Segelas Kopi, Pembuka Diskusi di Musim Hujan

Cuaca ekstrim belakangan ini. Hujan seharian dan mengakibatkan banjir di mana-mana. Termasuk di Kota Bengkulu.

Hujan lebat dan angin kencang membuat suhu udara menjadi dingin. Hingga membuat orang malas keluar rumah, jika tidak ada kepentingan.

Sudah hampir 2 minggu cuaca yang tidak mendukung ini, membuat pelaku UMKM menjadi lesu. Warung kopi, kedai kopi, atau cafe, rumah makan, restoran, warung kelontong, mengalami sepi pengunjung, ditambah lagi oleh koar-koar pandemi beberapa bulan ini.

Beberapa hari yang lalu, penulis sempat mengunjungi sebuah kedai kopi di Pasar Bengkulu, tepatnya sebelum jembatan Muaro. Untuk kopi, hanya ada kopi hitam. Selain menyediakan kopi tubruk, menu utamanya adalah sea food.

Ngopi di Lubuk Kepiting, tertulis di bawah merek, adalah restoran sea food, di suasana hujan lebat, samar-samar diiringi suara ombak dari laut di belakang restoran, sambil memandang lalu lalang kendaraan di jalan, ditambah oleh disain interior berkesan vintage, sambil ditemani ngobrol oleh pemiliknya, waktu terasa begitu singkat.

Sesaat kopi dihidangkan, uapnya masuk ke rongga hidung. Baru dari aromanya saja, sudah diketahui kalau kopi ini jenis robusta, dipetik merah. Ketika diseruput, hmmm… mata yang sayu oleh suhu udaranyo yang terasa dingin, langsung melek. Otak yang tadinya terasa kaku, perlahan menjadi segar, dan imajinasi mulai liar.

Seruput demi seruput, kopi dalam cangkir semakin berkurang. Diskusi ringan dan hangat menjadi menu tambahan. Meloncat-loncat. Selesai satu permasalahan, masuk pada topik lainnya.

Masa pandemi dan cuaca ekstrim adalah ujian sangat berat bagi usaha mikro dan kecil, juga menengah. Omset yang menurun hingga 90%, tapi tuntutan hidup, biaya pendidikan dan kesehatan tidak pernah mau memahami itu. Apalagi jika pelaku usaha terlibat dengan riba.

Setiap bulan, sebelum jatuh tempo, sudah ‘diteror’ dengan telpon ataupun pemberitahuan melalui sms ataupun wa. Membuat peminjam pecah kosentrasi dalam menjalani usaha mereka. Kadang dept colektor datang dengan pongah menaikkan tensi darah.

Obrolan semakin seru. Apalagi saat bicara masalah lingkungan. Banjir yang semakin sering menyambangi kota Bengkulu saat hujan, dan udara panas menyengat saat cuaca panas. Hutan yang rimbun menjadi gundul, diduga menjadi sebab utama petaka ini.

Artikel Oleh Bagus SLE (President SLE)

 

 

Posting Terkait

Jangan Lewatkan