Tiga Laki – Laki Part 17: Tim Penyelamat

Foto oleh Limar Lee Koleksi pribadi Bagus SLE

Oleh: Bagus SLE

Sebuah rakit tua dari bambu dan hampir rusak bergerak perlahan mengikuti angin yang berhembus pelan. Semakin lama semakin mendekati sesosok tubuh yang berusaha kepalanya tetap bertahan di permukaan air.

Kadang sosok itu timbul tenggelam. Kelihatan sekali kalau tubuh itu sudah sangat kelelahan. Setiap kali timbul tampak dia berusaha menghirup udara sebanyak mungkin.

Mata insan lemah itu melihat ada rakit yang bergerak ke arah tubuhnya. Tapi dia sudah tidak mampu lagi untuk berenang mencapai benda tersebut.

Tenaganya sudah banyak terkuras ketika menghadapi gelombang besar yang disebabkan oleh angin tadi.

Langit menjelang senja sore ini terlihat indah. Nun di ufuk barat sana matahari bersinar lembut dengan jingga yang cantik. Awan-awan yang menghitam dan langit aneka warna membentuk lukisan alam yang mengagumkan.

Ketika seekor camar melayang di atas kepala, saat itu pula tubuh itu perlahan telungkup. Burung laut itu sesaat melayang-layang di atas tubuh tersebut. Suaranya gaduh. Mungkin mengkhawatirkan orang yang malang ini.

Tidak lama kemudian berdatangan beberapa ekor camar lain. Terbang tinggi lalu menukik cepat dan manabrak tubuh yang menelungkup. Camar yang pertama hinggap di atas kepala dan mematuk-matuk. Tidak ada gerakan.

Rakit sudah sampai dan menabrak kepala. Juga tidak ada reaksi. Camar semakin ribut. Semakin ganas mematuk.

Sesaat kelihatan tubuh itu bereaksi ketika rakit kembali membentur kepala. Kali ini lebih keras. Bersusah payah tangan itu menggapai benda yang menyadarkannya. Tangan kanan sudah di atas bambu-bambu yang sudah kelihatan usang. Tangan kiri juga perlahan mencari pegangan.

Kepala itu harus mengangkat wajahnya supaya bisa bernafas. Hanya bergerak sedikit untuk menghirup udara. Tubuh itu sudah benar-benar lemah. Untuk mengangkat kepala ke atas rakit itupun sudah tak mampu.

“Tuhan, terimakasih kau datangkan rakit ini. Tolong cukupkan tenagaku untuk bisa menaikinya.”

Suara itu menggema di dalam hati.

Camar-camar masih terbang mengitari. Lalu mendarat di atas rakit. Suara-suara bersahutan. Mungkin menyemangati.

Mentari sudah tenggelam. Pantulan sinarnya begitu indah. Rakit, camar dan tubuh yang mengapung menjadi siluet dari jauh. Tampak kepala mulai bergerak ke atas rakit dan menopang.

Setelah beberapa saat kemudian, kedua tangan itu berusaha untuk menopang pada rakit dan mengangkat tubuh. Hanya sebatas perut. Tubuh bagian atas sekarang sudah di atas rakit. Perlahan rakit mulai bergerak.

“Tuhan, tolong Kau selamatkan juga ayahku… ” Suara hati itu menggema dan menghilang di samudra lepas.

Setengah tubuh di atas rakit itu adalah Tegar yang kembali di selamatkan oleh Sang Pemilik kehidupannya. Kali ini dia berusaha menaikkan sebagian tubuhnya yang masih di dalam air. Sebelah kaki sudah terangkat, dan membiarkan sebelah lagi tetap di dalam air.

Angin senja yang lembut membawa rakit mengikuti arus air yang perlahan. Langit sudah mulai gelap pertanda masuk waktu malam. Bulan sabit dan gemintang mulai kelihatan.

Tegar berusaha kembali menaikkan sebelah kaki yang masih ada di air. Setelah dengan usaha yang sangat keras, sekarang tubuh itu utuh di atas rakit.

“Apalagi takdirmu untukku, Tuhan… ” Lirih suara hati yang sangat letih.

Dia tak mampu membayangkan apa-apa lagi tentang kehidupannya, baik masa lalu, maupun masa depan. Dia terlalu lemah.

Jika dia mampu melewati hari ini, maka esok adalah hari ke tiga tanpa makanan. Sanggupkan tubuhnya? Hanya Tuhan yang maha kuasa yang tahu jawabannya.

Para camar masih ada di sekitar rakitnya. Sesekali terbang lalu hinggap kembali. Tuhan mengirimkan mereka sebagai teman.

Dari jauh ada bayang-bayang sirip menuju arah Tegar dan rakitnya. Melompat-lompat. Saat dekat rakit, ternyata sirip itu milik beberapa lumba-lumba. Camar-camar itu bersuara bersahutan dan penghuni laut paling pintar itu mengeluarkan kepala dari air. Sepertinya terjadi komunikasi antara dua jenis makhluk dari dua dunia itu.

Tidak lama kemudian rakit perlahan-lahan bergerak. Rupanya beberapa lumba-lumba mendorong benda dengan penumpang seorang manusia dan beberapa camar.

Tidak ada tanggapan
dari Tegar yang sudah hilang ketampanannya itu saat ini. Dia hanya pasrah pada Ilahi. Menyerahkan semuanya pada garisan takdir yang telah ditorehkan.