Narasi Medsos Alat Tempur Membentuk Persepsi, Keyakinan dan Perilaku Publik
Kita berada dalam periode stabilitas politik dunia sedang menurun, ada banyak upaya pendiskreditan sistematis terhadap institusi-institusi besar dunia sejak memasuki abad 21, semua pihak, mulai dari lembaga finansial, keamanan, politik, hingga media telah dianggap gagal oleh beberapa pihak.
Ditambah lagi kehadiran teknologi seperti sekarang, maka terbentuklah badai yang sempurna untuk memancing munculnya konflik. Konflik yang dimaksud disini tidak akan menjadi perang dalam artian tradisional, namun berdampak sangat massif dan fatal.
Perang di era medsos (media sosial) adalah desain propaganda pihak penyerang untuk membuat rakyat sebuah negara marah dan kemudian menuntut atau bahkan berupaya untuk menggulingkan pemerintahnya sendiri, sehingga pihak penyerang tidak perlu repot-repot mengirim bala tentara.
Pemicu kemarahan massa bisa dikembangkan melalui medsos, dan jika skema dan skenario penyerang berkembang efektif dan berhasil ! masyarakat akan menuntut tanggung jawab pemimpin pemerintahannya, dan bila sang pemimpin tidak melakukan apa-apa, maka posisinya bisa menjadi terancam.
Perang adalah politik yang dilakukan lewat cara lain, sementara sekarang kita justru melihat politik narasi yang dipersenjatai ? dulu operasi propaganda media hanya muncul demi mendukung operasi militer di lapangan. Namun sekarang kita berada dalam situasi dimana operasi militer lapangan justru diciptakan demi mendukung operasi propaganda melalui internet.
Alat yang sama akan digunakan oleh pihak penindas dan juga yang ditindas ! sejarah media sosial merupakan cerita tentang pasang surutnya harapan, tergantung si manusia sendiri untuk memanfaatkan alat tempur baru bernama media sosial,
Proses Membangun Narasi
Narasi adalah garis kisah yang memaksa yang bisa menjelaskan peristiwa secara meyakinkan dan darinya kesimpulan bisa ditarik. Narasi bersifat strategis karena ia dirancang atau dipelihara dengan niat untuk menyusun respon pihak lain terhadap peristiwa yang sedang berkembang.
Narasi tidak muncul secara spontan, namun ia dibangun atau diperkuat secara sengaja di luar ide atau pemikiran yang ada saat ini. Narasi mengekspresikan sense of identity dan sense of belonging serta mengomunikasikan “sense” atas alasan, tujuan, dan misi.
Narasi adalah sumber daya yang sangat kuat untuk mempengaruhi
audien, ia menawarkan bentuk alternatif dari rasionalitas yang berakar kuat dalam budaya, yang bisa digunakan untuk menginterpretasikan dan membingkai peristiwa-peristiwa lokal dan untuk mendorong dilakukannya aksi-aksi personal tertentu.
Pakar militer David Kilcullen mendefinisikan narasi sebagai sebuah kisah yang menyatukan yang sederhana dan mudah diekspresikan, atau penjelasan yang mengatur pengalaman manusia dan memberikan kerangka kerja untuk memahami peristiwa.”
George Dimitriu menjelaskan bahwa narasi adalah sumber daya bagi aktor politik untuk membangun makna bersama untuk membentuk persepsi, keyakinan, dan perilaku publik, mereka mengatur sebuah struktur yang dengannya “sense” bersama berhasil dicapai, yang mewakili masa lalu, masa kini, masa depan, hambatan, dan tujuan akhir yang diinginkan.” Definisi lain disampaikan oleh Steve Tatham yang menjelaskan bahwa “narasi adalah sebuah penjelasan tematik dan berurutan yang menyalurkan makna dari pengarang kepada peserta tentang peristiwa tertentu.”
Narasi mengacu pada “ungkapan lisan atau tertulis dari peristiwa-peristiwa yang terhubung yang dikuatkan oleh oleh seni bercerita. Narasi berkaitan dengan bagaimana sesuatu diceritakan hingga ia menjadi melekat. Sebuah narasi ideologis berkaitan dengan tujuan strategis yang menyeluruh untuk memenangkan hati dan pikiran dan memberikan makna yang jelas dari peristiwa yang membingungkan. Berdasarkan sifatnya, ia hampir tidak pernah seimbang, terdiri dari setengah kebenaran dan kebohongan, demi melayani tujuan untuk memobilisasi dukungan massa untuk suatu tujuan. Dalam sebuah konflik, narasi digunakan untuk memobilisasi dukungan demi sebuah tujuan dalam perang ide melawan musuh.
Narasi sangat berhubungan dengan bagaimana kognisi manusia berfungsi. Terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa cerita mampu mempengaruhi kemampuan kita untuk mengingat kembali peristiwa, memotivasi seseorang untuk melakukan sebuah tindakan, mengatur reaksi emosional kita akan sebuah peristiwa, menyusun kemampuan problem solving kita, dan bahkan mendasari identitas sejati kita.
Melihat pentingnya story telling dalam pemikiran manusia, tidaklah mengejutkan jika narasi menempati posisi yang sangat krusial dalam peperangan dan hubungan internasional secara umum.
Michael Vlahos mengatakan bahwa: Dalam perang, narasi jauh lebih dari sekedar cerita. Narasi mungkin terdengar seperti kata sastra yang mewah, tetapi sebenarnya ia adalah dasar dari semua strategi, yang di atasnya seluruh kebijakan, retorika dan tindakan dibangun. Narasi perang perlu diidentifikasi dan diperiksa secara kritis dengan cara mereka sendiri, karena mereka dapat menerangi sifat dalam (inner nature) dari perang itu sendiri.
Narasi Perang Menjalankan Tiga Fungsi Penting
Pertama, Narasi adalah kerangka kerja kebijakan. Kebijakan tidak bisa eksis tanpa landasan kebenaran yang saling terhubung satu sama lain yang dengan mudah diterima oleh masyarakat—karena mereka tampak jelas dan tak terbantahkan.
Kedua, narasi bekerja sebagai kerangka kerja justru karena ia hanya mewakili visi eksistensial tersebut. ‘Kebenaran’ yang ia tegaskan secara kultural tidak mungkin untuk dibongkar atau bahkan dikritik.
Ketiga, setelah menyajikan logika perang yang tak diperselisihkan lagi, narasi kemudian secara praktis berfungsi sebagai buku pegangan retorika tentang bagaimana perang itu harus diperdebatkan dan dijelaskan.”
Pemerintah AS membangun narasi strategis untuk membantu mencapai tujuan yang diinginkan. Narasi tersebut strategis karena mereka didesain atau dipelihara dengan niatan untuk menyusun respon pihak lain atas atas peristiwa yang sedang berkembang.
Richard Jackson berpendapat bahwa dalam kasus perang melawan teror, narasi adalah wacana yang sengaja dibangun yang memiliki efek akhir terjadinya normalisasi kebijakan kontra-terorisme, menguatkan elit politik, memarjinalisasi perbedaan pendapat publik dan menegakkan persatuan nasional.
Menurutnya, narasi yang dibangun Amerika dalam perang melawan teror telah begitu sukses hingga tertanam pada lembaga-lembaga penegakan hukum, keamanan nasional, sistem hukum dan proses legislatif dan eksekutif. **Berbagai Sumber**
Penulis: Freddy W
Editor : Agus A