Pilkada dan Antisipasi Bengkulu ‘Bederai’

“Orang Gilo Pacak di Ubek, Idak Tau Malu Abis Akal Kito”

Opini Benny Hakim Benardie

Tahun 2025, Provinsi Bengkulu akan punya gubernur, walikota dan bupati baru. Bisa itu mantan yang kembali dipilih dihati, bisa juga cari yang baru. masalahnya tak semua orang yang suka sama mantan. Apalagi mantan yang sudah menyakiti hati.

“Mantan itu masa lalu, untuk kedepan cari yang baru. Satu kata untuk Sang Mantan, sleebew”. Ada juga seseorang yang ingin mantan tetap dihati. Harapanya agar cerita lama bersemi kembali. Ini tentunya menjadi romantika ‘ngejut ngejut aja’ endingnya.

Tanggal  27 November 2024, Pilkada akan dilangsungkan.  Banyak tokoh, cendikia dan agamawan ‘garis lurus’ berharap gubernur, walikota dan bupati terpilih nantinya sosok yang baik dan  tulus untuk mewakili Pemerintah Pusat sebagai Gubernur Bengkulu, termasuk walikota dan bupati dalam  membangun daerahnya.

Mengingat Provinsi Bengkulu ini dari Kabupaten Mukomuko hingga Kabupaten Kaur banyak suku dan beragam karakternya, tentu memilih calon pejabat nantinya bukan pakai perasaan ataupun melihat kepopuleran semata.

Bila itu yang menjadi tolak ukur dalam memilih, maka dapat dipastikan ‘Negeri Berjuta Sejarah dan Budaya ini’ akan kembali ‘bederai’. “Memang idak apo-apo masih level bederai, tapi itu rawan menuju ancai nden!”

Calon Pejabat Minta Pilih

Apalagi misalnya  ada calon yang  ujuk-ujuk memproklamirkan diri agar dan minta dipilih sebelum tahapan Pilkada dimulai.  Ditampah lagi dengan slogan seperti “Ciput Muji Buntut”. Dikuatirkan itu ada tedensi lain bila terpilih kelak  jadi pejabat.

Ingin jadi pemimpin itu sebaiknya diajukan masyarakat atau partai politik. Bukan memproklamirkan diri dengan berbagai cara dan rupa agar dapat dipilih.  Pertanyaannya, apakah dalam ingin merebut kekuasaan tidak ada budaya malu?

Bila benar tidak ada budaya malu, maka itu adalah kejahatan. “Orang Gilo Pacak di Ubek, Idak Tau Malu Abis Akal Kito”.

Calon yang minta dipilih atau dilamar, jauh dari konsep ideal untuk memimpin.  Bila terpilih ideal dan meleset, maka melesetnya tidak terlalu jauh. Tapi kalau jauh dari kata ideal dan meleset, maka kata ‘bederailah’ pilihannya.

Misalnya,  Benteng Marlborough  bisa dijadikannya hotel.  Cagar budaya di selewengkan,  jauh dari konsep pemanfaat dan edukasi, bahkan  rawan  dibumiratakan.  Budaya tidak akan di lirik  selain fulus dan fulus. Melakukan pembangunan tanpa kajian, untuk kepentingan masyarakat dan mengerikan lainnya. Saat itulah tiada kundu lagi anak negeri. Hidup di negeri luluhur tanpa identitas.

Pejabat Berakal

Pilkada pada November mendatang, sebaiknya kita masyarakat memilih gubernur, walikota atau bupati, sosok yang benar-benar berakal. Bukannya yang sok punya akal dan ngakal-ngakali. Dengan memilih yang berakal, maka dia yang terpilih itu akan memimpin sesuai konsep yang dicita-citakan pendiri Negeri Bengkulu ini dan hal-hal yang hidup di masyarakat.

Penulis berharap, jangan pilih pemimpin di Bengkulu Raya ini, seseorang penghayal atau yang suka berhalusinasi. Pilihlah sosok yang mengatakan,  “bulan itu indah dan gunung lautan itu menakjubkan”. Bukan yang mengatakan, “indahnya sosok perempuan dan itu terenak sedunia”. Itu otak cabul dan penghalu namanya.

BACA JUGA:  Layu di Ujung Senja

Bicara soal gubernur, walikota dan bupati  berakal yang orgen di bahas adalah apa itu akal?

Salah satu kelebihan pemimpin manusia dengan pemimpin binatang ada pada akalnya. Akal merupakan sarana rohaniah pejabat terpilih nantinya. Bukan pejabat insting yang dipilih dan terpilih. Termasuk pejabat syahwat.

Penulis teringat penjelasan Profesor KH M Nur Asyik. MA saat mengajar di Universitas Islam Djakarta di Tahun 1997 menjelaskan soal insting,  nafsu, akal, ilmu dan beragama. Penulis mencoba menganalogikan hal tersebut untuk sosok ideal pemimpin Negeri Bengkulu ini.

Pertama,  insting/Naluri  adalah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa manusia  dan mahluk lainnya yang bernyawa secara dini yang bermuculan  dalam perkembangan hidupnya tanpa kesengajaan, seperti seorang bayi yang baru lahir menanggis karena menginginkan sesuatu. Naluri lebih  jelas berperan dalam jiwa serangga dan unggas dari pada dalam jiwa manusia.

Bisa dibayangkan saat gubernur, walikota dan bupati terpilih nantinya dalam bersikap, bertindak untuk  menentukan kebijakannya selalu mengunakan insting. Tentu yang terpilih tersebut nantinya bakkata Orang Melayu Bengkulu akan “asal tenok, asal kenai. Yo kalu tekenai urek gelinyo, kalau kenai buah piulnyo? Apo idak pingsan kelaktu, karena dasar sikap yang salah?

Kedua, Nafsu/syahwat adalah suatu sifat penggerak yang terpendam dalam lubuk manusia  yang karenanya manusia terus  berinisiatif dan bila manusia tidak mem[unyai syahwat, hidupnya lesu dan tidak bergairah. Sifat dinamika tersebut selalu mendorong manusia melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji. Malah terkadang tidak terpuji sama sekali.

Ketiga, akal adalah suatu sifat  jiwa yang bijaksana. Bila sifat nafsu/syahwat selalu mendorong mansuia kepada kecerobohan, maka sifat akal mendorong manusia kepada kebijaksanaan. Kalau nafsu mendorongmansuia  untuk melakukan kejahatan, maka akal selalu menyuruh dan menganjurkan kebaikan.

Kempat, Ilmu merupakan suatu sifat  yang hidup dan berkembang dalam jiwa manusia  dengan perkembangan fisik dan rohaninya, yang dengannya  seseorang mengetahui  segala sesuatu yang dapat di jangkau oleh inderanya. Mengetahui yang hak dan yang batil, yang bermanfaat dan mudharat.

Jadi, mendapatkan pejabat terpilih yang berilmu, untuk kelancaran  pejabat itu sendiri dalam menjalankan tugas yang dipertanggungjawabkan kepadanya, untuk Negeri Bengkulu kedepan yang beradap dan beradat.

Tentu yang penulis maksudkan disini, pejabat terpilih yang mempunyai ilmu nazhari. Ilmu yang menghendaki analisa, pengolahan, pemikiran  yang tersusun dari sebab dan akibat, mukadimah dan nayijah, had tam dan had naqis yang dikenal dalam ilmu logika, yang menghasilkan ilmu yakin.

Terakhir yang beragama tentunya. Sosok pejabat yang tahu dan mengerti benar akan ajaran agamanya. Bukan baju yang kerap melapisi sosok pejabat terpilih nantinya.

Menjadi pertanyaannya, kenapa diatas penulis menekankan pejabat terpilih dan dipilih nantinya harus yang berakal? Karena ilmu dan agama itu diawali dari sosok yang berakal. Insting dan syahwat dikesampingkan sementara, fokus pada  amanah yang dijalankan. Tentunya untuk Provinsi Bengkulu maju dan berkemajuan seperti provinsi yang maju di Indonesia lainnya..

*Penulis Pemerhati Sejarah dan Budaya Bengkulu

Posting Terkait

Jangan Lewatkan