Sebab dan Resiko jadi Wanita Gratisan (Sebuah Renungan)

Kembali kita disuguhi berita bayi yang dibuang memenuhi beranda FB kemaren, senin 13 Juli 2020. Bayi yang di masukkan dalam tas plastik, dan meninggal.(https://wordpers.id/polda-bengkulu-olah-tkp-penemuan-mayat-bayi-di-timur-indah/)

Sebelum berita di kota Bengkulu, kabarnya, terjadi juga di Jogja, pelakunya adalah oknum mahasiswa fakultas kedokteran di salah satu universitas terkenal, yang paling tidak, pasti sedikit tahu tentang bahaya dari apa yang telah mereka lakukan.(https://wordpers.id/sepasang-kekasih-mahasiswa-kedokteran-buang-bayinya/)

Kita kembali pada berita di Bengkulu Jangan kita tanya bagaimana perasaan pelaku pembuangan darah dagingnya, yang bibitnya datang dari seorang laki-laki. Selama ini, setiap berita yang kita dapatkan, perempuanlah yang selalu disalahkan, dicaci, dimaki, dihina dan terhukum.

Kita melupakan, atau malah meniadakan peran laki-laki sebagai ayah si bayi yang dibuang. Andai si laki-laki bukanlah sebagai orang pecundang dan pengecut, lalu mau mempertanggungjawabkan bibit yang sudah dia tanam dalam rahim sang perempuan, tentulah si ibu tidak akan membuang bayi yang ketika dilahirkan menempatkan dia pada resiko antara hidup dan mati.

Mari kita pertanyakan bagaimana perasaan bapak dari anak yang dibuang tersebut. Sehatkan akal dan pikirannya? Tahukah dia dengan dosa dan hari pembalasan? Mengertikah dia dengan hukum karma? Ingatkah dia dengan saudara perempuan atau ibunya? Atau bisa juga kita pertanyakan ibu macam apakah yang telah melahirkan anak seperti itu? Atau ayah seperti apakah yang memiliki bibit, lalu tumbuh dan berkembang dengan jiwa seperti ini?

Bagi seorang perempuan, sebelum perbuatan tersebut di lakukan (membuang bayi yang baru saja dia lahirkan) , yakinlah, sudah banyak penderitaan dan pergulatan batin yang dia alami. Dari ketakutan akan kehamilan ketika baru saja dia dipaksa melakukan hubungan suami istri kala pertama kali, kecemasan saat tidak lagi menstruasi, mengumpulkan keberanian untuk meminta pertanggungjawaban pada si pria, perang batin saat mengetahui si pria tidak mau bertanggung jawab, lalu kesakitan-kesakitan saat akan menggugurkan dan gagal, malu yang tak terhingga melihat perutnya semakin hari semakin membesar, menghadapi pandangan-pandangan jijik dari orang-orang yang melihat, penderitaan dan dosa-dosa itu, hanya dia sendiri yang merasakan.

Sedangkan sang laki-laki? Bisa jadi dia tetap akan tertawa-tawa bersama teman-teman atau malah mencari perempuan lain, untuk menjadi pelampiasan nafsunya lagi.

Kalau dulu, saat pendidikan formal masyarakat masih rendah, norma agama, moral dan adab adalah hal yang utama dalam jiwa-jiwa setiap penduduk. Para lelaki akan sangat menjaga kehormatan dan nama baik para perempuan. Dan jika terjadi pengrusakan kehormatan bagi si wanita, dia akan mengikuti sang laki-laki ke orang tuanya, dan menuntut untuk dinikahkan.

Bagi orang tua, jika sudah terjadi seperti itu, maka kedua orang ini akan dinikahkan, untuk menghindari cibiran orang-orang pada mereka, yang bisa menyebabkan malu hingga tujuh turunan.

Semestinya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin paham akan hukum dosa, rasa malu, dan penghargaan akan harga diri, baik bagi si perempuan maupun bagi lelaki. Bukan malah menempatkan posisi seperti ayam dan sejenisnya.

Melihat banyaknya kasus pemerkosaan, pengguguran kandungan dan pembuangan bayi, sepertinya hukum adat dan sosial akan sangat tepat jika diperkuat kembali dalam masyarakat. Pelajaran moral dan agama bukan lagi sebagai pelengkap di sekolah.

Bagi para perempuan, pahamilah, cinta dan sayang tidak dibuktikan dengan penyerahan total tubuh kalian, dan jika laki-laki memang mencintai dan menyayangi dirimu, mereka tidak akan merusak kehormatan dan harga dirimu. Malah akan ikut serta dalam menjaganya.

Kemajuan teknologi memanglah sangat bagus untuk membantu aktifitas, tapi sangat berperan juga merusak tatanan dan norma masyarakat bagi yang tidak bijak. Untuk semua orang tua yang memiliki anak perempuan ataupun anak laki-laki yang masih remaja ataupun kuliah, sering-seringlah mengecek aplikasi yang ada di HP anak-anak anda. Cek kegiatan mereka pada aplikasi-aplikasi tersebut. Cobalah menelpon anak-anak anda pada jam 11 malam hingga jam 3 pagi, pada aplikasi yang bisa saling melihat gambar masing-masing, seperti video call. Karena pada jam-jam ini sangat rawan penyimpangan tingkah laku anak remaja dan pemuda anda.

Lakukan sesering mungkin, sekedar mengetahui apa yang sedang anak anda lakukan atau setidaknya mencegah hal-hal buruk yang akan anak anda lakukan.

Pembuangan bayi yang semakin banyak terjadi saat ini, bisa jadi berawal dari phone seks, video call ataupun yang sejenis, kemudian mereka akan melakukan langsung, dan berakhir pada adanya bayi yang berada di selokan, semak-semak, tempat pembuangan sampah atau di manapun!

Oleh Bagus SLE
(Penulis selain sebagai Tukang Kopi di Pantai Panjang, juga sebagai traveler, youtuber, bloger, seniman dan sastrawan, kontributor beberapa media on line, juga beberapa kali mengisi materi dalam seminar-seminar di kampus)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan