Lampung, WordPers.ID — Di tengah jeritan rakyat dan desakan penghematan anggaran dari pusat, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Lampung Selatan justru tampil bak istana kecil. Dengan alokasi dana yang bikin dahi mengerut dan kantong rakyat tercekik, dinas ini diduga lebih sibuk membangun kenyamanan internal daripada melayani publik.
Tak tanggung-tanggung, belanja faksimili, langganan internet, kawat (entah untuk apa), dan televisi mencapai angka Rp864 juta. Bukan main. Jika anggaran itu diubah jadi voucher data, mungkin bisa membagikan kuota gratis se-Lampung Selatan selama satu tahun. Tapi apa daya, rakyat hanya bisa menonton dari luar pagar, sementara pejabat menonton TV berlangganan dari balik pendingin ruangan.
“Ini belanja tertinggi se-Lampung untuk pos seperti itu. Kita bukan bicara Jakarta lho, ini Lampung Selatan,” sindir Nova Handra, Ketua LSM L@pakk, dengan nada getir namun logis.
Nova mempertanyakan urgensi belanja tersebut yang dianggap tak menyentuh pelayanan langsung kepada publik. DPMPTSP, katanya, seharusnya jadi jantung efisiensi birokrasi, bukan etalase gaya hidup digital yang tak jelas relevansinya.
“Pertanyaannya sederhana: apa rakyat terbantu dengan TV kabel dan internet mahal di ruangan pejabat? Atau jangan-jangan cuma untuk memantau drama Korea dan Youtube motivasi?” ucapnya sarkastik.
Tak berhenti di situ, anggaran untuk jasa keamanan pun menguras nalar. Sebanyak Rp225 juta digelontorkan untuk tenaga pengamanan, belum termasuk Rp26,4 juta untuk petugas non-PNS. Satu kantor, dua lapis pengamanan. Apakah dinas ini menyimpan emas batangan? Atau takut kedatangan investor palsu?
“Kenapa tidak optimalkan Satpol PP? Apa fungsinya Satpol kalau tiap dinas malah bikin ‘tentara pribadi’ dengan APBD?” tanya Nova dengan nada serius yang menggambarkan kekesalan publik.
Satu lagi yang tak kalah ‘unik’: sistem parkir berbayar di kantor DPMPTSP. Bayangkan, kantor pelayanan publik tapi tamunya disambut tarif parkir. Seolah-olah ini mal, bukan instansi pemerintah. Ironisnya, pendapatan dari parkir tersebut misterius, seperti harta karun yang belum ditemukan.
“Sampai sekarang tidak jelas masuknya ke mana. Kalau ke kas daerah, mana buktinya? Kalau enggak, ya ini sudah masuk kategori pungli gaya baru,” tegas Nova.
LSM L@pakk pun mendesak Bupati Lampung Selatan untuk tidak sekadar tersenyum di baliho, tapi segera mengevaluasi pengelolaan anggaran yang semakin tak berpihak pada publik. Rakyat tak butuh dinas yang wangi anggaran tapi bau kepentingan.
“Dinas ini mewah di atas kertas, tapi miskin dampak untuk rakyat. Sudah saatnya dibalik: bukan rakyat yang melayani anggaran, tapi anggaran yang melayani rakyat,” pungkasnya. ( */Davit )