Gerakan Kecil Dari Desa Pelosok

Oleh: Bagus SLE

BYUTO, bagi orang Serawai mendengar kata ini ada rasa yang begidik. Maklum saja, Byuto dalam cerita sehari -hari di masa lalu adalah cerita yang mengandung mistis dan malapetaka.

Bagi sekelompok anak muda desa Tanjung Alam, cerita yang mengerikan tersebut jadi ide untuk sebuah merek usaha mereka. Tujuannya adalah menghidupkan kembali cerita misteri tersebut sebagai kekayaan sastra tutur nenek moyang mereka, yang merupakan bukti bukti tingginya tingkat intelektual.

Brand BYUTO mengusung identitas ‘Limited Product’. Bergerak di bidang penyediaan souvenir untuk kabupaten Kepahiang, yang masih kosong. Dimaksudkan melengkapi dan melayani kebutuhan para wisatawan yang semakin tinggi ke daerah mereka.

Menggunakan dana pinjaman sebesar 1,5 juta dari kepala desa, Anak-anak muda ini langsung bergerak, menjalankan ide mahal mereka.

Produk awal kelompok pemuda belia dan remaja ini, yang baru berupa bingkai foto, tabungan, kotak tisu yang menggunakan daun pisang dan daun bambu kering yang banyak di sekeliling rumah, sebagai bahan pendukung utama, langsung mendapat respon positif dari masyarakat begitu dipasarkan melalui on line. Pesanan langsung membuat para BYUTO kewalahan.

Wajar saja, dengan kualitas dan disain yang mereka terapkan pada karya-karya mereka, bandrol mulai Rp 10.000 hingga Rp 35.000, harga tersebut amat sangat murah.

Sementara untuk karya pada kaos mengaplikasikan dua disain pada satu kaos, yaitu brand BYUTO dan M. Djafar Sidik, pahlawan gerilya merebut kemerdekaan, sebagai maskot daerah mereka, Tanjung Alam.

Tidak ada yang menyangka, di tanah pelosok di wilayah kecamatan Ujan Mas, kabupaten Kepahiang, menemukan jiwa-jiwa muda dengan ide di luar kebiasaan anak muda pada umumnya.

Di saat pemuda ‘biasa’ ngumpul dan bercerita soal urusan pacar dan bersenang-senang, atau hanya menghabiskan uang orang tua, para BYUTO, sudah berbicara jauh ke depan. Mereka sudah merencanakan masuk dalam ruang kosong yang tersedia di dunia bisnis. Pemikiran yang biasanya dimiliki oleh orang-orang yang ada di kota atau yang telah menempuh pendidikan tinggi.

Melakukan yang terbaik, dan menyediakan lapangan pekerjaan, setidaknya bagi diri sendiri, adalah tekad besar mereka. Tantangan yang terbesar nanti adalah diri mereka sendiri, selain dari pengaruh kalimat-kalimat yang datang dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan.

Pelajaran yang sangat bijak dari anak-anak usia 18 hingga 20 tahun.

Dukungan moral dari keluarga dan masyarakat desa akan menjadi modal penguat tekad untuk membuktikan BYUTO mampu memberi warna pada dunia, setidaknya dalam kabupaten Kepahiang itu sendiri.

BYUTO sudah memulai, kamu kapan? Atau kamu sudah cukup dengan hanya menghitung angin dan usil terhadap kehiduoan orang lain?

Posting Terkait

Jangan Lewatkan