Word Pers Indonesia – Masyarakat umum termasuk Ketua Front Pembela Rakyat, Rustam Efendi, SH, Mempertanyakan lambannya penanganan kasus tambang batu bara ilegal di Desa Kota Niur Kecamatan Semindang Lagan Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng) Provinsi Bengkulu masih bergulir, namun masih sebatas dua orang yang ditetapkan tersangka, yakni MA dan KS selaku operator alat berat dan koordinator lapangan.
Kenapa Kasus ini menjadi menarik dan dipantau terus oleh Publik (Masyarakat Bengkulu), penyebab salah satunya inisial H, orang Jakarta yang diduga sebagai pemodal tambang ilegal tersebut hingga kini belum diproses.
Ketua Front Pembela Rakyat (FPR) Provinsi Bengkulu, Rustam Efendi mendesak Polda Bengkulu menetapkan pemodal sebagai tersangka.
“Jangan sampai kasus yang menjadi perhatian publik ini hanya sebatas dua tersangka, tapi siapa pemodalnya juga harus jadi tersangka, karena pemodal itu aktor utamanya, jadi harus segera ditetapkan tersangka,” kata Rustam kepada wordpers.id yang sebelumnya telah berkomunikasi dengan media Bencoolentime.com Rabu (7/6/2023).
Rustam mendesak Polda Bengkulu serius menjerat hukum si H, karena terlibat ilegal mining (tambang ilegal) otomatis tidak ada pemasukan PAD dari tambang seperti ini. Pemodal tersebut diduga termasuk dalam jaringan mafia tambang ilegal yang luas, sehingga Polda Bengkulu harus berani mengusutnya sampai tuntas.
“Jangan sampai Polda Bengkulu kalah sama mafia tambang ilegal itu,” jelas Rustam.
Kenapa H merasa kebal hukum tidak tersentuh APH, Rustam mencurigai, sebagai pemodal tambang ilegal tersebut pasti ada orang kuat sebagai back up/backing. Menurutnya ini momentum, jika Polda bisa membongkar pihak-pihak yang terlibat maupun backing sebagai Orang kuat dibelakang tambang ilegal Kabupaten Bengkulu Tengah, itu merupakan prestasi gemilang.
“Kita dorong terus Polda Bengkulu memproses hukum siapa saja yang terlibat dalam ilegal mining kabupaten benteng. Kita yakin Polda bisa, tinggal mau apa tidak menuntaskannya. Jadi pengusutannya jangan setengah-setengah,” terang Rustam.
Berita ini wordpres.id lansir dari Bencoolentime.com, Baca kaitan berita ini di sini: https://bencoolentimes.com/polda-bengkulu-kalah-dengan-mafia-tambang-batu-bara-ilegal-di-benteng/
Sebelumnya, Sekjen Pusat Kajian Anti Korupsi (Puskaki) Bengkulu, Sony Taurus menilai, kasus tersebut terindikasi tidak tuntas lantaran hingga kini Polda belum kunjung menetapkan pemodal sebagai tersangka. Menurut Sony, jika melihat dari rangkaian perkara yang berkembang, pemodal wajib bertanggungjawab. Hal itu dilihat dari dua orang sebelumnya yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Kedua orang yang ditetapkan sebagai tersangka ini, jika kita lihat dan kita telaah hanya sebatas orang yang disuruh melakukan penambangan atau karyawan. Tentu tersangka ini melakukan penambangan atas perintah dari pemodal yang membayar tersangka. Oleh sebab itu, dalam kasus ini peran kedua tersangka masih biasa, dan yang diduga jadi dalangnya adalah pemodal, jadi harus ditetapkan sebagai tersangka,” terang Sony kepada BencoolenTimes.com, Selasa (6/6/2023).
Sony menyebut, jika Polda tidak menyentuh atau menetapkan pemodal sebagai tersangka, maka dapat dipastikan, pengusutan kasusnya tidak tuntas. Sedangkan perkara ini menjadi perhatian publik, tidak hanya perhatian masyarakat, bahkan DPRD Provinsi Bengkulu turut meminta Polda menuntaskan perkara siapapun yang terlibat.
“Kita akan terus menonitor kasus ini sejauh mana penanganan yang dilakukan Polda Bengkulu. Kita sangat berharap ini benar-benar dituntaskan, jangan hanya batas yang melakukan penambangan, tetapi juga pemodal dan lainnya yang ada indikasi terlibat didalamnya,” jelas Sony.
Terpisah, informasi yang didapat media ini, masa penahanan terhadap kedua tersangka sudah habis. Terkait informasi tersebut, media ini telah mengonfirmasi Direktur Reskrimsus Polda Bengkulu, Kombes Pol. Dodi Ruyatman melalui pesan WhatsApp, guna memastikan kebenarannya, namun sayangnya pejabat Polda tersebut tidak memberikan jawaban hingga berita ditayangkan.
Disisi lain, media ini juga telah mengonfirmasi Penasehat Hukum kedua tersangka yakni Dian Ohzora, namun pihaknya belum enggan berkomentar berkaitan dengan perkara tersebut. “No comment dulu lah ya,” ucap Dian saat dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp.
Berdasarkan informasi berhasil dihimpun media ini, terduga pemodal tambanga batu inisial H yang tinggal di Jakarta tersebut bukan hanya pemodal, namun juga pemilik alat berat yang digunakan tersangka beraktivitas melakukan pertambangan ilegal.
Media ini sebelumnya juga telah mengonfirmasi H berkaitan dengan dugaan dirinya sebagai pemodal. Namun H tidak memberikan jawaban.
Kasus tambang batu bara ilegal ini menuai sorotan publik, banyak pihak mulai dari organisasi masyarakat, Front Pembela Rakyat (FPR), Pusat Kajian Anti Korupsi (Puskaki), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) hingga DPRD Provinsi Bengkulu, mereka mendorong Polda Bengkulu mengungkap aktor lainnya yang terlibat dalam aktivitas tambang batu bara ilegal tersebut.
Pihak-pihak ini menilai ada aktor intelektual atau pemodal dibalik aktivitas tambang batu bara ilegal di kawasan Hutan Produksi tersebut. Oleh sebab itu, Polda Bengkulu diharapkan dapat mengungkapnya secara tuntas dan terang, lalu disampaikan ke publik.
Terlepas dari aktor intelektual dibalik tambang batu bara ilegal tersebut, mereka juga meminta Polda Bengkulu mengusut legalitas Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) yang digunakan para pelaku tambang batu bara ilegal. Terlebih lagi, khusus pengangkutan dan penjualan batu bara, tersangka menggunakan perusahaan atas nama CV. Laksita Buana.
Infonya juga, kasus tambang batu bara ilegal di Bengkulu Tengah juga dimonitor pemerintah pusat, bahkan RI 1 turut memonitor kasus ini.
Sekadar mengingatkan, dalam kasus ini, Tim Ditreskrimsus Polda Bengkulu menetapkan 2 tersangka yakni MA dan KS dalam kasus tambang batu bara ilegal. Polda juga mengamankan barang bukti dua unit alat berat jenis excavator di lokasi pertambangan, serta ribuan ton batu bara yang telah dikemas di dalam karung.
Peran masing-masing tersangka ini, selaku pengelola tambang ilegal dan operator alat berat. Penambangan batu bara diduga ilegal itu dilakukan sejak bulan November 2022 lalu. Modusnya, tersangka melakukan penambangan ilegal dengan menggali batu bara menggunakan alat berat jenis excavator.
Setelah batu bara digali, tersangka kemudian memperkerjakan orang untuk mengemas batu bara menggunakan karung. Selanjutnya, batu bara hasil penambangan ilegal tersebut dijual ke Jakarta menggunakan jasa angkutan darat.
Tersangka menjual batu bara hasil penambangan tanpa izin dengan menggunakan legalitas Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP). Khusus pengangkutan dan penjualan batu bara, tersangka menggunakan perusahaan atas nama CV. Laksita Buana, termasuk jasa angkutannya.
Kedua tersangka dijerat Pasal 158 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara. (*)