Tegakkan Aturan Hukum Lawan Komunis Gaya Baru

Oleh : Achmad Hartono Adi Prabowo (Ketua Umum PW PII Jawa Timur)

Banyak umat Islam dan aktivis anti komunis di Indonesia menyuarakan agar waspada dengan komunis yang akan bangkit. Sering kita dengar kalimat “Awas, Komunis Gaya Baru sangat berbahaya”. Memang bisa kita temui dengan mudah berbagai tulisan maupun kegiatan yang berbau komunisme di Indonesia. Terutama beberapa tahun belakangan ini. Menjadi pertanyaan kita semua, benarkah komunis di Indonesia dapat bangkit kembali? Namun mengapa isu kebangkitan komunis tersebut dibantah oleh pemerintah.

Kalau begitu alangkah baiknya jika kita, mulai membaca kejadian-kejadian, fakta bahkan sanggahan akan bangkitnya komunis gaya baru di Indonesia. Lalu juga kenapa banyak pihak yang khawatir akan bangkitnya komunis.

Sanggahan Penguasa

Komunis di Indonesia tidak akan bangkit lagi, itulah yang dijelaskan oleh Luhut Binsar Panjaitan pada tahun 2016, beliau saat itu masih menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan. Menurutnya, ada tiga parameter yang menjadi landasan ideologi komunisme tak bisa hidup di Indonesia.

Menurut Luhut Parameter pertama adalah TAP MPRS No. XXV/1966. Sejak saat itu, Partai Komunisme Indonesia sebagai partai politik dibubarkan dan ideologi komunisme dilarang. “Bahwa Partai Komunis Indonesia tak bisa hidup di Indonesia dan organisasi yang tak berasaskan Pancasila pun tak punya hak untuk hidup di Indonesia.”
Parameter kedua adalah Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. UU tersebut menambah enam ketentuan baru di antara Pasal 107 dan Pasal 108 Bab I Buku 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. Diantaranya, pasal 107a menyatakan, “Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.”

Parameter ketiga adalah TAP MPR Nomor I/MPR/2003 yang berisi peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. TAP itu berbunyi, “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan seluruh ketentuan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 ini, kedepan diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.”

Hal yang sama juga di ungkapkan Profesor Mahfud MD pada tahun 2020 ini bahwa, kita jangan khawatir dengan bangkitnya komunis di Indonesia. Menko Polhukam, Prof Mohammad Mahfud MD menyatakan bahwa Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966 yang berkaitan dengan Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak bisa dicabut oleh lembaga apapun di Indonesia. Dia berkata “Percayalah, secara konstitusional sekarang ini tak ada MPR atau lembaga lain yang bisa mencabut Tap MPR tersebut.”

Menurut Luhut dan Mahfud, komunis tidak akan bangkit karena peraturan yang sudah ada tidak memberikan peluang bagi mereka untuk bangkit. Mari kita lihat apa yang terjadi.

Berbagai Peristiwa

Sejak reformasi, para eks komunis beserta anak cucunya mengklaim pada Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia), bahwa mereka adalah korban kejahatan HAM. Lalu mereka meminta ganti rugi dalam bentuk uang kepada negara. Bukan hanya itu. Seorang keturunan PKI yang bernama Ribka Tjiptaning, menerbitkan buku yang berjudul “Aku Bangga Menjadi anak PKI”. Kemudian ada Belok Kiri Festival di Taman Ismail Marzuki Jakarta Pusat pada tahun 2016.

Baru-baru ini tentu kita tahu ada pembahasan tentang Rancangan Undang-undang HIP (Haluan Ideologi Pancasila), sekarang diubah menjadi PIP (Pembinaan Ideologi Pancasila). Yang menjadi pertanyaan, mana mungkin Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dapat diatur oleh Undang-undang. Apalagi ingin memeras Pancasila menjadi Trisila bahkan Ekasila.

Bukan sampai di situ, ada juga beberapa kasus penusukan ulama di beberapa daerah dalam waktu berdekatan. Aktivis Islam juga tidak luput menjadi sasaran penyerangan, pemukulan dan penyiksaan oleh aparat kepolisian di kantor Pelajar Islam Indonesia (PII) juga bisa menjadi indikasi bangkitnya komunis gaya baru. Kita semua tahu bahwa PII dalam sejarah 1948 dan 1965 pemberontakan komunis terlibat secara fisik melawan mereka, bahkan beberapa kader PII saat itu gugur.

Peraturan hanyalah Peraturan

Indonesia punya TAP MPRS No. XXV/1966. Punya juga Undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara dan mengatur tentang larangan komunisme beserta aturan Pidana. Kita juga punya TAP MPR Nomor I/MPR/2003 yang berisi peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.

Namun aneh ketika gerakan komunis gaya baru terus berkembang di masyarakat aparatur penegak hukum rasanya masih belum tegas. Padahal hukum harus ditegakkan seadil-adilnya. Ada asas hukum yang berbunyi “fiat justitia et pereat mundus”, yaitu hendaklah hukum ditegakkan meskipun langit akan runtuh.

Maka dari itu, semua elemen wajib melawan neo komunis. Khususnya para aparat penegak hukum. Jangan beri celah sedikitpun untuk mereka bangkit kembali. Karena rakyat Indonesia ingin hidup dengan tenang dalam beragama dan bernegara. (Kanigoro)