Filosofi “Kampung Tengah” Pemberdayaan UMKM, Ala Roseka Yanti

Word Pers Indonesia Roseka Yanti, SP., M.Si perempuan penggiat desa dari Provinsi Bengkulu menjadi narasumber Bimbingan Teknisi (Bimtek) yang digelar oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dibidang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Grage Hotel, Kamis (25/05/2023).

Dalam Bimteknya, penggiat perempuan yang bersertifikat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia (PDTT RI) ini menjelaskan bagaimana dalam pemberdayaan masyarakat di bidang UMKM menjadikannya lebih besar melalui fasilitasi permasalahan UMKM dari perwakilan desa di Provinsi Bengkulu.

“Hari ini sayang menjadi narasumber di kegiatan Reforma Agraria dari Kementerian ATR/BPN dibidang pemberdayaan UMKM. Dari kegiatan ini bagimana membuat UMKM perwakilan setiap Desa di Provinsi Bengkulu menjadi lebih besar melalui fasilitasi permasalahan dari teman-teman di Kemeterian ATR/BPN,” katanya.

Didalam Filosofi pemberdayaan, Alumni Magister Perencanaan Pembangunan dari Universitas Bengkulu (UNIB) ini dibaginya menjadi dua bagian, penarik dan pendorong. Ketika memposisikan menjadi penarikan bearti kita memiliki kekuatan, sedangkan mendorong adalah peberdayaan bagaimana masyarakat/UMKM yang menjadi subjek.

“Filosofi pemberdayaan bagaimana memperdayakan orang itu harus menjadi penarik tapi bagaimana kita mendorong. Ketika kita menarik kita harus mempunyai kekuatan sementara pemberdayaan ini adalah konsultan bukan pemodal. Artinya kita harus mendorong bagaimana UMKM yang menjadi subjek aktor utamanya, sementera konsultan-konsultan pembackup apa yang dibutuhkan oleh masyarakat,” jelasnya.

Mantan Wasekum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bengkulu ini juga menyampaikan Filosofi bagaimana usahawan/pengusaha/wiraswasta, pemberdayaan harus dengan pendekatannya model pendekatan kampung tengah yakni pendekatan kebutuhan perut (kebutuhan sehari-bari). Orang butuh apa, itu yang harus kita jual.

“Filosofi ini yang dilakukan adalah pendekatan kampung tengah yakni perut, kebutuhan orang yang kita dekati, orang butuh apa itu yang kita jual tapi bukan apa yang kita punya itu yang kita jual. Jadi yang kita kejar adalah pasar, apa yang dibutuhkan pasar itu yang menjadi bisnis UMKM dan tentunya bisni ini akan berkelanjutan,” terangnya.

BACA JUGA:  Pj Wali Kota Pangkalpinang Hadiri UMKM Award 2024 Bangka Belitung

Mantan anggota KPU Bengkulu Selatan ini juga membagikan tips bagaiman produk UMKM yang di jual selalu laku dipasaran (tidak musiman), pertama pendekatan kampung tengah tadi, yang kedua bukan pendekatan gaya hidup, seperti menjual kopi di cafe dengan harga Rp 50 ribu, pendekatan kebutuhan kita cukup minum kopi dengan harga Rp. 5 ribu.

“Sekarang kita perbandingkan keduanya, Porsi yang paling banyaknya kita hadir tentu ditempat yang memenuhi kebutuhan kita, bukan memenuhi gaya hidup kita. Kalau orang butuh, mau miskin, kaya, terjadi inflasi, krisis ekonomi, orang tetap akan membelinya, karena kita melakukan pendekatan dengan kebutuhan bukan gaya hidup,”

Eka sapaan akrabnya yang juga aktif di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Bengkulu ini menjelaskan dalam pemberdayaan masyarakat desa khususnya di bidang UMKM sering ditemua faktor internal dan eksternal didalam memasarkan produk-produk UMKM, maka perlu kita harus mengenali kelemahan dan kekuatan yang dimiliki.

“Faktor internal yang paling penting itu adalah mengetahui bagaimana kita memiliki kekuatan atau kita punya kelemahan. Kekuatan itu bagaimana kita memastikan seperti kita mempunyai bahan baku, pengelolanya, kita punya tenaga kerjanya, kita punya modalnya atau kita punya keunikan produk itu sendiri dibading orang-orang (UMKM). Tetapi didalam faktor eksternal kita sangat memperhitungkan bagimana peluang pasarnya, yang terpenting produk kita disukai atau memiliki peluang,” tutupnya. (S/a)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan