Tanpa Plang, Tanpa APD, Tanpa PBG: Pembangunan Koperasi Merah Putih Mukomuko Dinilai Abaikan Hukum

Mukomuko, Word Pers Indonesia Pembangunan Gedung Koperasi Merah Putih atau Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) di sejumlah desa dalam wilayah Kabupaten Mukomuko menuai sorotan publik. Proyek yang menelan anggaran besar itu diduga mengabaikan ketentuan administratif serta standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Berdasarkan pantauan lapangan, pembangunan gedung koperasi tersebut tidak dilengkapi papan informasi proyek sebagaimana diwajibkan dalam regulasi keterbukaan publik. Akibatnya, masyarakat tidak dapat mengakses informasi mendasar seperti sumber anggaran, nilai kontrak, nomor kegiatan, hingga identitas pelaksana pekerjaan.

Tak hanya itu, aspek keselamatan pekerja juga dinilai diabaikan. Sejumlah pekerja terlihat tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, sepatu keselamatan, rompi, maupun perlengkapan standar lainnya. Kondisi ini dinilai berisiko tinggi dan bertentangan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja.

Padahal, keberadaan papan informasi proyek merupakan kewajiban hukum, bukan sekadar formalitas administratif. Ketiadaannya memicu keresahan warga dan menimbulkan tanda tanya mengenai transparansi pelaksanaan proyek.

Ketua Front Pembela Rakyat (FPR) Mukomuko, Saprin Efendi, secara tegas meminta klarifikasi dari pihak-pihak terkait. Ia mempertanyakan sejumlah hal mendasar, mulai dari alasan tidak dipasangnya papan informasi proyek, nilai anggaran yang digunakan, siapa pelaksana teknis serta penanggung jawab kegiatan, hingga dasar hukum pelaksanaan program Koperasi Merah Putih.

“Kalau program ini benar-benar untuk kepentingan rakyat, maka datanya harus dibuka secara transparan. Jangan sampai masyarakat justru dibuat berprasangka yang tidak-tidak,” ujar Saprin kepada wartawan.

Menurut Saprin, kondisi tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-undang itu, kata dia, secara tegas menjamin hak masyarakat untuk mengetahui perencanaan, pelaksanaan, serta proses pengambilan keputusan dalam kebijakan publik.

“Badan publik wajib menyediakan informasi yang terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat. Jika kewajiban ini diabaikan, ada konsekuensi sanksi, mulai dari teguran, sanksi administratif, denda, hingga pidana,” tegasnya.

Saprin juga mengingatkan bahwa pembangunan Gedung Koperasi Merah Putih didukung anggaran yang tidak kecil. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2025 angka 3 huruf (c), setiap KDMP memperoleh alokasi hingga Rp3 miliar yang bersumber dari pinjaman perbankan Himbara dengan jaminan Dana Desa selama enam tahun.

“Dengan anggaran sebesar itu, seharusnya tidak ada lagi alasan membebani keuangan desa. Apalagi pada akhirnya pemerintah desa juga yang menanggung kewajiban pembayaran pinjaman tersebut,” katanya.

Sementara itu, di tempat terpisah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mukomuko melalui Kepala Bidang Cipta Karya, Budiarto, ST, mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada pengajuan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk pendirian gedung KDMP di desa-desa.

“Betul, setiap pendirian bangunan gedung wajib mengurus PBG. Sampai saat ini, belum ada pengajuan PBG untuk pembangunan gedung koperasi tersebut,” ujar Budiarto saat dimintai tanggapan.

Ia menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 sebagai turunan Undang-Undang Cipta Kerja, nomenklatur Izin Mendirikan Bangunan (IMB) resmi diganti menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

“Setiap bangunan gedung di atas 50 meter persegi, baik milik perseorangan maupun badan hukum termasuk koperasi, wajib memiliki PBG. PBG bukan sekadar izin, tetapi konfirmasi bahwa rencana teknis bangunan telah memenuhi standar keselamatan, tata ruang, dan ketentuan teknis lainnya,” jelasnya.

Menurut Budiarto, ketentuan sanksi bagi bangunan tanpa PBG telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta PP Nomor 16 Tahun 2021. Sanksi dapat berupa denda, penghentian pekerjaan, hingga pembongkaran bangunan.

Selain itu, ia menambahkan bahwa PBG juga berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). “PBG maupun IMB menjadi salah satu sumber PAD melalui retribusi dan biaya perizinan. Pendapatan ini penting untuk mendukung pembangunan dan pelayanan publik di daerah,” pungkas Budiarto.

Reporter; Bambang
Editor: Agus

Posting Terkait

Jangan Lewatkan