Kontroversi Galian C di Bengkulu Selatan: PT Jatropa Solution Klaim Izin, Kepala Desa Tegaskan Belum Ada Koordinasi

Bengkulu Selatan, Word Pers Indonesia Kegiatan peningkatan badan jalan yang dilakukan oleh PT Jatropa Solution di Desa Tanjung Aur, Kecamatan Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan, mencuatkan dugaan penggunaan material ilegal dengan cara mengeruk batu dari aliran sungai untuk kepentingan pembangunan jalan perkebunan kelapa sawit milik perusahaan tersebut.

Pada saat operasional, muncul keluhan dari warga karena aliran sungai menjadi keruh. Setelah penegak hukum datang ke lokasi galian C, aktivitas tersebut dihentikan dan sedang dalam proses penanganan hukum.

Dalam pengamatan di lokasi galian C ilegal, terungkap bahwa penggunaan alat berat, khususnya excavator, untuk mengekstraksi koral dari sungai Teramang yang terletak di Desa Tanjung Aur, Kecamatan Pino Raya, Kabupaten Bengkulu Selatan, tanpa izin resmi. Koral yang dikeruk kemudian dimuat ke truk dan diangkut ke lokasi jalan PT Jatropa Solution yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit.

Jalan perkebunan kelapa sawit milik PT Jatropa Solution, yang diduga telah menggunakan koral dari galian C ilegal, diketahui telah mencapai sekitar 4 kilometer. Proses pengerukan galian C ini dilakukan dengan bebas menggunakan excavator jenis CAT.

Sementara itu, pihak PT Jatropa Solution membantah tudingan ilegalitas tersebut. Mereka menjelaskan kepada awak media bahwa mereka memang mengambil material batu koral dari sungai Pino untuk pembangunan jalan perkebunan kelapa sawit, dan telah memperoleh izin dari Lingkungan Hidup Provinsi Bengkulu. Pernyataan tersebut disampaikan oleh perwakilan PT Jatropa Solution pada Hari Rabu, tanggal 16 Januari 2024.

Menanggapi hal ini, Kepala Desa Tanjung Aur memberikan klarifikasi. Meskipun ada pemberitahuan dari PT Jatropa Solution terkait pengambilan batu di aliran sungai Pino, kepala desa menyatakan bahwa belum pernah menerima surat izin resmi dari Dinas Lingkungan Hidup atau Dinas Pertambangan Provinsi Bengkulu.

Ia juga menegaskan bahwa tidak ada koordinasi atau izin yang diberikan kepada pihak desa terkait pengambilan batu tersebut.

Mengacu pada pasal 480 KUHP, ancaman hukuman bagi penadah dapat mencapai 4 tahun kurungan penjara. Penambangan galian C tanpa izin resmi dianggap sebagai tindak pidana, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Pasal 158 dalam UU tersebut menyebutkan bahwa pelaku usaha penambangan tanpa izin resmi dapat dihukum penjara selama 5 tahun dan dikenakan denda sebesar Rp.100 miliar.

Dengan demikian, perlu adanya tindak lanjut yang tegas dari aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini penting untuk mencegah tumbuhnya aktivitas usaha ilegal di sektor pertambangan yang dapat merugikan lingkungan dan melanggar hukum yang sudah diatur dalam UU Minerba. Semua pihak, tanpa kekecualian, harus patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia.

Reporter: Alidina
Editor: Anasril

Posting Terkait

Jangan Lewatkan