Antisipasi Potensi Kerugian Negara di Bidang Perikanan Tangkap

Jakarta, WordPers Indonesia – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus melakukan sosialisasi implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada KKP.

Penerapan PP ini untuk menekan potensi kerugian negara imbas harga patokan ikan yang tidak berubah dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

Terbaru, sosialisasi beleid tersebut berlangsung di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah melibatkan nelayan dan pelaku usaha perikanan, Sabtu (13/11/2021).

“Ada potensi kerugian negara dengan tidak berubahnya harga patokan ikan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Maka dari itu, kami benahi melalui PP 85,” ujar Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini dalam dialog tersebut.

Zaini menerangkan perubahan Harga Patokan Ikan (HPI) sesuai dengan data harga ikan di 124 pelabuhan perikanan yang dikumpulkan sejak dua tahun terakhir. Menurutnya, wajar bila terjadi perubahan HPI sebab harga komoditas 10 tahun lalu sudah tidak sama dengan harga saat ini.

Untuk menjawab aspirasi masyarakat perikanan terkait peningkatan HPI sampai 400 bahkan 500 persen, pihaknya telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 97 Tahun 2021 tentang Harga Patokan Ikan dan Kepmen KP Nomor 98 Tahun 2021 tentang Produktivitas Kapal Penangkap Ikan, untuk merevisi aturan sebelumnya.

“Kalau kemarin yang tertinggi (alat tangkap) longline dan pancing cumi bisa mencapai 400 dan 500 persen. Itu yang paling besar. Dengan sekarang direvisi sudah menjadi 104 persen (kenaikannya). Kenapa mahal, karena harga cumi di 2010 hanya Rp16 ribu, saat ini rata-rata Rp60 ribu. Sekarang sudah diterima pelaku usaha karena sudah ada perubahan harga. Kalau selain alat tangkap cumi dan longline sudah di bawah 100 persen,” paparnya.

BACA JUGA:  Kehilangan Habibat, Gajah Sumatera di Bengkulu Menuju Kepunahan

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021, formulasi pengutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terbagi dalam tiga kategori yakni penarikan pra produksi, pasca produksi dan sistem kontrak. Untuk sistem pasca produksi sendiri baru akan diterapkan menyeluruh di pelabuhan perikanan pada awal 2023 menggantikan sistem praproduksi. Sementara sistem kontrak mekanismenya dalam tahap penggodokan.

Zaini juga menegaskan, kapal penangkap ikan ukuran di bawah 30 GT yang dikenai PNBP sesuai PP 85/2021 adalah yang menangkap di atas 12 mil dengan izin dari KKP. Sementara kapal ukuran serupa yang beroperasi di bawah 12 mil, tidak dikenai PNBP dan izinnya dari Pemda.

“Jadi tolong jangan sampai salah ya informasinya. Karena banyak yang missleading kalau semua kapal ukuran di bawah 30 GT dikenai PNBP, padahal tidak seperti itu,” pungkasnya.

Sementara itu, Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto mengatakan kegiatan sosialisasi ini bagian dari kerterbukaan KKP dalam menyerap aspirasi para pelaku usaha di subsektor perikanan tangkap

“Kami berterima kasih atas partisipasi semua peserta, ini baru langkah awal dan akan ada sosialisasi berikutnya yang akan melibatkan multistakeholder, sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkan terukur dan dapat diimplementasikan,” ujar Doni Ismanto.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan adanya perubahan PNBP sumber daya alam melalui PP 85/2021 untuk memberikan rasa keadilan bagi negara dan stakeholders perikanan. (Infopublik)