Oleh : Ali Lubis, SH
Pasangan capres dan cawapres 01 Anies- muhaimin dan 03 Ganjar – Mahfud secara resmi telah mendaftarkan permohonan sengketa Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Penetapan hasil pemilu tahun 2024 oleh KPU RI. Yang dituangkan didalam Surat Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 dengan perolehan hasil suara untuk Paslon 01 sebanyak 40.971.906 (24.95%), dan Paslon 02 sebanyak 96.216.691 (58.58%) serta Paslon 03 sebanyak 27.050.878 (16.47%).
Adapun agenda sidang telah sampai pada tahap pembacaan jawaban pihak termohon, keterangan pihak terkait dan keterangan pihak Bawaslu RI. Namun yang menjadi pertanyaan besar masyarakat adalah Apakah Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili sengketa pelanggaran Pilpres yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) ?
Bahwa Berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat 1 UUD 1945 kewenangan Mahkamah Konstitusi hanya mengadili Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), bukan pelanggaran administrasi yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM).
Bahwa Menurut Pendapat Manahan Sitompul (mantan hakim MK) di tahun 2019 saat menjawab gugatan Tim Hukum Paslon 02, bahwa kewenangan untuk menyelesaikan pelanggaran administrasi yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) adalah kewenangan Bawaslu.
Bahwa selanjutnya Menurut Pendapat Aswanto (mantan hakim MK) selanjutnya dalil Pemohon soal Pelanggaran Pemilu bersifat TSM itu merujuk yurisprudensi yang lama yang diputus berdasarkan UU Pemilu dan UU Pilkada yang lama sebelum berlakunya UU Pemilu No. 7 Tahun 2017, nyata-nyata sudah tidak relevan dijadikan dasar hukum untuk diterapkan dalam PHPU Presiden 2019. saat membacakan putusan MK nomor No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019 di ruang sidang Mahkamah Konstitusi.
Bahwa selanjutnya menurut pendapat Suhartoyo (Hakim Ketua MK) pada tahun 2019, bahwa Perselisihan hasil pemilu didefinisikan sebatas perselisihan antara KPU dengan peserta pemilu mengenai penetapan hasil perolehan suara secara nasional, perselisihan itu pun dibatasi hanya perselisihan hasil suara yang dapat mempengaruhi perolehan kursi baik dalam pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD maupun pemilu presiden dan wakil presiden hanya dapat diajukan terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi hasil perhitungan suara.
Bahwa selanjutnya di dalam Pasal 475 ayat 2 UU Pemilu tahun 2017 yang menyebutkan permohonan keberatan terkait hasil pemilu presiden hanya terhadap hasil perhitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilih nya Paslon atau penentuan untuk terpilih kembali pada pemilu presiden.
Kata Hanya menunjukkan kewenangan dan kompetensi mahkamah konstitusi secara limitatif hanya menyelesaikan sengketa hasil pemilu termasuk pemilu presiden, bukan memeriksa hal-hal lain seperti dugaan pelanggaran dan kecurangan yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM).
Oleh sebab itu berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum diatas khususnya Pasal 24C ayat 1 UUD 1945 dan UU Pemilu tahun 2017 sebaiknya Mahkamah Konstitusi (MK) agar tidak melanjutkan proses persidangan terkait mengadili pelanggaran Pilpres yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) karena bukan kewenangannya. Adapun kewenangan MK hanya terkait sengketa Perolehan Suara, sebab jika masih dilanjutkan proses persidangan maka hal ini dapat dikategorikan melanggar UUD 1945.
Jumat, 29 Maret 2024