Cerpen Oleh Bagus, President Republik SLE * Kehidupan Ratna *
Proyek jembatan desa itu telah mengubah kehidupan Ratna, gadis enam belas tahun yang masih lugu. Pembangunan jembatan baru pengganti jembatan lama buatan Jepang yang berlantai papan, yang sudah sangat tidak layak untuk dilewati.
Proyek ini mendatangkan banyak pekerja dari kota dan luar pulau. Salah seorang pekerja yang berstatus supir angkutan material telah membentang jaring untuk menangkap Ratna, salah seorang kembang desa, lalu menjerumuskan pada lubang yang berlumpur hitam.
Sang supir meninggalkan benih di ladang subur di rahim gadis desa dan lugu tersebut. Lalu hilang begitu saja saat Ratna kebingungan dengan dirinya. Semakin lama semakin besar, akhirnya menggemparkan seluruh desa. Nama keluarga besar ternistakan.
Pekerja proyek ditanya satu-persatu, atasan yang bertanggungjawab terhadap pengadaan material jembatan dimintai keterangan. Tapi keberadaan sang supir pemberi noda pada gadis desa tidak diketahui keberadaan.
Pencarian dilakukan hingga ke rumah si penoda, tapi tak juga ditemui. Akhirnya keluarga menyerahkan pada sang pemilik kuasa dunia.
Janin yang semakin hari semakin tumbuh, dipelihara dengan baik. Tapi si bayi tidak boleh lahir tanpa ayah. Maka dicarilah pemuda yang mau menikah dan menerima kondisi Ratna, gadis yang jadi korban dari laki-laki yang entah lahir dari rahim siapa dan dibesarkan bagaimana dalam keluarganya.
Beruntung, seorang pemuda baik-baik, dari luar pulau siap menikahi Ratna dalam keadaan hamil lima bulan.
Semestinya Ratna bahagia, selain si suami termasuk tampan, baik dan rajin, dia juga mencintai dan menyayangi Ratna dengan ketulusan tanpa syarat. Tapi hatinya semakin hari semakin tumbuh kebencian. Bukan benci pada sang suami, tapi pada laki-laki!
Hanya lima tahun usia rumah tangga mereka. Ratna menggugat cerai suami. Seorang anak perempuan umur dua tahun adalah hasil dari pernikahan sah mereka. Sedangkan benih yg di tanam oleh pekerja proyek jembatan, hanya berusia dua minggu setelah dilahirkan.
Penjelajahan Ratna mencari perusak kehormatannya hingga ke negara tetangga. Tapi tidak berhasil. Malah Ratna dan beberapa orang harus berurusan dengan pihak imigrasi. Karena untuk mencapai negara ini, Ratna dan banyak orang ternyata menjadi korban penipuan. Jadilah mereka penghuni penjara.
Selama Kehidupan di penjara direkam baik-baik di ingatannya. Dijadikan bahan bakar untuk mencari si laki-laki dari neraka jahannam tersebut.
Kehadiran seorang laki-laki baik kembali menghadiri kehidupan Ratna ketika dia keluar dari masa hukuman. Menikah lagi dengan laki-laki baik dan mendapatkan dua orang anak laki-laki yang tampan.
Hingga usia anak-anak mereka empat dan tiga tahun, Ratna membawa keluarganya pulang ke desa.
Ini awal bencana bagi keluarga mereka. Karena Ratna kembali menggugat cerai si suami. Tanpa alasan yang bisa dipahami oleh siapapun.
“Kenapa kamu ceraikan suamimu?” Pertanyaan ini ditujukan oleh hampir seluruh keluarga.
“Karena aku sudah tidak mau lagi.”
Jawab Ratna ringan tanpa ekspresi. Tapi ada sinar yang tidak bisa diungkap. Sesaat, hanya sepersekian detik.
Ratna kembali melangkah. Dan langkahnya tidak berhenti. Tujuan akhirnya jelas, supir tak berharga pekerja proyek jembatan.
“Aku harus ketemu kamu!”
Pada suatu perjalanan di suatu waktu, Ratna bertemu dengan seorang bapak-bapak yang sangat mirip dengan laki-laki perusak hidupnya. Dan tekadnya adalah mencari tahu siapa laki-laki ini. Tidak sia-sia. Laki-laki setengah baya ini adalah orang tua perenggut kegadisannya.
Setelah mengetahui itu, Ratna merasakan semangat hidupnya menyala-nyala. Tekadnya semakin besar.
“Langkahku akan di mulai hari ini!”
Tegas dan tegap kaki perempuan ini. Ada sinar menyala-nyala di matanya.
Hiruk pikuk kendaraan kota kecil mengiringi langkah Ratna. Terik matahari semakin membuat kaki Ratna semakin cepat melangkah. Tujuannya memasuki sebuah salon. Entah apa saja yang di lakukan di dalam sana. Tidak lama kemudian, Ratna keluar. Berubah drastis.
“Kamu akan lihat apa yang akan aku lakukan pada kamu dan keluargamu!”
Entah belajar dari mana, gadis desa pemalu itu akhirnya bisa masuk ke dalam rumah tujuannya, sebagai nyonya muda. Pelan-pelan rumah itu menjadi wilayah kekuasaan Ratna.
“Pah, kita ke kebun yuk… “
Rayu Ratna pada suami barunya, yang berusia dua kali lipat darinya, sambil bergelayut manja di bahu pria tua itu. Pria tua mana yang akan menolak ajakan seperti ini?
“Pah, anak papah satu lagi ke mana ya, sejak kita menikah mamah belum pernah melihat dia… “
Ratna menggandeng tangan suaminya sepanjang jalan desa menuju kebun. Sengaja Ratna lakukan. Tapi dia belum tahu maksudnya.
Di dalam, seorang wanita tua, ibu dari anak pemilik benih yang ditanam paksa di rahimnya dulu, hanya bisa memandang sedih tanpa bisa melakukan apapun.
“Haaahhh… ” Tiba-tiba wajah bahagia laki-laki tadi berubah total. Gelap dan gelisah.
“Lebih baik dia tidak pernah pulang ke rumah!”
Sesaat Ratna mengerling ke lain arah. Tangannya semakin menggelayut manja. Senyum tipis menghias wajah tenangnya.
“Memang dia ada di mana sekarang, pah?”
“Kabar terakhir dia tinggal di kota kabupaten sebelah. Dengan istri dan dua anaknya… “
“Papah tidak berusaha melihat cucu kita?”
Si ‘papah’ memandang dalam-dalam manik mata Ratna. Mencari makna kalimat itu. Ratna semakin menyenderkan wajahnya di bahu tua lelaki yang jadi suaminya. Sekaligus menghindari pandangan menyelidik pak tua.
“Aku harus mendapatkan anak dari laki-laki tua ini!” Tekadnya mulai detik itu.
Ratna membiarkan semua yang terjadi mengalir begitu saja. Dia menghormati dan menghargai istri tua sebagai madunya. Rencana besarnya harus mendapatkan dukungan dari wanita tua yang dengan terpaksa menerima kehadiran Ratna di rumahnya.
Sebagai wanita, dia sadar betul posisinya yang tidak bisa berperan dengan baik sebagai istri. Untuk menjaga kehormatan dirinya dan suaminya yang masih mampu berperan sebagai seorang suami di tempat tidur, dengan berat hati dia mengijinkan si suami menikah lagi dan membawa istri barunya ke dalam rumah yang dia bangun bersama laki-laki yang hampir empat puluh tahun lebih hidup bersamanya.
Ratna berlaku bagai seorang ratu di rumah ini, tanpa melukai siapapun. Dari tiga anak keluarga ini, dua telah dia kenal, dan semakin hari, keduanya semakin mendukung dia sebagai ‘ibu’ mereka, walau umur hampir sama.
Sedangkan laki-laki yang jadi tujuan utamanya, adalah anak tertua di rumah ini, dan telah lama tidak pernah pulang menghadap orang tuanya, setelah dia mempermalukan keluarganya, sejak dia tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ratna telah banyak berubah. Ratna telah banyak mengubah dirinya. Ratna yang telah berevolusi setelah perang batinnya selama ini. Ratna yang telah menyusun rencana dalam pembalasan kehinaan yang dia dapatkan.
Tidak bisa ditebak apa tujuan utamanya. Entah apa ending dari cerita yang akan dia buat, dan dia sebagai bintang utama dari cerita itu, sekaligus sutradaranya.
“Pah, besok kita melihat cucu-cucu kita di kabupaten sebelah ya… “
“Kenapa?” Jawab ‘papah’ kaget. Tidak menyangka Ratna menyampaikan kalimat ini.
“Supaya mamah kenal mereka.”
“Tidak ada gunanya!” Jawab tegas suami Ratna.
“Kakak juga mau ikut lo, pah… Mamah sudah bicara sama kakak… “
“Tidak ada salahnya, pak, kita ke sana. Dia anak tertua kita.”
Suara bergetar madu Ratna terdengar dari ruang tamu. Terdengar jelas sampai di teras tempat Ratna dan suami duduk.
Pagi yang masih berkabut. Cahaya menembus celah-celah daun di sepanjang jalan di desa ini menimbulkan kesan sendiri. Menyajikan lukisan alam yang tidak akan bosan untuk dinikmati.
Mobil yang berisi empat orang berjalan perlahan menyusuri jalan berbatu yang sangat tidak nyaman untuk dilalui. Ratna duduk bersama madu di kursi belakang, sementara suami mereka di samping supir. Ratna bersandar manja pada wanita tua ini, tanpa ada penolakan.
Setelah beberapa kali bertanya, akhirnya mereka sampai pada sebuah rumah. Tidak mewah, tapi sudah melewati sederhana.
Seorang laki-laki usia sekitar tiga puluh lima tahun keluar, setelah mendengar salam dari tamu-tamunya.
“Ayah…?! ” Suaranya menggantung setelah kaget melihat siapa yang datang.
“Ibu… ” Selanjutnya dia menyalami ibunya, walau disambut, tapi tidak terlalu diterima.
“Masuk. Silahkan masuk yah, bu..
” Buru-buru dia mempersilahkan kedua orang tuanya masuk.
Rombongan kecil ini mengikuti permintaan tuan rumah. Tidak terlalu antusias, namun tidak juga menolak. Ratna bersikap biasa setelah melihat wajah tuan rumah.
Dengan susah payah memang. Ada gemuruh yang menggedor-gedor dadanya, tapi berusaha dia alihkan dengan memperhatikan isi ruang tamu.
Ada foto keluarga di dinding. Seorang wanita yang menggunakan toga wisuda, berdiri di sampingnya si tuan rumah yang saat ini mungkin membuatkan minuman untuk tamu-tamunya yang istimewa, dan di depan masing-masing berdiri dua anak perempuan. Sekitar umur tiga tahun di depan pria tadi yang menyambut mereka, dan sekitar satu tahun dalam gendongan si istri.
“Hmmm… Ada anak perempuannya… ” Ada senyum manis di bibir merah Ratna. Dalam hati wanita ini berbisik. Kalimat yang penuh rahasia.
Kehidupan Ratna, suaminya, si madu dan tiga anak tirinya yang sudah berkeluarga semua, biasa-biasa saja. Dalam arti tidak banyak kejadian yang seperti pada sinetron di tivi-tivi.
Seperti tekadnya, Ratna mendapatkan anak dari suaminya saat ini. Seorang bayi laki-laki yang sehat. Yang mengejutkan, ketika sang anak berusia dua tahun, Ratna kembali menggugat cerai si suami tanpa ada alasan yang masuk akal.
Beberapa bulan kemudian, seorang wanita kurus, berpakaian gamis yang sudah tua dan sedikit kotor, terlihat berjualan sayur di pasar induk. Dari subuh hingga setelah maghrib.
Wanita sedikit kelihatan tua dan agak seenaknya dalam berpakaian ini dan hampir menyerupai orang gila, adalah Ratna. Wanita yang sudah tiga kali menikah, dan sudah tiga kali juga menggugat cerai para suaminya.
Kecuali orang-orang yang melihat perubahan tubuhnya, maka tidak ada yang menyangka kalau dia adalah Ratna. Dia telah berusaha sangat keras dalam perubahan dirinya. Entah apa yang ada dalam benaknya. Setiap wanita kelihatan ingin kelihatan bertubuh indah dan tetap cantik, Ratna malah sebaliknya. Apa lagi sekarang, dia menggunakan nama lain, yaitu Denok.
Bertahun-tahun, wanita yang mestinya bisa hidup senang ini, malah menerjunkan diri pada kerasnya hidup di pasar. Tekadnya adalah ingin menyekolahkan anak-anaknya dengan baik, terutama si bungsu yang dia bawa bersamanya. Sedangkan yang lain tinggal bersama kakaknya yang ada di lain kabupaten.
Harapannya lebih banyak dia gantungkan pada anaknya yang saat ini sudah duduk di kelas satu sekolah menengah atas favorit.
Belakangan dia berusaha keras agar si anak bisa mendekati kakak kelasnya yang perempuan. Yang saat ini tinggal di kosan yang tidak jauh dari ‘rumah’ mereka. Hampir tiap hari dia meminta anaknya mengajak sang kakak kelas yang bertubuh agak gendut dan memiliki senyum indah untuk ke rumah. Atau si anak yang main ke kosan kakak kelas tersebut.
Usahanya tidak sia-sia. Keramahan, perhatian dan kebaikan ibu Denok, pada si pemilik rambut seleher tersebut menghasilkan kedekatan putranya yang tinggi, kurus, bersih, dan manis itu.
Sejak dua bulan ini dua remaja tersebut sudah sangat dekat. Ketika si remaja perempuan main ke rumah, Ratna dengan berbagai alasan meninggalkan mereka.
Rumah Denok adalah sebuah rumah tua yang sudah sangat tua, yang dia beli setelah cerai dari suaminya yang terakhir, sedikit agak jauh dari rumah lainnya. Dengan para tetangga, ibu Denok penjual sayur di pasar hampir tidak memiliki waktu untuk bergaul dengan tetangga. Memang kesibukan ibu Denok lah yang menyebabkan demikian.
Tidak ada konfirmasi sebelumnya pada si anak. Tiba-tiba saja dia menjual rumah, dan mengurus kepindahan si anak setelah menerima raport. Pindah entah ke mana.
Seminggu kemudian, serombongan orang mendatangi rumah mereka. Dan hanya mendapatkan penghuni baru yang menyampaikan sepucuk surat dengan ketikan.
“Maaf, di antara rombongan ini, adakah yang bernama Gufron?”
Pertanyaan si pemilik rumah baru segera ditanggapi oleh seorang laki-laki yang berwajah sangat kusut.
“Saya… “
“Ada surat untuk bapak dari pemilik lama rumah ini. Sebentar saya ambil dulu.”
Laki-laki muda yang masih bujangan tersebut masuk ke dalam, dan tidak lama kemudian keluar dengan sebuah amplop putih kotor di tangan dan menyerahkan pada laki-laki yang bernama Gufron.
Gufron merobek amplop, mengeluarkan sepucuk surat di dalamnya, membuka dan segera membaca.
“Anakmu, kamu dan keluargamu akan merasakan bagaimana rasanya dengan apa yang kamu lakukan padaku dua puluh lima tahun yang lalu.
Selama hampir sepuluh tahun aku mencari kamu dan selama itu pula mencari cara membalas perbuatanmu, melebihi sakit dan terhinanya aku dan keluargaku. Dan sekarang aku sangat puas bisa membalas perbuatanmu.
Ayah dari calon cucumu adalah adikmu.
Tertanda Ratna”
Ratna Menikam
Cerpen oleh Bagus SLE
Proyek jembatan desa itu telah mengubah kehidupan Ratna, gadis enam belas tahun yang masih lugu. Pembangunan jembatan baru pengganti jembatan lama buatan Jepang yang berlantai papan, yang sudah sangat tidak layak untuk dilewati.
Proyek ini mendatangkan banyak pekerja dari kota dan luar pulau. Salah seorang pekerja yang berstatus supir angkutan material telah membentang jaring untuk menangkap Ratna, salah seorang kembang desa, lalu menjerumuskan pada lubang yang berlumpur hitam.
Sang supir meninggalkan benih di ladang subur di rahim gadis desa dan lugu tersebut. Lalu hilang begitu saja saat Ratna kebingungan dengan dirinya. Semakin lama semakin besar, akhirnya menggemparkan seluruh desa. Nama keluarga besar ternistakan.
Pekerja proyek ditanya satu-persatu, atasan yang bertanggungjawab terhadap pengadaan material jembatan dimintai keterangan. Tapi keberadaan sang supir pemberi noda pada gadis desa tidak diketahui keberadaan.
Pencarian dilakukan hingga ke rumah si penoda, tapi tak juga ditemui. Akhirnya keluarga menyerahkan pada sang pemilik kuasa dunia.
Janin yang semakin hari semakin tumbuh, dipelihara dengan baik. Tapi si bayi tidak boleh lahir tanpa ayah. Maka dicarilah pemuda yang mau menikah dan menerima kondisi Ratna, gadis yang jadi korban dari laki-laki yang entah lahir dari rahim siapa dan dibesarkan bagaimana dalam keluarganya.
Beruntung, seorang pemuda baik-baik, dari luar pulau siap menikahi Ratna dalam keadaan hamil lima bulan.
Semestinya Ratna bahagia, selain si suami termasuk tampan, baik dan rajin, dia juga mencintai dan menyayangi Ratna dengan ketulusan tanpa syarat. Tapi hatinya semakin hari semakin tumbuh kebencian. Bukan benci pada sang suami, tapi pada laki-laki!
Hanya lima tahun usia rumah tangga mereka. Ratna menggugat cerai suami. Seorang anak perempuan umur dua tahun adalah hasil dari pernikahan sah mereka. Sedangkan benih yg di tanam oleh pekerja proyek jembatan, hanya berusia dua minggu setelah dilahirkan.
Penjelajahan Ratna mencari perusak kehormatannya hingga ke negara tetangga. Tapi tidak berhasil. Malah Ratna dan beberapa orang harus berurusan dengan pihak imigrasi. Karena untuk mencapai negara ini, Ratna dan banyak orang ternyata menjadi korban penipuan. Jadilah mereka penghuni penjara.
Selama Kehidupan di penjara direkam baik-baik di ingatannya. Dijadikan bahan bakar untuk mencari si laki-laki dari neraka jahannam tersebut.
Kehadiran seorang laki-laki baik kembali menghadiri kehidupan Ratna ketika dia keluar dari masa hukuman. Menikah lagi dengan laki-laki baik dan mendapatkan dua orang anak laki-laki yang tampan.
Hingga usia anak-anak mereka empat dan tiga tahun, Ratna membawa keluarganya pulang ke desa.
Ini awal bencana bagi keluarga mereka. Karena Ratna kembali menggugat cerai si suami. Tanpa alasan yang bisa dipahami oleh siapapun.
“Kenapa kamu ceraikan suamimu?” Pertanyaan ini ditujukan oleh hampir seluruh keluarga.
“Karena aku sudah tidak mau lagi.”
Jawab Ratna ringan tanpa ekspresi. Tapi ada sinar yang tidak bisa diungkap. Sesaat, hanya sepersekian detik.
Ratna kembali melangkah. Dan langkahnya tidak berhenti. Tujuan akhirnya jelas, supir tak berharga pekerja proyek jembatan.
“Aku harus ketemu kamu!”
Pada suatu perjalanan di suatu waktu, Ratna bertemu dengan seorang bapak-bapak yang sangat mirip dengan laki-laki perusak hidupnya. Dan tekadnya adalah mencari tahu siapa laki-laki ini. Tidak sia-sia. Laki-laki setengah baya ini adalah orang tua perenggut kegadisannya.
Setelah mengetahui itu, Ratna merasakan semangat hidupnya menyala-nyala. Tekadnya semakin besar.
“Langkahku akan di mulai hari ini!”
Tegas dan tegap kaki perempuan ini. Ada sinar menyala-nyala di matanya.
Hiruk pikuk kendaraan kota kecil mengiringi langkah Ratna. Terik matahari semakin membuat kaki Ratna semakin cepat melangkah. Tujuannya memasuki sebuah salon. Entah apa saja yang di lakukan di dalam sana. Tidak lama kemudian, Ratna keluar. Berubah drastis.
“Kamu akan lihat apa yang akan aku lakukan pada kamu dan keluargamu!”
Entah belajar dari mana, gadis desa pemalu itu akhirnya bisa masuk ke dalam rumah tujuannya, sebagai nyonya muda. Pelan-pelan rumah itu menjadi wilayah kekuasaan Ratna.
“Pah, kita ke kebun yuk… “
Rayu Ratna pada suami barunya, yang berusia dua kali lipat darinya, sambil bergelayut manja di bahu pria tua itu. Pria tua mana yang akan menolak ajakan seperti ini?
“Pah, anak papah satu lagi ke mana ya, sejak kita menikah mamah belum pernah melihat dia… “
Ratna menggandeng tangan suaminya sepanjang jalan desa menuju kebun. Sengaja Ratna lakukan. Tapi dia belum tahu maksudnya.
Di dalam, seorang wanita tua, ibu dari anak pemilik benih yang ditanam paksa di rahimnya dulu, hanya bisa memandang sedih tanpa bisa melakukan apapun.
“Haaahhh… ” Tiba-tiba wajah bahagia laki-laki tadi berubah total. Gelap dan gelisah.
“Lebih baik dia tidak pernah pulang ke rumah!”
Sesaat Ratna mengerling ke lain arah. Tangannya semakin menggelayut manja. Senyum tipis menghias wajah tenangnya.
“Memang dia ada di mana sekarang, pah?”
“Kabar terakhir dia tinggal di kota kabupaten sebelah. Dengan istri dan dua anaknya… “
“Papah tidak berusaha melihat cucu kita?”
Si ‘papah’ memandang dalam-dalam manik mata Ratna. Mencari makna kalimat itu. Ratna semakin menyenderkan wajahnya di bahu tua lelaki yang jadi suaminya. Sekaligus menghindari pandangan menyelidik pak tua.
“Aku harus mendapatkan anak dari laki-laki tua ini!” Tekadnya mulai detik itu.
Ratna membiarkan semua yang terjadi mengalir begitu saja. Dia menghormati dan menghargai istri tua sebagai madunya. Rencana besarnya harus mendapatkan dukungan dari wanita tua yang dengan terpaksa menerima kehadiran Ratna di rumahnya.
Sebagai wanita, dia sadar betul posisinya yang tidak bisa berperan dengan baik sebagai istri. Untuk menjaga kehormatan dirinya dan suaminya yang masih mampu berperan sebagai seorang suami di tempat tidur, dengan berat hati dia mengijinkan si suami menikah lagi dan membawa istri barunya ke dalam rumah yang dia bangun bersama laki-laki yang hampir empat puluh tahun lebih hidup bersamanya.
Ratna berlaku bagai seorang ratu di rumah ini, tanpa melukai siapapun. Dari tiga anak keluarga ini, dua telah dia kenal, dan semakin hari, keduanya semakin mendukung dia sebagai ‘ibu’ mereka, walau umur hampir sama.
Sedangkan laki-laki yang jadi tujuan utamanya, adalah anak tertua di rumah ini, dan telah lama tidak pernah pulang menghadap orang tuanya, setelah dia mempermalukan keluarganya, sejak dia tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ratna telah banyak berubah. Ratna telah banyak mengubah dirinya. Ratna yang telah berevolusi setelah perang batinnya selama ini. Ratna yang telah menyusun rencana dalam pembalasan kehinaan yang dia dapatkan.
Tidak bisa ditebak apa tujuan utamanya. Entah apa ending dari cerita yang akan dia buat, dan dia sebagai bintang utama dari cerita itu, sekaligus sutradaranya.
“Pah, besok kita melihat cucu-cucu kita di kabupaten sebelah ya… “
“Kenapa?” Jawab ‘papah’ kaget. Tidak menyangka Ratna menyampaikan kalimat ini.
“Supaya mamah kenal mereka.”
“Tidak ada gunanya!” Jawab tegas suami Ratna.
“Kakak juga mau ikut lo, pah… Mamah sudah bicara sama kakak… “
“Tidak ada salahnya, pak, kita ke sana. Dia anak tertua kita.”
Suara bergetar madu Ratna terdengar dari ruang tamu. Terdengar jelas sampai di teras tempat Ratna dan suami duduk.
Pagi yang masih berkabut. Cahaya menembus celah-celah daun di sepanjang jalan di desa ini menimbulkan kesan sendiri. Menyajikan lukisan alam yang tidak akan bosan untuk dinikmati.
Mobil yang berisi empat orang berjalan perlahan menyusuri jalan berbatu yang sangat tidak nyaman untuk dilalui. Ratna duduk bersama madu di kursi belakang, sementara suami mereka di samping supir. Ratna bersandar manja pada wanita tua ini, tanpa ada penolakan.
Setelah beberapa kali bertanya, akhirnya mereka sampai pada sebuah rumah. Tidak mewah, tapi sudah melewati sederhana.
Seorang laki-laki usia sekitar tiga puluh lima tahun keluar, setelah mendengar salam dari tamu-tamunya.
“Ayah…?! ” Suaranya menggantung setelah kaget melihat siapa yang datang.
“Ibu… ” Selanjutnya dia menyalami ibunya, walau disambut, tapi tidak terlalu diterima.
“Masuk. Silahkan masuk yah, bu..
” Buru-buru dia mempersilahkan kedua orang tuanya masuk.
Rombongan kecil ini mengikuti permintaan tuan rumah. Tidak terlalu antusias, namun tidak juga menolak. Ratna bersikap biasa setelah melihat wajah tuan rumah.
Dengan susah payah memang. Ada gemuruh yang menggedor-gedor dadanya, tapi berusaha dia alihkan dengan memperhatikan isi ruang tamu.
Ada foto keluarga di dinding. Seorang wanita yang menggunakan toga wisuda, berdiri di sampingnya si tuan rumah yang saat ini mungkin membuatkan minuman untuk tamu-tamunya yang istimewa, dan di depan masing-masing berdiri dua anak perempuan. Sekitar umur tiga tahun di depan pria tadi yang menyambut mereka, dan sekitar satu tahun dalam gendongan si istri.
“Hmmm… Ada anak perempuannya… ” Ada senyum manis di bibir merah Ratna. Dalam hati wanita ini berbisik. Kalimat yang penuh rahasia.
Kehidupan Ratna, suaminya, si madu dan tiga anak tirinya yang sudah berkeluarga semua, biasa-biasa saja. Dalam arti tidak banyak kejadian yang seperti pada sinetron di tivi-tivi.
Seperti tekadnya, Ratna mendapatkan anak dari suaminya saat ini. Seorang bayi laki-laki yang sehat. Yang mengejutkan, ketika sang anak berusia dua tahun, Ratna kembali menggugat cerai si suami tanpa ada alasan yang masuk akal.
Beberapa bulan kemudian, seorang wanita kurus, berpakaian gamis yang sudah tua dan sedikit kotor, terlihat berjualan sayur di pasar induk. Dari subuh hingga setelah maghrib.
Wanita sedikit kelihatan tua dan agak seenaknya dalam berpakaian ini dan hampir menyerupai orang gila, adalah Ratna. Wanita yang sudah tiga kali menikah, dan sudah tiga kali juga menggugat cerai para suaminya.
Kecuali orang-orang yang melihat perubahan tubuhnya, maka tidak ada yang menyangka kalau dia adalah Ratna. Dia telah berusaha sangat keras dalam perubahan dirinya. Entah apa yang ada dalam benaknya. Setiap wanita kelihatan ingin kelihatan bertubuh indah dan tetap cantik, Ratna malah sebaliknya. Apa lagi sekarang, dia menggunakan nama lain, yaitu Denok.
Bertahun-tahun, wanita yang mestinya bisa hidup senang ini, malah menerjunkan diri pada kerasnya hidup di pasar. Tekadnya adalah ingin menyekolahkan anak-anaknya dengan baik, terutama si bungsu yang dia bawa bersamanya. Sedangkan yang lain tinggal bersama kakaknya yang ada di lain kabupaten.
Harapannya lebih banyak dia gantungkan pada anaknya yang saat ini sudah duduk di kelas satu sekolah menengah atas favorit.
Belakangan dia berusaha keras agar si anak bisa mendekati kakak kelasnya yang perempuan. Yang saat ini tinggal di kosan yang tidak jauh dari ‘rumah’ mereka. Hampir tiap hari dia meminta anaknya mengajak sang kakak kelas yang bertubuh agak gendut dan memiliki senyum indah untuk ke rumah. Atau si anak yang main ke kosan kakak kelas tersebut.
Usahanya tidak sia-sia. Keramahan, perhatian dan kebaikan ibu Denok, pada si pemilik rambut seleher tersebut menghasilkan kedekatan putranya yang tinggi, kurus, bersih, dan manis itu.
Sejak dua bulan ini dua remaja tersebut sudah sangat dekat. Ketika si remaja perempuan main ke rumah, Ratna dengan berbagai alasan meninggalkan mereka.
Rumah Denok adalah sebuah rumah tua yang sudah sangat tua, yang dia beli setelah cerai dari suaminya yang terakhir, sedikit agak jauh dari rumah lainnya. Dengan para tetangga, ibu Denok penjual sayur di pasar hampir tidak memiliki waktu untuk bergaul dengan tetangga. Memang kesibukan ibu Denok lah yang menyebabkan demikian.
Tidak ada konfirmasi sebelumnya pada si anak. Tiba-tiba saja dia menjual rumah, dan mengurus kepindahan si anak setelah menerima raport. Pindah entah ke mana.
Seminggu kemudian, serombongan orang mendatangi rumah mereka. Dan hanya mendapatkan penghuni baru yang menyampaikan sepucuk surat dengan ketikan.
“Maaf, di antara rombongan ini, adakah yang bernama Gufron?”
Pertanyaan si pemilik rumah baru segera ditanggapi oleh seorang laki-laki yang berwajah sangat kusut.
“Saya… “
“Ada surat untuk bapak dari pemilik lama rumah ini. Sebentar saya ambil dulu.”
Laki-laki muda yang masih bujangan tersebut masuk ke dalam, dan tidak lama kemudian keluar dengan sebuah amplop putih kotor di tangan dan menyerahkan pada laki-laki yang bernama Gufron.
Gufron merobek amplop, mengeluarkan sepucuk surat di dalamnya, membuka dan segera membaca.
“Anakmu, kamu dan keluargamu akan merasakan bagaimana rasanya dengan apa yang kamu lakukan padaku dua puluh lima tahun yang lalu.
Selama hampir sepuluh tahun aku mencari kamu dan selama itu pula mencari cara membalas perbuatanmu, melebihi sakit dan terhinanya aku dan keluargaku. Dan sekarang aku sangat puas bisa membalas perbuatanmu.
Ayah dari calon cucumu adalah adikmu.
Tertanda Ratna”