Opini, WordPers Indonesia — Jumat (18/3) merupakan hari yang kelam bagi dunia akademik dan demokrasi tanah air. Pasalnya, Direktur Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, ditetapkan sebagai Tersangka oleh Penyidik Polda Metro Jaya atas tuduhan pencemaran nama baik yang dilayangkan Luhut Pandjaitan.
Penetapan tersangka ini merupakan buntut dari pernyataan keduanya dalam video Youtube di kanal Haris Azhar yang membahas keterlibatan Luhut dalam bisnis pertambangan dan operasi militer di Intan Jaya, Papua. Kuasa hukum Luhut mengganggap judul video dan pernyataan bahwa Luhut bermain pertambangan-pertambangan di Papua membentuk opini yang tidak benar, tendensius, pembunuhan karakter, fitnah, penghinaan atau pencemaran nama baik.
Tuduhan pencemaran nama baik hingga berita bohong tersebut sangat disayangkan. Sebab, pernyataan dalam video tersebut memiliki konteks, yaitu hasil kajian cepat (rapid assessment) dari koalisi LSM yang terbit delapan hari sebelum video Youtube diunggah. Dengan demikian, video tersebut adalah bentuk komunikasi hasil kajian dengan pengemasan yang mudah diterima masyarakat.
Seakan mengesampingkan kajian di belakangnya, pihak Luhut sejak awal langsung menempuh cara-cara, seperti somasi dan pelaporan. Pihak Luhut pun mengecap kajian tersebut menggunakan metodologi yang ngawur karena tidak memverifikasi terlebih dahulu kepada pihaknya. Kajian cepat pun dianggap bukan sebuah bentuk riset. Dengan demikian, hasil kajian tersebut dianggap tidak akurat.
Dalam dokumen utuh dari tulisan ini (kmitb.xyz/RezimAntiSains), telah dilakukan analisis penilaian kualitas kajian menggunakan kerangka Principles of Research Quality yang dibuat oleh UK DFID. Disimpulkan bahwa kajian yang dibuat oleh koalisi LSM tersebut memenuhi sebagian besar prinsip kualitas kajian. Meski ditemukan juga beberapa kekurangan, salah satunya adalah ketiadaan penjelasan tentang alternatif interpretasi dari analisis, hal tersebut tidak menjadikan kajian ini ngawur atau tidak layak.
Meski pihak Luhut berkali-kali membantah pernyataan dan hasil temuan kajian tersebut, tidak ada satu pun bukti atau data tandingan yang dibuka ke publik. Padahal, Luhut tengah berada dalam dugaan konflik kepentingan, sebagaimana diatur dalam UU 30/2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu, dalam UU yang sama, Luhut sebagai pejabat pemerintahan memiliki kewajiban mematuhi Asas Keterbukaan.
Menanggapi tragedi ini, kami, Keluarga Mahasiswa ITB menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mengecam segala bentuk kriminalisasi terhadap penyampaian hasil kajian ilmiah.
- Menuntut Pemerintah untuk membuka kepada publik data dan informasi tentang operasi militer di Papua, terutama Intan Jaya.
- Menuntut Kepolisian untuk mentaati seluruh prosedur, undang-undang, dan peraturan yang berlaku dalam penegakan hukum.
- Mendesak Kepolisian untuk terlebih dahulu memeriksa kebenaran atas keterlibatan Luhut Binsar Pandjaitan dalam bisnis pertambangan dan operasi militer di Intan Jaya sebagaimana yang dipersoalkan dalam kasus Haris dan Fatia.
- Mendesak pihak Luhut Binsar Pandjaitan untuk membuktikan kepada publik terlibat/ tidaknya dalam bisnis pertambangan dan operasi militer di Intan Jaya.
- Mengajak seluruh komponen masyarakat untuk aktif menyampaikan evaluasi dan kritik kepada pemerintah yang dilandasi kajian ilmiah.
Link Instagram: https://www.instagram.com/p/CbkMUlyv4wU/?utm_source=ig_web_copy_link
***
Reza, Keluarga Mahasiswa ITB