PRINGSEWU, WordPers.ID – Kecamatan Pagelaran Utara seperti anak tiri yang ditelantarkan di rumah sendiri. Sudah puluhan tahun warga di sana hidup berdampingan dengan jalan rusak yang tak kunjung diperbaiki. Aspal? Sudah lama hilang. Yang tersisa hanya lubang-lubang maut, batu berserakan, dan pasir yang siap bikin pengendara tergelincir setiap saat.
Musim hujan tiba, jalanan berubah jadi kubangan kerbau, licin, dalam, dan mengancam keselamatan siapa pun yang melintas. Tapi jangan salah, saat musim panas datang, kondisinya justru makin menyiksa. Debu beterbangan tak karuan, masuk ke rumah, sekolah, bahkan tempat ibadah. Anak-anak batuk, orang tua mengeluh, tapi pemerintah tetap diam seribu bahasa.
“Kalau hujan kami takut lewat, kalau kemarau kami sesak napas karena debu. Kami sudah puluhan tahun begini, tapi janji perbaikan jalan cuma tinggal janji,” kata Herlianto, warga Pagelaran Utara yang mengaku sudah muak dengan kondisi jalan di desanya.
Pagelaran Utara bukan hutan terisolir. Ini bagian dari Kabupaten Pringsewu yang seharusnya punya hak atas pembangunan yang layak. Ironisnya, suara warga di sini hanya didengar saat musim pemilu. Setelah itu? Lenyap. Janji-janji tinggal janji. Proyek yang katanya akan masuk, nyatanya hanya jadi kabar bohong yang makin menambah luka warga.
Akses menuju Pagelaran Induk kini seperti arena survival, bukan jalan. Bahkan kendaraan roda empat pun sering menyerah. Yang lewat pun harus siap berjudi nyawa. Inikah potret kabupaten yang katanya berkomitmen pada pembangunan berkeadilan.
Bupati Pringsewu, ini bukan sekadar infrastruktur rusak. Ini tentang martabat rakyat yang diabaikan. Jalan rusak ini mencerminkan betapa jauhnya pemerintah dari denyut nadi masyarakat kecil. Di kantor megah, para pejabat duduk nyaman ber AC. Sementara di Pagelaran Utara, rakyat harus rela hidup dalam debu, lumpur, dan kepedihan.
Tak perlu retorika kosong. Masyarakat sudah bosan dijadikan objek pencitraan. Kalau tak mampu memberi solusi, jangan salahkan jika rakyat mulai bersuara lebih keras. Jangan tunggu amarah berubah jadi perlawanan.
Pagelaran Utara bukan tempat buangan. Ini adalah tulang punggung ketahanan pangan Pringsewu. Jika pemimpinnya masih diam, sejarah akan mencatat bahwa di masa jabatannya, rakyat dibiarkan menderita tanpa arah.
( Davit )