Kota Bengkulu, Word Pers Indonesia – Dugaan mobilisasi Lurah dan Ketua RT di Kota Bengkulu yang dilakukan oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1, Helmi Hasan dan Mian, kini resmi dilimpahkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Penjabat (Pj) Wali Kota Bengkulu.
Keputusan ini diambil oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Bengkulu setelah para terlapor, termasuk sejumlah lurah dan ketua RT, dua kali mangkir dari undangan klarifikasi yang dilayangkan Bawaslu.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Provinsi Bengkulu, Eko Sugianto, membenarkan bahwa laporan yang dilayangkan Ketua Gerakan Masyarakat Pengawas Birokrasi (Gemawasbi) Provinsi Bengkulu, Jevi Sartika SH, telah terbukti.
“Mereka tidak hadir memenuhi undangan, artinya hak klarifikasi tidak digunakan. Laporan langsung kami teruskan ke BKN untuk lurah, sedangkan untuk RT diteruskan ke Pj Wali Kota,” kata Eko, Senin (25/11/2024).
Bawaslu juga mengeluarkan surat resmi Pemberitahuan Tentang Status Laporan, yang menjadi dasar pelimpahan kasus ini.
Kasus ini bermula dari laporan yang menyebut adanya pertemuan yang melibatkan lurah, ketua RT, dan RW di kediaman pribadi Helmi Hasan di RT 13, Kelurahan Betungan. Pertemuan tersebut diduga berlangsung menjelang akhir masa kampanye.
Menurut Jevi Sartika, ada indikasi kuat bahwa para lurah dan RT yang hadir diarahkan untuk mendukung pasangan Helmi-Mian dalam Pilkada Bengkulu. Selain itu, peserta pertemuan dilaporkan menerima fasilitas akomodasi dari panitia pelaksana.
“Kegiatan seperti ini melanggar prinsip netralitas ASN dan sangat mencederai demokrasi,” ujar Jevi.
Tidak hanya para lurah dan ketua RT, Helmi Hasan sendiri sebelumnya juga mangkir dari undangan klarifikasi yang dilayangkan Bawaslu.
“Undangan sudah kami antar langsung ke kediaman masing-masing, tapi tetap tidak diindahkan,” tambah Eko, dikutip dari Newsikal.com, Minggu (24/11).
Dengan dilimpahkannya kasus ini, BKN dan Pj Wali Kota Bengkulu diharapkan segera menindaklanjuti pelanggaran yang terbukti tersebut. Langkah ini diambil untuk menegakkan prinsip netralitas ASN dan memastikan integritas dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena dianggap mencoreng semangat demokrasi. Tindakan tegas terhadap pelanggaran ini diharapkan menjadi pelajaran penting bagi semua pihak agar tidak menggunakan perangkat pemerintah untuk kepentingan politik praktis. (Red)