PRINGSEWU, WordPers.ID – Di balik semangat pemerataan akses internet hingga ke pelosok desa, tersembunyi persoalan yang kian hari makin meresahkan. Di Pekon Banyuwangi dan Pekon Nusawungu, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Pringsewu, kemajuan digital datang bersama ketidaktertiban, kabel menjuntai semrawut di tiang-tiang milik PLN, sementara tiang-tiang baru milik penyedia Wi-Fi pribadi berdiri tanpa izin di atas tanah milik warga., Minggu (4/5/25).
Tiang listrik negara, yang seharusnya steril dari kepentingan pihak swasta, kini berubah menjadi ladang tambang kabel internet liar.
Tanpa koordinasi, tanpa standar keamanan, dan tanpa rasa hormat terhadap infrastruktur publik, para penyedia layanan internet lokal berlomba menggantungkan kabel seenaknya. Akibatnya, pemandangan jalan desa tak ubahnya seperti hutan kabel—kusut, menggantung, dan membahayakan.
Lebih dari sekadar merusak wajah lingkungan, kondisi ini juga mengancam keselamatan. Teknisi Wi-Fi kerap terlihat memanjat tiang PLN untuk memperbaiki sambungan, berdekatan dengan arus listrik.
“Kami sering lihat mereka kerja tanpa alat pengaman. Itu tiang PLN, bukan milik mereka. Kalau sampai kesetrum, siapa yang bertanggung jawab?” kata seorang warga Pekon Nusawungu.
Tak kalah memprihatinkan, sejumlah tiang Wi-Fi pribadi juga ditemukan berdiri di pekarangan rumah warga tanpa izin.
“Enggak ada yang minta izin. Tiba-tiba tiang udah ada. Saya pemilik tanah,” ujarnya.
Situasi ini akhirnya memicu desakan keras dari Dewan Pimpinan Pusat Pergerakan Masyarakat Analisis Kebijakan (DPP PEMATANK) yang geram melihat pembiaran ini terus berlangsung.
Ketua DPP PEMATANK, Romli, dalam pernyataan tegasnya, menyentil DPRD Provinsi Lampung agar tak lagi duduk manis melihat kabel-kabel semrawut yang menjajah ruang publik dan merampas hak warga.
“Dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah serta demi mendorong keterbukaan dalam kebijakan publik, kami mendesak DPRD Provinsi Lampung untuk segera memanggil para penyedia jasa internet guna mempertanyakan legalitas dan izin pemasangan kabel di Pekon Nusawungu dan Banyuwangi,” tegas Romli.
Romli menyebut, temuan di lapangan menunjukkan indikasi kuat adanya pembiaran sistematis oleh pemerintah daerah terhadap pemasangan kabel dan tiang oleh provider tanpa aturan jelas.
“Kalau ini dibiarkan, maka pemerintah sedang memberi contoh bahwa hukum bisa dilanggar asal demi koneksi cepat,” sentilnya tajam.
Ia juga meminta DPRD Kabupaten Pringsewu bertindak menyikapi keresahan masyarakat.
“Jangan tutup mata, Ini bukan cuma soal kabel, tapi soal ketertiban, estetika, dan tanggung jawab pemerintah terhadap ruang publik,” katanya.
Tak hanya meminta pemanggilan provider, DPP PEMATANK juga mendesak DPRD agar memerintahkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang membidangi perizinan untuk mengaudit semua dokumen izin yang berkaitan dengan pemasangan tiang dan kabel Fiber Optik (FO). Jika ditemukan pelanggaran, Romli menuntut DPRD di semua level segera ambil tindakan tegas, bukan basa-basi politik.
“Kami berharap temuan ini bukan sekadar catatan, tapi diproses untuk menegakkan transparansi dan kepastian hukum. Masyarakat sudah cukup sabar, sekarang giliran wakil rakyat menunjukkan keberpihakannya,” pungkas Romli.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) belum berhasil dikonfirmasi terkait kondisi dan regulasi yang mengikat anggotanya di wilayah tersebut.
( Davit )