dipenjara pada 2014 karena narkoba dan kepemilikan senjata api ilegal. Empat tahun berselang, 2018, ia kembali ditangkap untuk kasus pencurian dengan pemberatan. Tahun 2021 ia kembali mendekam karena senjata api, dan pada 2022, dihukum tiga tahun penjara atas kasus pencurian lain. Sementara itu, Samsi Apero juga tak kalah panjang rekam jejaknya. Ia pertama kali dipenjara 2014 atas kasus pencurian dengan kekerasan. Pada 2019 ia divonis dua tahun karena penipuan, lalu pada 2020 kembali divonis tiga tahun dalam kasus berbeda.

Dari catatan tersebut, terlihat jelas bahwa penjara bagi keduanya hanyalah persinggahan sementara sebelum kembali beraksi. Fakta bahwa mereka berulang kali melakukan kejahatan menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa hukuman berkali-kali tidak pernah memberi efek jera? Apakah ada kelemahan dalam sistem pembinaan narapidana? Ataukah vonis yang dijatuhkan terlalu ringan sehingga tidak menimbulkan rasa takut?

Di balik catatan hukum, ada ironi yang mencolok. Negara telah mengeluarkan biaya besar untuk proses hukum, penyidikan, hingga pembinaan di lapas. Namun hasilnya nihil: pelaku kembali ke jalanan, dan masyarakat kembali menjadi korban. “Kalau berkali-kali masuk penjara lalu kembali berbuat, berarti ada yang tidak beres. Entah sistem pembinaan yang lemah, atau vonis yang terlalu lunak. Ini bahaya, karena bisa melahirkan lingkaran kriminal tanpa ujung,” ungkap seorang pemerhati hukum pidana yang enggan disebutkan namanya.

Peristiwa diamuknya kedua pelaku juga merefleksikan gejolak sosial yang lebih dalam. Warga yang geram memilih melampiaskan emosi dengan tangan sendiri. Polisi memang berhasil mengamankan pelaku, namun kejadian ini membuka tanda tanya: apakah tindakan brutal massa sebenarnya bentuk ketidakpercayaan pada sistem hukum yang dianggap tidak tegas?

“Jangan sampai masyarakat berpikir percuma menyerahkan pelaku ke aparat kalau akhirnya mereka hanya sebentar di penjara lalu beraksi lagi,” ujar seorang warga Panggungrejo dengan nada sinis.

Kapolres sendiri menegaskan agar warga tidak main hakim sendiri. Namun imbauan ini tak bisa menutupi fakta bahwa ketidakpuasan publik terhadap penegakan hukum semakin nyata. Kini, kasus ini bukan hanya soal pencurian motor. Ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum untuk membuktikan bahwa proses hukum bisa berjalan tuntas dan tegas. Jika vonis kembali lunak, masyarakat akan semakin apatis, bahkan bisa bertindak nekat mengambil alih peran aparat.

“Kasus ini harus jadi momentum untuk menegaskan bahwa hukum tidak bisa dipermainkan. Vonis harus tegas, agar lingkaran residivisme bisa diputus,” pungkas Kapolres.

Kasus dua curnamor di Pringsewu ini menjadi potret suram bagaimana residivis terus berkeliaran di jalanan. Penjara seakan hanya jeda singkat, bukan akhir dari kejahatan. Dan selama pola ini berulang, masyarakatlah yang selalu jadi korban. ( Din Warga/ vit)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan