Ulang Tahun Kemerdekaan? Bagi Siapa?

Oleh : Bagus SLE

Merdeka? Mari kita masuk ke desa-desa pedalaman. Di daerah seperti inilah nyata perbedaan.

Masyarakat di daerah-daerah ini terbiasa berangkat subuh dan pulang setelah maghrib, hanya untuk mendapatkan biaya untuk makan esok hari.

Menempuh jalan-jalan yang tidak manusiawi, walau ada yang masuk jalan yang dilewati setiap hari oleh yang katanya camat, adalah penderitaan yang harus mereka maklumi setiap saat.

Yang lebih tidak manusiawi lagi adalah bagi anak-anak kandung Ibu Pertiwi yang menyandang status sebagai petani. Di setiap musim tanam mereka disodorkan harga pupuk yang tinggi, dan ketika panen, syukur-syukur kalau hasil banting tulang mereka bisa menutupi biaya produksi dan membayar hutang masa berproduksi.

BACA JUGA: Seribu Obor berkabung di Tanah Pelosok

Jangan tanya tentang kesabaran mereka yang tidak ada ujung. Jangan juga katakan kalau pemilik sah negeri ini adalah orang-orang pemalas. Bukan! Cuma para pengatur negeri inilah yang bagai kaki tangan para cukong, dan berkesan memang selalu ingin membuat mereka miskin.

Pendidikan adalah salah satu pintu menuju suatu perubahan, baik kehidupan maupun ekonomi. Tapi merdeka belajar yang dibangga-banggakan oleh menteri, bagai menyembelih leher para miskin dan penduduk pedalaman dengan pisau yang berkarat. Akan membunuh jiwa-jiwa pejuang dan pengabdi sejati pada negara inj, mati pelan-pelan.

Sementara para politisi berbicara demi masyarakat miskin hingga mulut berbuih-buih, melempar-lempar kursi hingga dengan bangga bisa memenjarakan yang mengkritik kebijakan, tapi apakah itu adalah sandiwara nyata bagi negeri yang merdeka ini?

Nyawa bayi yang akan lahir sudah tidak penting lagi. Demi yang katanya tes rapid, yang mulai membuat masyarakat ragu akan keberadaan berita-yang setiap hari digembar-gemborkan, hingga masyarakat muak., muntah lalu lebih mementingkan keberlanjutan dapur daripada kekhawatiran terhadap ‘kesehatan’ mereka.

BACA JUGA:  Film Tilik, Ibu Tejo, dan Promosi Wisata

Melihat sangat gampang ‘pemerintah’ atau orang-orang nynyir ‘pendukung’ pemerintah dalam memenjarakan siapa saja yang mereka inginkan, kadang-kadang dengan undang-undang ‘antah berantah’ menimbulkan pertanyaan, masihkah kita tinggal di negara yang diperjuangkan oleh para pahlawan yang bernama Indonesia? Masihkah kata berdaulat dan bermartabat bisa kita jadikan suatu kebanggaan? Dan kekayaan negeri yang sangat kaya ini, akankah untuk kesejahteraan anak kandung negeri ini?

Mari kita sama-sama berharap, bahwa Indonesia masih dinaungi oleh sayap-sayap garuda, dan kehidupan mereka dijamin oleh UUD 1945, semasa belum diamandemen!

Penulis selain sebagai Tukang Kopi di Pantai Panjang, juga sebagai traveler, youtuber, bloger, seniman dan sastrawan, kontributor beberapa media on line, juga beberapa kali mengisi materi dalam seminar-seminar di kampus

BACA JUGA: Peringati HUT RI, Padepokan Nur Al Islah dan Komunitas Kerano Upacara di Rumah Bung Karno