[ Oleh Bagus SLE ]
Menonton film berbahasa daerah yang berdurasi tiga puluh dua menit ini, dengan setting lokasi di salah satu wilayah Jogja, dan memakan waktu syuting empat hari ini, cukup bikin nyengir dan garuk-garuk kepala.
Dengan ‘power’nya, Ibu Tejo berhasil menggiring ibu-ibu lain yang ada dalam truk, untuk mengiyakan opini yang dia susun terhadap Dian, berbekal sekelumit informasi yang dia dapatkan dari internet.
Dalam film ini, serombongan ibu-ibu mau membesuk ibu lurah yang sakit di rumah sakit. Menggunakan angkutan sebuah truk. Dalam truk inilah terjadi dialog-dialog khas ibu-ibu.
Tokoh ibu Tejo, yang diperankan oleh Siti Fauziah, sukses memindahkan ‘warung sayur’ ke dalam truk. Lebih difokuskan pada kejulidan ibu Tejo terhadap Dian yang kembang desa.
Berbekal kata ‘jaga-jaga’ tokoh yang menggunakan baju dan kerudung hijau, banyak perhiasan emas, bergincu bibir merah tebal, dan ditambah dengan gestur tubuh yang mendukung setiap kalimatnya, berhasil membuat ibu-ibu sependapat dengan dirinya, dan membuat yang menonton kadang geram.
Ibu Tejo mencerminkan seorang ibu yang egois, suka pamer, ingin menguasai forum, dan selalu ingin jadi bintang. Sepanjang perjalanan dari desa ke rumah sakit, dan di atas truk adalah pentasnya.
Film Tilik, selain sukses membuat ibu Tejo jadi trending topik di dunia maya, sukses juga menampilkan keindahan Jogjakarta di sisi lain, selain yang kita ketahui selama ini. Hutan dan persawahan desa.
Film yang difasilitasi oleh dinas pariwisata ini adalah contoh terbaru lagi, bahwa film bisa menjadi alat promosi bagi daerah. Seperti yang di lakukan oleh Bangka Belitung melalui film Laskar Pelangi beberapa tahun lalu, yang membuat peningkatan tajam dalam jumlah wisatawan.
Daerah lain, apa hanya cukup dengan wacana dan sebatas casting?
Penulis selain sebagai Tukang Kopi di Pantai Panjang, juga sebagai traveler, youtuber, bloger, seniman dan sastrawan, kontributor beberapa media on line, juga beberapa kali mengisi materi dalam seminar-seminar di kampus