Sejak 2021, PT Injatama Merusak Aset Negara, APH Seharusnya Menindak Tegas!

Denah Lokasi Penambangan Pt Injatama

Word Pers Indonesia Sepanjang 500 meter jalan aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu di bongkar dan dijadikan lahan tambang oleh PT Injatama.

Pengerusakan jalan yang berdampak pada akses jalan sepanjang puluhan kilometer ini, ternyata sudah terjadi dari tahun 2021 yang lalu.

Namun, hingga saat ini belum ada penindakan hukum baik dari Pemprov maupun dari Aparat Penegak Hukum (APH) atas kerusakan aset tersebut.

Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, Tantawi Dali S.Sos MM mengatakan PT Injatama harusnya memiliki izin terlebih dahulu.

“Agar bisa memanfaatkan kandungan batu bara yang ada di areal jalan tersebut, harus ada izin atau regulasi yang mengatur tentang boleh apa tidak di gali di sekitar aset daerah itu,” kata Tantawi, Minggu (11/9).

Ternyata, kata dia, sampai hari ini belum juga ada perbaikan oleh PT Injatama.

“Kita monitoring dulu, baru kemudian investigasi ke lapangan bersama OPD terkait dan Kementrian terkait,” ujarnya.

Ditempat berbeda, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu menyebut telah menghentikan operasi penambangan batubara PT Injatama.

Sub Koordinator Pengusahaan Mineral Logam dan Batubara Dinas ESDM Provinsi Bengkulu Didi Ardiansyah di Kota Bengkulu, mengatakan pemberhentian sesuai Surat Keputusan Gubernur Bengkulu.

Yang menyatakan bahwa kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT Injatama tidak sesuai prosedur dan merusak jalan provinsi.

“Aktivitas penambangan PT Injatama memang sudah tidak berkegiatan di PIT tambang yang ada jalan Provinsi yang rusak,” sampainya, Senin (12/9/22).

Kabar terakhir, kata Didi, perusahaan sedang mereklamasi dengan menimbun lubang PIT tambang dan memperbaiki jalan provinsi yang rusak.

“Kalau perusahaan menambang di PIT yang di luar lokasi jalan yang rusak dan masuk dalam dokumen persetujuan RKAB, tidak masalah. Yang tetap di minta dari Pemprov adalah iktikad baik perusahaan atas penyelesaian jalan aset provinsi yang rusak tersebut,” tuturnya.

Ia menjelaskan bahwa secara administrasi dan kewenangan pengawasan pertambangan batu bara tidak lagi di Pemprov sejak 2020 karena telah menjadi kewenangan dan tanggungjawab Kementerian ESDM melalui Ditjen Minerba.

Namun, terkait dengan rusak-nya jalan milik provinsi, itu kewenangan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Bengkulu.

Melihat fenomena ini, M Hafidz, penggiat anti korupsi di Jakarta menyebut ada hal aneh dalam penyelesaian masalah ini.

“Sudah jelas aset negara di rusak, bukannya ditindak dan diberi hukuman, kok malah diminta itikad baik, gak salah?. Terindikasi ada pembiaran terhadap pelanggaran hukum. Orang paham hukum kok melanggar hukum, apa kata dunia?,” ketusnya.

Ia mengatakan, APH harusnya sudah menindak pelanggaran ini. Karena bukan soal itikad baik, tapi soal penegakan aturan yang benar dan sesuai regulasi di Negara Republik Indonesia. (Sj/Rmd)