wordpers.id – Di sejumlah tempat, panas bumi tak hanya dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik lewat pemanfaatan tak langsung, namun dimanfaatkan juga untuk indutri dan kepentingan pertanian terutama pasca panen.
Di Kelurahan Lahendong, Kecamatan Tomohon Selatan, Sulawesi Utara, uap panasbumi digunakan untuk industri gula aren.
Pemanfaatan energi panasbumi secara langsung untuk industri gula di pabrik gula Masarang sudah dilakukan sejak tahun 2004. Hal ini terwujud atas kerjasama antara PT. PGE Tomohon dengan Yayasan Masarang. Alhasil, setelah memanfaatkan panasbumi, warga meninggalkan kayu bakar untuk memproduksi gula sehingga kerusakan alam akibat pengambilan kayu di hutan secara liar bisa dicegah. Selain itu, waktu produksi pun lebih singkat.
Sementara di Kabupaten Garut dan Bandung Jawa Barat, panas bumi juga digunakan untuk mengeringkan kopi. Mesin pengering kopi dengan bantuan tenaga panas bumi ini terwujud, juga berkat perusahaan panas bumi Pertamina Geothermal Energi (PGE), yakni PGE Area Kamojang.
Alhasil, dengan mesin pengering dari pihak PGE, para petani kopi di Garut dan Kabupaten Bandung, kini tak usah susah-susah menjemur kopi lagi di terik matahari, namun bisa langsung mengunakan mesin pengering bantuan PGE. Proses pengeringan pun semakin cepat. Jika di matahari butuh satu pekan lebih, maka dengan mesin pengering panas bumi hanya butuh dua hari.
Namun patut diakui, berbicara panas bumi, yang sering muncul ke permukaan adalah pemanfaatan tak langsung berupa energi listrik. Hal itu pulalah yang menjadi salah satu fokus pembicaraan dalam webinar yang digelar atas kerjasama antara Rumah Kolaborasi (RuKo) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandarlampung, Sabtu (8/8/2020). Webinar bertajuk “Pemanfaatan Energi Panas Bumi untuk Agribisnis” itu dipandu mantan Ketua AJI Bandarlampung, Yoso Muliawan, dan menghadirkan empat narasumber.
Keempat narasumber tersebut adalah pegiat RuKo, Zulfaldi, Advisor RuKo Abimanyu, General Manager PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ulubelu Mawardi Agani, dan Supervisor External Relations PGE Ulubelu Arif Mulizar.
General Manager PT PGE Area Ulubelu Mawardi Agani pun mengakui hal tersebut. Menurutnya, sampai saat ini pemanfaatan energi panas bumi untuk agribisnis hanyalah kegiatan sebatas corporate social responsibility (CSR).
“Jadi, hanya sebatas percontohan bahwa panas bumi bisa dimanfaatkan untuk sektor agribisnis,” kata Mawardi dalam seminar tersebut.
Agani mengatakan, perusahaan-perusahaan panas bumi yang ada sekarang, termasuk PGE, terfokus pada pengelolaan energi panas bumi untuk pemanfaatan tak langsung energi listrik.
“Sementara untuk pemanfataan langsung, hanya bersifat percontohan dengan kegiatan skala CSR,” paparnya.
Melihat pemanfaatan panas bumi yang bisa dikembangkan untuk agrobisnis dan UMKM, Abimanyu menyarankan agar diciptakan skema kolaborasi antara pengembang panas bumi dan masyarakat yang dimoderasi oleh pemerintah.
Ia melihat, pemanfaatan panas bumi dalam skala CSR dan riset sudah berjalan baik, sehingga perlu dijajagi dalam kegiatan dengan skala industri guna kesejahteraan masyarakat.
“Jadi, bagaimana caranya pengembang dan masyarakat yang dimoderasi pemerintah saling berkolaborasi untuk mengembangkan pemanfaatan energi panas bumi untuk agribisnis guna kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Pegiat RuKo Zulfaldi menambahkan, pemanfaatan energi panas bumi untuk sektor agribisnis dapat dilakukan dengan melibatkan Badan Usaha Milik Antardesa (BumaDes), Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Ia mengatakan, jika pengembang terfokus pada pemanfaatan tak langsung, maka BumaDes, Gapoktan, KPH, dan BUMD bisa menjadi solusi sebagai pihak yang mengelola energi panas bumi dari pengembang untuk kebutuhan agribisnis. (Has/pabum)