Kota Manna, Word Pers Indonesia – Ironi memang, ” ketika suatu kesalahan dibiarkan menjadi kebiasaan maka lama-lama akan menjadi kebenaran yang sulit diingkari “, ujar cik yon ketika ditemui di kediamannya mengawali jawaban mengenai situasi Bengkulu Selatan akhir-akhir ini.
Diakuinya bahwa Beliau sangat prihatin dengan situasi dan kondisi Bengkulu Selatan khususnya menyoroti permasalahan ketidakadilan yang menimpa banyak ASN B.S, bagi beliau ASN tidak bisa disepelekan hingga ditindas begitu saja, bukan saja karena sebutan prestise yang melekat pada dirinya, ASN juga merupakan agent of change dalam masyarakat dan salah satu komponen utama inisiator kemajuan daerah, sehebat apapun kepala daerah tidak akan bisa bekerja sendirian memajukan daerah ini tanpa bantuan dan kontribusi mereka, ingat itu, tegas cik yon.
Cik yon juga menjelaskan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah orang-orang yang dianggap paling intelektual dan memiliki status sosial yang tinggi dalam stratifikasi sosial. Untuk menjadi seorang ASN bukanlah suatu hal yang mudah, begitu banyak kualifikasi dan prosedur yang harus dipenuhi, dan menuntut integritas yang tinggi dalam bekerja. Disamping sebagai sebuah pekerjaan dan profesi yang menjanjikan bagi masyarakat, ASN juga merupakan Abdi Negara dan Abdi masyarakat, karena tentu saja siapapun tahu bahwa ASN adalah ruh dari mesin birokrasi yang menjalankan roda pemerintahan.
Sebagai abdi negara , ASN berkewajiban mematuhi segala bentuk hukum yang mengikat dirinya dengan negara tetapi juga berhak mendapatkan jaminan perlakuan yang adil di hadapan hukum yang memayunginya, yang saya tidak habis pikir, ketika banyak ASN B.S yang tertindas dan dirugikan oleh sebuah produk hukum yg justru melanggar hukum seperti mutasi, kebanyakan ASN B.S terkesan tidak peduli dan seperti kerbau dicolok hidungnya, daya intelektual dan akal sehatnya tiba-tiba hilang gitu lho..,
“Bahkan yang paling mengherankan lagi, kebanyakan ASN B.S menerima begitu saja dengan alasan yang tidak logis dan rasional, padahal jelas-jelas mereka itu dirugikan baik dari sisi karir maupun penghasilan, alasan tidak logis dari ASN itu cukup membuat saya shock, ungkap cik yon, apalagi kalau bukan “dua kata” yang selalu didewa-dewakan selama ini, apa itu…? tanya cik yon, apalagi kalau bukan cascading dan assesment,” ujar cik yon menjawab pertanyaannya sendiri.
Saya terus mengamati dan memantau kinerja bupati selama ini, khususnya masalah mutasi ini, saya menduga kalau bupati memang sedari awal sebelum menggulirkan gerbong mutasi sudah merencanakan dan mendesain ini, karena jika mutasi berpedoman kepada peraturan perundangan, maka dapat dipastikan tidak akan terjadi penonjoban dan pendemosian massal seperti yang sering terjadi beberapa waktu yang lalu, ini kerap kali terjadi ketika kepala daerah di masa-masa awal jabatannya, terus terang saya tidak tahu apa motifnya, tentu saja jika legalitas dari peraturan perundangan tidak dapat merestui, maka diduga ada upaya harus mencari legalitas lain yang dapat diterima, coba tebak apa itu…? tanya cik yon lagi, salah satunya itu…, legalitas sosial, pungkas beliau, minimal bentuk legalitas ini dapat diterima oleh ASN itu sendiri meskipun belum tentu dapat diterima masyarakat secara umum, saya menduga ini dilakukan secara tidak langsung secara masif dan intimidatif, semacam upaya brain washing-lah pada ASN sehingga akhirnya ini dapat diterima dengan mudah dikalangan ASN B.S sebagai legalitas sosial mengalahkan peraturan perundang-undangan, tindakan ini dipandang cukup mudah karena yang mendoktrinnya adalah seorang kepala daerah yang memiliki kekuasaan.
Semua tahu, bahkan masyarakat awam yang bukan ASN saja sudah sangat familiar dengan kata-kata cascading dan assesment ini, padahal dua kata yang sudah terlanjur melekat dan berakar diotak ASN B.S selama ini hanya sebuah metode evaluasi dan pembinaan tetapi bukan dasar hukum yang mutlak dan mengikat untuk menonjobkan dan mendemosikan pejabat, saya heran ASN B.S meng-amini begitu saja hal ini, kesal cik yon, seharusnya ASN sebagai salah satu aktor masyarakat yang dianggap paling intelektual, juga sebagai abdi Negara seperti yang saya jelaskan sebelumnya, bahwa peraturan perundang-undangan yang menjadi payung bagi dirinya harus dijadikan “kitab suci” yang harus mereka pahami dan dimengerti, jika perlu harus mereka hafalkan di luar kepala, tidak lucu jadinya kalau “kitab suci” ini lebih dipahami dan dimengerti oleh orang-orang diluar sistem mereka, saya sangat setuju dengan istilah mindsetting yang disematkan dalam laporan pengaduan ASN nonjob & demosi beberapa waktu yang lalu di acara hearing mereka dengan DPRD B.S, tapi saya lebih cenderung kepada dugaan upaya brain washing pada ASN B.S agar tanpa legalitas formal dan secara psikologis melegalkan metode ini menjadi hukum yang mengalahkan peraturan perundang-undangan sehingga lama-lama menjadi kebiasaan yang dijadikan pembenaran, dari awal beliau menjabat saya terus amati, cermati dan menganalisa upaya ini diduga sengaja terus bupati lakukan hampir pada setiap kesempatan baik itu di forum-forum formal ASN maupun forum-forum non formal menjelang pelaksanaan gerbong mutasi-mutasi yang lalu, seluruh ASN B.S sudah tahu itu dan tidak bisa memungkiri itu, tegas cik yon.
Cik yon juga menambahkan, bagi saya kejadian memalukan yang selalu berulang ini adalah salah satu bentuk “bencana sosial” yang implikasinya dapat merusak tatanan birokrasi dan menjadi preseden yang tidak baik bagi masa depan birokrasi dan ASN B.S, tentu saja bencana ini harus segera ditanggulangi dan harus ada langkah-langkah upaya pencegahan, karena bencana ini berasal dari lembaga eksekutif, maka sudah menjadi tugas ,kewenangan dan kewajiban lembaga legislatif yang memiliki fungsi control/pengawasan terhadap eksekutif untuk melakukannya, apalagi ASN B.S yang menjadi korban sudah menyampaikan aspirasi dalam bentuk laporan pengaduan melalui hearing dengan DPRD B.S beberapa waktu yang lalu, dan baru-baru ini pada hari senin tgl. 21 Maret 2022 DPRD B.S kembali melakukan hearing dengan Tim Baperjakat Pemda Kab. B.S untuk menindaklanjuti laporan pengaduan dimaksud, saya mengharapkan, pasca hearing klarifikasi Tim Baperjakat baru-baru ini jangan sampai ada dugaan-dugaan yang tidak baik dan istilah-istilah miring dari masyarakat ditujukan kepada DPRD B.S, apalagi informasinya hearing tersebut tertutup dan seolah-olah ditutup-tutupi sehingga dapat menimbulkan dugaan-dugaan tidak baik seperti masuk anginlah…, kepentingan-kepentingan yang tidak jelaslah…, dan stigma-stigma yang tidak baik lainnya seolah-olah selalu melekat pada lembaga ini, sudah saatnya lembaga DPRD B.S mengikis stigma-stigma yang tidak baik ini, paling tidak melakukan tindaklanjut ke Kementerian/Lembaga terkait sebagaimana yang telah dilakukan oleh ASN B.S yang menjadi korban, agar tidak membiarkan mereka begitu saja terjun berjuang sendirian mengingat keterbatasan waktu, finansial dan sumberdaya yang mereka miliki disamping mereka juga harus melaksanakan tugas-tugas kedinasan sebagai ASN B.S, dan bagi saya sekarang adalah momen yang paling tepat untuk mengikis stigma-stigma tidak baik yang seolah-olah masih melekat pada lembaga yang menjadi harapan masa depan masyarakat Bengkulu Selatan ini , pungkas cik yon menutup pembicaraan. (aL1_6)