Bengkulu, Wordpers.id – Dugaan praktik korupsi dan jual beli jabatan di tubuh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Hidayah Kota Bengkulu kembali mencuat ke permukaan. Ketua Umum Front Pembela Rakyat (FPR), Rustam Efendi, S.H., menyuarakan kritik keras dan mendesak penegakan hukum secara tegas terhadap Direktur PDAM, Samsu Bahari, yang terseret dalam kasus dugaan suap penerimaan pegawai harian lepas (PHL).
Meski telah mengembalikan uang sebesar Rp2 miliar kepada puluhan korban, FPR menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak menghapus konsekuensi pidana. Justru, pengembalian dana itu memperkuat indikasi bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi.
“Secara hukum, pengembalian uang hasil korupsi tidak membebaskan pelaku dari hukuman. Itu hanya menjadi alasan meringankan, bukan menghapus jerat pidana. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, ini adalah kejahatan publik,” tegas Rustam Efendi, Selasa (8/7/2025).
Rustam juga membeberkan sejumlah pasal dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang relevan terhadap kasus ini, antara lain:
Pasal 4 UU Tipikor: Pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana terhadap pelaku korupsi.
Pasal 12B UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001: Gratifikasi yang diterima ASN dianggap sebagai suap jika terkait dengan jabatan.
Pasal 5 dan 11 UU Tipikor: Terkait dengan pemberian atau penerimaan suap oleh penyelenggara negara.
Pasal 55 KUHP: Siapa pun yang turut serta melakukan atau menyuruh melakukan dapat dijerat sebagai pelaku pidana.
Lima Tuntutan FPR: Tangkap, Adili, Bersihkan!
Dalam siaran pers resminya, FPR menyampaikan lima tuntutan utama:
- Polda dan Kejati Bengkulu diminta segera menetapkan Samsu Bahari sebagai tersangka dan memproses hukum semua pihak terlibat.
- KPK diminta turun tangan mengawasi jalannya penyidikan demi menjamin transparansi dan integritas.
- Wali Kota Bengkulu sebagai pemilik saham PDAM agar mengevaluasi total manajemen perusahaan, termasuk oknum SPI dan pejabat terkait.
- Korban PHL yang telah menyetor uang diminta melapor resmi dan mengungkap calo/makelar yang terlibat.
- Masyarakat dan media diajak mengawal proses hukum agar tidak berhenti hanya pada pengembalian uang, tapi berlanjut ke pengadilan terbuka.
“Hukum tidak boleh tunduk pada kekuasaan. Tidak ada ampun untuk pelaku korupsi, meski uang dikembalikan. Ini menyangkut moral publik dan kehancuran tata kelola negara. Kalau ini dibiarkan, akan jadi budaya busuk,” tegas Rustam Efendi.
FPR menilai bahwa kasus ini bukan sekadar pelanggaran internal PDAM, melainkan pengkhianatan terhadap amanah publik. Proses hukum harus berjalan secara terbuka, adil, dan menyeluruh agar kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara dapat dipulihkan.
Writer: A. Ade Permana
Editor: ANasril