Menyuarakan Pemajuan Kebudayaan Melalui Sublimasi Ngangkek Kayu Terendam

(Intisari Bedah Naskah Monolog Karya NH. Yansah)

Ngangkek Batang Terendam adalah nama dari tradisi petatah-petitih dalam rangkaian prosesi akad nikah di Kota Bengkulu yang NH. Yansah pinjam dan gubah frasanya menjadi Ngangkek Kayu Terendam serta dimaknai lebih luas sebagai gerakan yang harus dilakukan oleh individu atau komunitas budaya secara fokus untuk mengangkat, menghidupkan kembali seluruh budaya daerah yang mati atau akan punah menjadi naskah monolog.

Naskah ini memberikan gambaran, meski usaha itu sangat berat atau tidak mudah dilakukan, sebagai salah satu jalan pengalihan dari energi, konflik atau dorongan bawah sadar yang berpotensi mengganggu kehidupan individu atau komunitas budaya itu sendiri serta berpotensi mengganggu pemajuan kebudayaan daerah dalam mewujudkan gerakan nasional merajut budaya, membangun bangsa. Menjadi ekspresi simbolis yang bermakna dan dapat diterima, menjaga keseimbangan sosial budaya.

Sublimasi Ngangkek Kayu Terendam sebuah paradoks; Amarah didasari oleh kekecewaan atas sistem sosial, berkumpul atau berserikat yang mengalami pergeseran budaya, regulasi atau aturan dibuat oleh pemerintah daerah yang mengatur, mengendalikan, atau mengarahkan individu, kelompok atau organisasi budaya agar tertib, aman dan efisien tidak berjalan dengan baik.

Namun individu dan komunitas budaya harus menahan atau mengalihkan amarah, kekecewaan itu dan tetap harus berusaha mengangkat menghidupkan kembali budaya daerah.

Menyikapi hal ini diperlukannya sosok pemimpin yang dapat menyatukan permasalahan dan kepentingan tersebut. Sehingga memiliki kesepahaman antara individu, komunitas budaya dan pemerintah daerah terhadap pentingnya pemajuan kebudayaan daerah sehingga menjadi bagian penting dari capaian berdirinya kementrian kebudayaan Republik Indonesia (RI).

Dalam naskah ini, NH. Yansah juga menekankan pentingnya gerakan kolaborasi, antar individu atau komunitas budaya. NH. Yansah beranggapan teater bisa menjadi sarana dalam mempromosikan, menghidupkan budaya daerah yang hampir punah.

Tidak hanya itu, NH. Yansah pun berharap agar semua pihak saling mendukung, membesarkan dan menepis pengaruh modernisasi dan globalisasi yang sudah masuk ke sendi-sendi pemikiran masyarakat yang akhirnya menggerus budaya lokal tersebut. Warisan budaya itu, harus hidup dan dikembangkan hari ini serta kembali menjadi warisan di masa yang akan datang, jangan hanya menjadi cerita dan kebanggaan di masa lalu saja.

Salah satu usaha NH. Yansah alias Nadi Hariyansyah yang merupakan seorang sutradara, aktor serta penulis naskah teater ini dalam menyuarakan pentingnya pemajuan kebudayaan daerah dengan membuat naskah monolog yang dibedah pada tanggal 27 November yang lalu dan akan dilanjutkan dengan pentas monolog pada tanggal 16 Desember 2025, di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Bengkulu.

Kegiatan ini merupakan bantuan fasilitasi pemajuan Kebudayaan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah VII Bengkulu-Lampung Tahap II Kategori Perseorangan.

Harapan NH. Yansah, semoga naskah ini berdampak bagi pemajuan kebudayaan serta dampak ini juga dirasakan individu, komunitas, UMKM budaya dan seluruh lapisan masyarakat Bengkulu. Akhirnya terciptalah ekosistem budaya yang sehat. (**)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan