By: Davit Segara
Wartawan Madya – Dewan Pers No. 14792-LSPR/WDya/DP/XII/2018/16/02/80
PRINGSEWU – Lucu memang. Begitu sebuah media memberanikan diri membongkar dugaan pelanggaran dan suara korban mulai terdengar publik, tiba-tiba muncul media lain yang sok-sokan mau jadi “juru selamat etika jurnalistik.” Mereka datang bawa catatan kode etik, tapi lupa bawa cermin.
Tiba-tiba aja ada yang teriak, “Itu melanggar kode etik!” Seolah-olah mereka ini titisan Dewan Pers, padahal faktanya belum baca utuh beritanya, belum kenal narasumbernya, dan yang paling parah belum tahu posisi duduk perkara, tapi udah berani ngecap sesat.
Hebat betul !.
Masalahnya bukan karena mereka kritis. Kritik itu sehat. Yang busuk adalah kritik yang lahir dari ketakutan akan efek domino: kalau satu berita investigatif ini viral, bisa jadi ada banyak kartu domino lain yang ikut jatuh. Maka mulailah operasi pemadaman api, tuding-tuding, framing, lalu tampil bak malaikat penyelamat jurnalistik.
Padahal, kita tahu persis, sebagian dari mereka adalah media yang doyan main aman. Nggak berani nulis tajam kalau nggak dapat izin dari pemilik modal. Kalau pelanggannya korporat besar atau tokoh lokal berpengaruh, ya lebih baik bungkam daripada diblacklist dari daftar iklan.
Dan sekarang mereka muncul, bukan untuk mengoreksi, tapi untuk adu tanding. Bukan tanding fakta, tapi tanding framing. Biar pembaca bingung, mana yang benar, mana yang salah. Ini bukan sekadar pencitraan, ini pembungkaman halus dengan balutan “kode etik.”
Pertanyaannya, siapa yang sebenarnya panik? Siapa yang tiba-tiba berisik karena takut kenyataan yang ditutup-tutupi terkuak?
Kita nggak sedang bicara soal media sempurna karena tidak ada. Tapi ketika media mulai menyerang media lain hanya karena merasa terganggu eksistensinya, publik harus lebih waspada. Karena kadang, yang paling vokal soal etika, adalah yang paling sering menjualnya.
Jadi, kalau kamu baca berita yang isinya cuma nyinyir ke media lain tanpa menyentuh substansi kasus, ingat satu hal, bisa jadi itu bukan klarifikasi, tapi strategi. Strategi mengalihkan fokus agar kebenaran tetap terkubur di balik tumpukan etika yang dimanipulasi.